Badan usaha milik daerahDi Indonesia, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (sebelum 2014 disebut Perusahaan Daerah) adalah perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan Badan hukum yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan komersial atas nama pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. BUMD merupakan "organisasi yang memiliki status korporat yang independen, dipimpin oleh dewan direksi yang ditunjuk oleh pejabat pemerintah daerah dengan kepemilikan mayoritas publik."[1] Banyak BUMD yang beroperasi dengan retribusi yang membuatnya berbeda dengan pajak dari lembaga pemerintahan.[2] BUMD berbeda dengan birokrasi pemerintahan daerah terkait pendanaan, biaya transaksi, hak-hak pekerja, pengawasan keuangan, izin untuk beroperasi di luar yurisdiksinya, dan terkadang dalam keadaan tertentu, hak untuk meraup untung dan menyatakan bangkrut.[3] Dampak dan pengaruh dari BUMD dapat berbeda dengan badan usaha milik negara (BUMN). Korporatisasi dari suatu badan layanan umum dapat dimanfaatkan secara lokal daripada nasional sebagai cara melayani publik secara hibrid dan fleksibel seperti kemitraan publik-swasta dan kerja sama antarpemerintahan darah. BUMD dapat mengenakan retribusi.[2] Pengaruhnya dapat berbeda karena keahlian regulator dan kapasitas kontrak yang rendah untuk pemerintah daerah,[2][4] dan nilai ekonomi yang tinggi. Riset termutakhir menunjukkan bahwa BUMD lebih efisien daripada birokrasi tetapi memiliki laju kerugian yang tinggi karena otonomi hukum dan manajerialnya.[1] Masalah tambahannya lagi, fakta bahwa BUMD dapat saja dimiliki oleh dua atau lebih Pemda berbeda, dan konflik kepemilikan membuat berkurangnya luaran BUMD karena banyaknya spillover.[5] Latar belakangDi bawah Manajemen Publik Baru, korporatisasi menjadi salah satu langkah menuju swastanisasi.[6][7] Kelak korporatisasi ini bertujuan untuk menggabungkan kontrol pemerintah dengan penyampaian pelayanan secara efisien dan lugas, yang sebelumnya kurang efisien dalam layanan yang hanya dilakukan oleh birokrasi. Sebagai hasilnya, BUMN memiliki struktur organisasi mirip perusahaan swasta, tetapi bedanya adalah pemerintah memiliki saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek.[8] BUMN kemudian mempengaruhi pemerintahan daerah untuk membentuk perusahaan serupa, yaitu BUMD. BUMD mengikuti proses eksternalisasi yang memerlukan keahlian dan orientasi baru dari pemerintah daerah terkait, dan mengikuti perubahan yang biasa terjadi dalam lingkup pelayanan publik.[6] BUMD pun bertambah jumlahnya terutama pada 1990-an hingga 2000-an di Eropa dan Amerika Serikat.[1][6][7][9][10] Alasan dan pengaruhnyaBUMD berguna untuk mengefisienkan pelayanan publik (dengan keberhasilan yang beragam) atau sebagai langkah (parsial) menuju swastanisasi atau hibridisasi. Alasan dan pengaruhnya mirip dengan lembaga negara yang dikorporatisasi.[7][9][11] Peningkatan efisiensiTujuan penting korporatisasi dalah eksternalisasi.[6] BUMD menyediakan layanan yang bersifat otonom dan dijamin secara hukum maupun manajerial karena peranan politisi tidak digantungkan dan masyarakat dapat dilindungi dari eksploitasi politik. Namun, tujuannya menjadi tidak efisien karena otonomi BUMD mengurangi pengawasan pemerintah daerah terhadap perusahaan. Meski korporatisasi bermanfaat bergantung jenis pelayanan yang dikorporatisasi, otonomi dapat menjadi kurang bermanfaat untuk pelayanan yang rumit atau dipolitisasi.[1] Pada tingkatan daerah, biaya transaksi dapat saja mahal, karena rendahnya kapasitas kontrak.[2][4] Langkah menuju swastanisasiJika ada jawatan yang dikorporatisasi, kadang dapat diswastakan (secara parsial) dengan menjual saham pemerintah lewat bursa efek,[8] sehingga menjadi langkah menuju swastanisasi.[8] Korporatisasi dapat pula menjadi gerbang menuju pelayanan hibrid, seperti kemitraan publik-swasta atau kerja sama antarpemerintah daerah, yang biasanya relevan pada tingkatan daerah karena ada peluang membina ekonomi lemah.[1][2] Mengurangi tekanan fiskalBUMD dibentuk oleh Pemda dalam rangka mengurangi tekanan fiskal.[6][7][9][11][12][13] Korporatisasi memungkinkan pemerintah daerah untuk "melepaskan kewajibannya di sektor tertentu dengan mengalokasikannya ke perusahaannya" atau "mengorporasikan sektor tersebut (…) sebagai sumber pendapatan perusahaan itu."[6] MasalahAda masalah yang terjadi terkait kepemilikan BUMD oleh lebih dari satu Pemda, yang terkadang menjadi kurang efisien, adil, ataupun akuntabel[14] atau memiliki laju kerugian yang tinggi.[1] Hal ini dikarenakan prosedur pemantauan dan pengarahan yang berbeda antara Pemda yang satu dengan yang lain, sehingga biayanya makin mahal. Jika ada heterogenitas kepentingan antara pemerintah-pemerintah daerah itu, dapat menimbulkan kebingungan sehingga menurunkan akuntabilitas dan efisiensinya.[14] Mewakilkan tiap-tiap pemerintah daerah dengan salah satu partai terpilih dalam Pemilu dapat menjadi salah satu solusi atas masalah ini.[14] PemakaianBUMD umumnya bergerak di bidang:[1][2][5]
Ciri-CiriBUMD memiliki sifat-sifat sebagai berikut:[15]
TujuanBUMD memiliki tujuan sebagai berikut:[15]
Peran dan FungsiPeran dan Fungsi BUMD bagi daerahnya adalah sebagai berikut:[15]
Lihat pulaReferensi
|