Dewapi
Dewapi (Dewanagari: देवपि; IAST: Devāpi ) atau Dewapi Arstisena (Dewanagari: देवप अर्षटिषेण; IAST: Devāpi Arṣṭiṣeṇa ) adalah nama seorang resi, putra sulung Pratipa dari Dinasti Kuru, menurut cerita Hindu dalam Mahabharata, Purana, dan Nirukta. Ia merupakan seorang bangsawan dan pangeran yang budiman tetapi menolak untuk mewarisi tahta sebab ia tidak tertarik untuk menjadi raja; ia lebih memilih untuk mengabdikan hidupnya demi alam semesta. Versi lain menyatakan bahwa ia menderita kusta sehingga dewan kerajaan menolaknya sebagai pewaris takhta.[1] Oleh karena hal tersebut, adiknya yang bernama Santanu diangkat menjadi Raja Kuru. Dalam berbagai versi dikisahkan bahwa Dewapi pergi ke hutan untuk bertapa (bersuluk) setelah Santanu dinobatkan sebagai pewaris takhta. Menurut kitab Matsyapurana dan Bhagawatapurana, ia dan resi Maru akan tetap hidup sampai akhir Kaliyuga di suatu tempat bernama Kalapagrama, dan akan memulai kembali Bangsa Paurawa yang baru pada Satyayuga berikutnya.[2] Kemarau di Kerajaan KuruDalam Wrehaddevata karya Sonaka diceritakan bahwa setelah 12 tahun Dewapi mengasingkan diri ke dalam hutan untuk menjadi pertapa, Santanu dan para brahmana mendiskusikan mengapa hujan tidak turun di kerajaan Kuru, yang menyebabkan kemarau selama jangka waktu tersebut. Akhirnya, Santanu beserta abdinya menganggap bahwa hal itu terjadi karena Dewapi—selaku putra sulung raja—tidak dipilih sebagai pewaris takhta, sehingga mereka pergi ke hutan untuk menemui Dewapi dan menyerahkan takhta Dinasti Kuru. Namun Dewapi tetap menolak. Alih-alih menjadi raja, Dewapi bersedia menjadi purohita (pendeta) bagi Santanu lalu menyelenggarakan yadnya untuk memohon hujan.[3] Versi Wisnupurana juga menceritakan bahwa kerajaan Kuru dilanda kemarau selama 12 tahun setelah Dewapi bersuluk. Akhirnya Santanu beserta dewan kerajaan membuat kesimpulan bahwa Dewapilah yang seharusnya menjadi raja, sebab hanya putra sulung yang boleh menjadi raja. Bila bukan putra sulung yang menjadi raja, maka itu adalah pelanggaran. Kemudian Santanu mengutus menterinya yang bernama Asmasari untuk menjadi pengkhotbah di tengah hutan. Asmasari menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan kitab suci agar perlahan-lahan Dewapi melenceng dari ajaran kitab suci. Ketika para brahmana dan Santanu masuk ke tengah hutan, mereka bertemu dengan Dewapi dan menawarkan kerajaan. Namun saat ditemui, Dewapi sudah melenceng dari ajaran kitab suci sehingga ia tidak layak menjadi raja. Akhirnya Santanu kembali ke kerajaannya dan meneruskan tugasnya sebagai raja. Kemudian turunlah hujan di kerajaannya.[4][5] Dalam susastra WedaDalam susastra Weda, Dewapi senantiasa disebut Devāpi Arṣṭiṣeṇa, meskipun dalam kitab-kitab yang disusun belakangan, yaitu Mahabharata dan Purana menyebutkan bahwa Devāpi dan Arṣṭiṣeṇa merupakan orang yang berbeda.[6] Rujukan pertama ditemukan dalam Regweda (X.98). Para ahli masa kini tidak seia sekata tentang arti Arṣṭiṣeṇa yang sebenarnya. F. E. Pargiter (1852–1927) berpendapat bahwa kata itu berarti 'Devapi putra Raja Ṛṣṭiṣeṇa', sehingga Santanu dan Dewapi sebenarnya merupakan cucu Pratipa,[2] tetapi para ahli lainnya, termasuk S.N. Pradhan dan V.S. Misra percaya bahwa setelah Dewapi menjadi brahmana, ia bergabung dengan gotra Ṛṣṭiṣeṇa.[1] Silsilah
Catatan kaki
Referensi
|