Gilimanuk, Melaya, Jembrana8°10′14″S 114°26′08″E / 8.170554°S 114.435553°E Kelurahan Gilimanuk (Aksara Bali: ᬓᭂᬮᬸᬭᬳᬦ᭄ᬕᬶᬮᬶᬫᬦᬸᬓ᭄᭟) adalah kelurahan yang berada di kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali, Indonesia.[1][2] Di kelurahan ini terdapat Pelabuhan Gilimanuk yang melayani penyebrangan kapal feri ke Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur. Di Kelurahan Gilimanuk Terdapat tugu candi 4 naga yang diberi nama Candi Gelung Kori Agung Gilimanuk.
SejarahPada tahun 1930-an, Pemerintah Kolonial Belanda memindahkan 100 tahanan golongan berat dari Candikusuma ke Gili yang banyak burungnya. Sebagian besar tahanan berasal dari Lombok. Kepala Penjara, Raden Mas Jasiman dari Negara, ditugaskan untuk pengawasan dan pengamanan para tahanan. Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan sebuah penjara dan menunjuk Jasiman sebagai pimpinan penjara tersebut. Jasiman tinggal bersama keluarganya, termasuk iparnya yang bernama Kasim. Pegawai perusahaan Belanda bernama Tuan Cola dari Banyuwangi, atas izin Tuan Ku Raja Negara, diperbolehkan membuka hubungan dagang antara Jawa dan Bali. Tuan Cola bekerja sama dengan Misnadi yang membawa keluarganya, termasuk menantunya yang bernama Nibah, untuk tinggal bersama di sana. Raden Mas Jasiman, Tuan Cola, dan beberapa tahanan bermukim di Gilimanuk. Sejarah mencatat keberadaan manusia di wilayah ini yang awalnya tak diinginkan oleh siapa pun. Ada penduduk dari Jawa, Madura, Makassar, Bugis, serta pendatang lain yang datang untuk mencari burung sesuai hobi mereka. Wilayah ini semakin dikenal oleh berbagai suku bangsa. Semua tahanan kemudian dipindahkan ke Yeh Ketipat, tetapi keluarga Misnadi dan Raden Mas Jasiman, sejumlah 6 KK, membentuk perkampungan kecil sebagai wadah kehidupan sosial mereka. Raden Mas Jasiman menjadi kepala kampung, mereka membentuk paguyuban kecil untuk menghabiskan sisa-sisa hidup mereka di Gilimanuk, di daerah pelabuhan dengan luas area 1 hektar. Setelah Jepang menguasai Indonesia, dibuat pos-pos pertahanan, galangan kapal, dan jalan-jalan dari kotaNegara ke kota Singaraja dengan sistem kerja paksa untuk kepentingan Jepang. Kerja paksa ini berlangsung sampai Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pada masa perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan, Gilimanuk juga menjadi medan pertempuran saat pasukan revolusioner dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Wilayah ini dipakai sebagai lintasan penurunan senjata dari Jawa pada tahun 1946. Banyak pasukan gugur dan dimakamkan di pekuburan pangkalan. Pada tahun 1948, Pemerintah menunjuk I Nyoman Dugdug dari Denpasar sebagai pelaksana urusan bea cukai dan syahbandar, menggantikan petugas NICA Belanda. Petugas administrasi bea cukai dan kesyahbandaran dilengkapi secara bertahap. Alat transportasi di Selat Bali saat itu hanya jukung, perahu, dan kapal kecil, arus penyeberangan belum ramai seperti sekarang. Sarana angkutan darat juga masih terbatas dengan hanya 2 mobil milik perusahaan Sampurna dan Sapahira dari Negara. Pada masa RIS tahun 1950, pelabuhan ini dimasukkan ke wilayah Buleleng. Arus penyeberangan semakin ramai dan bermanfaat bagi masyarakat. Penduduk Gilimanuk semakin bertambah, sehingga dibentuk kampung dengan kepala kampung yang diemban oleh Haji Abdullah Hamid dari Banyuwangi. Penataan wilayah terus dilaksanakan. Pada tahun 1964, kepala kampung dipegang oleh Abdul Jalil dan Gede Puspa. Setelah Abdul Jalil meninggal pada tahun 1965, kepala kampung diemban oleh Gede Puspa. Status kampung ditingkatkan menjadi Banjar Dinas, dengan Gede Puspa sebagai kelian banjar dinas dari tahun 1966-1974. Sejak tahun 1975, status Banjar Dinas Gilimanuk ditingkatkan menjadi Desa Gilimanuk dengan kepala desa yang dipilih adalah I Gusti Agung Made Berata. Pada tahun 1981, status Desa Gilimanuk berubah menjadi Kelurahan Gilimanuk. DemografiPenduduk kelurahan Gilimanuk sampai dengan tahun 2016 berjumlah 8.334 jiwa terdiri dari 4.199 laki-laki dan 4.135 perempuan dengan sex rasio 101,55.[3] Jumlah pendatang selama tahun 2019 di Kelurahan Gilimanuk yaitu 104 jiwa, begitupun penduduk yang pindah sebesar 165 jiwa. Jumlah peduduk di Kelurahan Gilimanuk adalah 8.641 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.377 orang dan perempuan 4.264 orang. Jumlah KK di kelurahan ini berjumlah 2.491 KK.[5]
SosialUntuk pendidikan memiliki sejumlah sekolah yaitu 4 SDN, 1 MIN, 1 SMPN, 1 MTSN, 1 SMA Swasta, dan 1 MA Swasta. Kemudian juga memiliki fasilitas olahraga umum yaitu 5 Lapangan Sepak Bola, 4 Lapangan Bola Voli, 2 Tenis Meja, dan 1 Lapangan Bulu tangkis. Selain itu, tersedia juga tenaga kesehatan dengan rincian yakni 6 dokter umum, 2 dokter gigi, 11 perawat, dan 2 bidan. AgamaDi kelurahan Gilimanuk ini mayoritas pemeluk agama Islam yakni sebesar 5.481 jiwa, kemudian pemeluk agama Hindu sebesar 2.964 jiwa, pemeluk agama Kristen 198 jiwa dan pemeluk agama Budha 4 jiwa.
Untuk kematian di Kelurahan Gilimanuk tersedia 1 kuburan Islam, 1 kuburan Kristen/Katolik, dan 1 Setra Hindu yang saling berdampingan yang beralamatkan di Gg. 5. Visi dan MisiVisi Kelurahan Gilimanuk yakni " Mewujudkan Masyarakat Jembrana Bahagia Berdasarkan Tri Hita Karana ". Sedangkan Misi Kelurahan Gilimanuk yakni "Nangun Sad Kerthi Loka Jembrana"
PemerintahanPerbekelBerikut adalah daftar nama-nama Perbekel/Lurah yang pernah memimpin Kelurahan Gilimanuk:[7]
Tingkatan AdministrasiKelurahan Gilimanuk memiliki 6 banjar dinas yaitu Banjar Jineng Agung, Banjar Asri, Banjar Asih, Banjar Arum, Banjar Samiana, Banjar Penginuman, dan 1 Desa Pakraman Gilimanuk.[8]
Tempat menarik
Referensi
Pranala luar
|