Hukum makan KristenDalam Kekristenan Nikea arus utama, tiada batasan terhadap jenis hewan yang dapat disantap.[1][2] Praktek tersebut bermula dari penglihatan Petrus dari sebuah lembar dengan hewan-hewan, yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul, Pasal 10, dimana Santo Petrus "melihat sebuah lembar berisi hewan-hewan yang diturunkan dari langit."[3] Selain itu, Perjanjian Baru hanya memberikan sedikit panduan terhadap konsumsi daging, yang diterapkan oleh Gereja Kristen saat ini; seseorang dilarang menyantap makanan yang diketahui dipersembahkan kepada berhala-berhala pagan,[4] sebuah perintah yang dikotbahkan oleh Bapa-bapa Gereja perdana, seperti Klemens dari Aleksandria dan Origenes.[5] Selain itu, umat Kristen biasanya memberkati makanan apapun sebelum disantap dengan doa makan, sebagai tanda terima kasih kepada Allah atas hidangan yang mereka miliki. Menjagal hewan untuk dijadikan makanan biasanya dilakukan tanpa rumus Trinitarian,[6][7] meskipun Gereja Apostolik Armenia, di bandingkan Kristen Ortodoks lainnya, memiliki ritual mengikuti shechitah, aturan penjagalan Yahudi.[8] Menurut Norman Geisler, Alkitab memerintahkan seseorang untuk "menjauhi makanan yang dipersembahkan kepada berhala, mengandung darah, mengandung daging dari hewan-hewan yang dicekik".[9] Terdapat pula sejumlah kelompok yang memiliki pantang makanan tertentu, seperti beberapa biarawan Kristen, seperti Trapis, mengadopsi kewajiban vegetarianisme Kristen.[10] Selain itu, umat Kristen dari tradisi Adventis Hari Ketujuh umumnya "berpantang menyantap daging dan makanan berbumbu pekat".[11] Umat Kristen dalam aliran-aliran Anglikan, Katolik, Lutheran, Methodis dan Ortodoks biasanya menjalankan hari pantang daging, khususnya pada musim liturgi Prapaskah.[12][13][14][15] Gambaran UmumHukum-hukum tentang ketahiran dan kenajisan telah diterapkan dalam mengatur apa yang boleh dimakan, dan apa yang tidak boleh dimakan. Secara umum semua buah dan sayuran adalah tahir. Namun, mengenai makhluk hidup, hukum itu amat ketat. Hukum tersebut termuat dalam Imamat 11.[16] Peraturan tentang hal yang tahir dan yang najis, tentang makanan yang halal dan yang haram menduduki tempat penting dalam hukum Taurat. Tetapi Yesus mengatakan, "Apapun dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya". Dan penginjil menyimpulkan, "Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal" (Markus 7:15,19).[17] Perjanjian LamaDi Taman Eden, Tuhan memerintahkan Adam dan Hawa untuk mengikuti bukan hanya pola makan vegetarian, tetapi pola makan vegan yang ketat, yang tidak mengambil apapun dari jiwa yang hidup.[18] Pada Kitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon yang buahnya berbiji adalah yang akan menjadi makanan manusia (Kej. 1:29). Segala yang bergerak, yang hidup akan menjadi makananmu, seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau (Kej. 9:3). Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan (Kej. 9:4). Pada zaman Nabi Musa, maka Tuhan menegaskan kembali akan batasan hewan halal dan hewan haram (Imamat 11:1-47; Ulangan 14:3-21). Secara terperinci diberikan batasan yang jelas untuk kategori hewan halal dan haram.[19] Pada zaman Nabi Nuh, semua binatang boleh dimakan, tidak ada batasan binatang yang tahir atau yang najis. Sebab pada zaman ini, Allah belum memilih umat-Nya di bumi ini. Di dalam kitab Imamat dijelaskan bahwa ketika bani Israel keluar dari Mesir dan mereka dipilih sebagai umat Allah, barulah pada saat itu terjadi adanya perbedaan antara umat Allah yaitu orang Yahudi dan yang bukan umat-Nya yaitu orang kafir. Sehingga pada waktu inilah baru ada batasan mengenai binatang yang boleh dimakan (binatang tahir), dan yang tidak boleh dimakan (binatang najis). Makanan telah menjadi perwakilan dari golongan manusia yang diperkenan Allah yang dapat bersekutu, dan golongan yang tidak diperkenankan Allah. Makanan bukan sekedar makanan saja, sebab terdapat prinsip yang terkandung didalamnya. Sesuatu yang boleh dimakan berarti itulah yang Allah kehendaki, dan yang tidak boleh dimakan berarti itulah yang Allah tidak kehendaki .[20] Di dalam kitab Imamat 11, Allah berkata kepada bani Israel bahwa terdapat sejumlah binatang halal yang boleh dimakan, dan terdapat sejumlah binatang yang haram yang tidak boleh dimakan seperti binatang yang menjalar atau binatang melata yang tidak bertulang belakang. Binatang berkaki empat yang tidak boleh dimakan diantaranya ialah yang memamah biak tetapi tidak terbelah dua kukunya atau berkuku belah tetapi tidak memamah biak. Terdapat beberapa jenis unggas-unggas di udara yang diperbolehkan untuk dimakan, tetapi burung-burung buas yang pemakan daging dan bangkai tidak boleh dimakan. Ikan-ikan yang boleh dimakan adalah jenis ikan yang bersisik dan bersirip, tetapi tidak boleh memakan jenis ikan yang tidak bersisik dan bersirip. Darah, lemak, dan juga bangkai serta binatang halal yang mati dengan darah tertahan/tercekik, dilarang untuk dimakan.[19][20] Hukum haram dan halal atas makanan di Perjanjian Lama tersebut lebih difokuskan kepada kerohanian umat Israel yang hidup pada saat itu. Misalnya larangan terhadap binatang babi secara spesifik dan hewan lain sebagai makanan, karena jenis hewan tersebut umumnya dipergunakan sebagai sarana untuk ritual keagamaan dalam praktik ibadah oleh kelompok-kelompok penyembah berhala yang marak di sekitar Israel saat itu.[21] Perjanjian BaruMenurut Markus 7:18-19, Yesus Kristus menyatakan semua makan halal. Di dalam Kisah Para Rasul 10:9-16 terdapat riwayat tentang mimpi Petrus di atas rumah; langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk kain lebar yang didalamnya terdapat segala macam binatang, yaitu berbagai jenis binatang yang berkaki empat, binatang menjalar dan burung-burung, terkecuali ikan-ikan. Petrus mendengar suatu suara yang berkata: "Bangunlah, hai Petrus, sembelilah, dan makanlah". Kemudian Petrus mendengar lagi suara itu yang berkata: "apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram".[22] Tetapi Petrus tentulah tidak rela melepaskan begitu saja tradisi bangsa Yahudi yang sudah berabad-abad lamanya senantiasa hidup menurut pengertian-pengertian halal dan haram. Oleh karenanya, terdengarlah perintah sampai tiga kali untuk menyembelih dan makan. Pelajaran yang harus diikuti oleh Petrus ialah, bahwa pengertian-pengertian halal atau haram tidak berlaku lagi bagi perhubungan antara bangsa Yahudi dengan bangsa-bangsa lain. Hukum-hukum Taurat yang bersifat upacara tidak perlu lagi dipaksakan kepada mereka, yang sekarang dari luar bangsa Israel memasuki pesekutuan dengan Allah melalui perantaraan Yesus Kristus sebagai Pembebas bagi semua bangsa di bumi.[23] Dan sejak saat itu dan seterusnya, Allah telah melimpahkan kasih karunia kepada orang-orang kafir yang najis. Dengan demikian, apa yang Allah katakan najis pada Perjanjian Lama, telah dianggap-Nya tahir pada Perjanjian Baru. Sehingga bukan hanya orang Israel saja yang menjadi umat Allah, tetapi orang-orang kafir pun dapat menjadi umat Allah bersama-sama dengan orang Israel.[20] Pantangan makan darah, lemak, dan makanan haram, juga disebutkan dalam Kitab Perjanjian Baru. Diperintahkan pula (Kisah Para Rasul 15: 20, 28-29) untuk menjauhi makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik, dan dari pencabulan.[19] Dalam Perjanjian Baru, Paulus dari Tarsus menyatakan bahwa beberapa Kristen taat diperintahkan untuk berpantang untuk menyantap daging yang dipersembahkan kepada berhala karena tindakan tersebut dapat menyebabkan "saudaraku menjauhi" imannya sendiri kepada Allah (1 Korintus 8:13).[24] Konsili YerusalemDi Kisah Para Rasul pasal 15, tercatat tentang ketentuan yang dibuat pada tahun 49 M di Mahkamah Yerusalem mengenai hukum Taurat yang tidak sepenuhnya dibatalkan dan hal-hal "'yang perlu" yang harus dijaga secara mutlak. Isi dari hal-hal "yang perlu" adalah menjauhkan diri dari yang dicemarkan berhala, percabulan, daging binatang yang dicekik, dan darahnya'. Ungkapan "telah dicemarkan" dalam bahasa Yunani yang berarti daging dari binatang yang telah digunakan sebagai persembahan kepada berhala kafir. Alasan dari larangan untuk memakan daging binatang yang mati dicekik adalah darah yang ada di dalamnya. Di Alkitab, dilarang dengan keras untuk memakan darah secara langsung. Karena tindakan memakan darah dianggap setara dengan menelan nyawa secara nyata, tindakan yang menodai kedaulatan Tuhan, dan tindakan itu menyerupai kebiasan orang-orang kafir penyembah berhala.[25] Kata Yunani dari ungkapan "yang mati dicekik" adalah (pniktos), yang mengandung arti "yang dibunuh dengan dicekik hingga kehabisan nafas tanpa dicurahkan darahnya". Sehingga arti perintah tersebut ialah jangan memakan daging yang darahnya tidak dikeluarkan. Daging dari binatang yang mati diterkam binatang buas di padang maupun daging binatang yang mati secara alami juga dilarang untuk dimakan karena darahnya tidak dibuang dengan benar. Di zaman Perjanjian Baru pun hukum Taurat ini dijaga secara ketat dan disepakati di sidang jemaah Yerusalem sebagai prinsip yang tetap.[25] Pendapat lainKonfrontasi Yesus dan orang-orang Farisi dan ahli Taurat dalam Markus 7:1-23 sering dijadikan satu alasan bagi sebagian orang untuk berpendapat bahwa Yesus telah membatalkan aturan halal dan haram dalam Perjanjian Lama. Pernyataan tentang apa yang masuk tidak menajiskan orang sering disalah mengerti seakan-akan menunjukkan bahwa Yesus sudah mengijinkan segala sesuatu boleh dimakan. Demikian juga, redaksi tambahan dari Markus "Dengan demikian ia mengatakan semua makanan halal" juga sering dianggap sebagai alasan bahwa aturan halal dan haram dalam Perjanjian Lama sudah dibatalkan. Pada kenyataannya, interpretasi ini diambil dengan tidak melihat konteks dari perikop ini, yaitu tentang makan makanan dengan tangan yang tidak dibasuh dan bukan tentang masalah halal dan haram. Dan lagi, kritikan Yesus menunjukkan bahwa Dia sedang menegur kesalahan dari para pemimpin Yahudi ini yang mengabaikan firman Allah demi tradisi mereka. Itulah sebabnya dalam hal ini, Yesus tidak sedang mengabaikan atau menghapus perintah Allah dalam hal halal dan haram.[26] MakananKlasifikasi BinatangDaftar binatang yang tidak haram yang boleh dimakan, dan binatang haram yang tidak boleh dimakan, yang juga ditulis dalam Ulangan 14, sebagai berikut:[22]
AlasanAhli-ahli Perjanjian Lama mengemukakan beberapa penjelasan tentang alasan mengapa binatang-binatang tersebut menjadi haram. Pastilah didalam penjelasan tersebut terdapat sesuatu yang benar, dan tidak ada alasan yang berlaku untuk segala binatang. Barangkali seekor binatang dianggap haram karena dua atau tiga alasan berikut. Penjelasan itu ialah:[22]
Makanan TertentuPuasa dalam ajaran Katolik dianjurkan untuk dilakukan ketika perayaan Rabu Abu dan Jumat Agung sebelum Paskah. Peraturan puasa pun sederhana, yaitu "makan sekali kenyang". Sementara itu, setiap Rabu di antara Rabu Abu dan Jumat Agung dilakukan pantang. Pantang artinya menahan diri untuk tidak melakukan hal yang biasanya kita lakukan, baik melalui perbuatan atau menghindari konsumsi makanan atau minuman tertentu. Meskipun tidak ada peraturan khusus mengenai jenis makanan dan minuman yang dipantang. Umumnya, orang Katolik dan Kristen yang sedang menjalani pantang akan mengikuti pola makan vegetarian atau vegan, yaitu menghindari konsumsi produk hewani.[27] MinumanDi dalam Bilangan 6:3 diperintahkan untuk menjauhkan diri dari anggur dan minuman yang memabukkan. Kata anggur dalam Ibrani merujuk kepada air anggur, yakni minuman beralkohol yang dihasilkan dari buah anggur dan telah melewati proses peragian. Sedangkan minuman yang memabukkan merujuk kepada minuman beralhokol selain anggur, misalnya bir.[28] Alkitab tidak melarang meminum anggur, tetapi memperingatkan kita jangan mabuk oleh anggur. Minum anggur akan membuat orang mabuk anggur, karena itu supaya tidak mabuk oleh anggur, sebaiknya tidak minum anggur. Anggur bisa menimbulkan hawa nafsu sehingga tidak terkendali. Sebab itu kita harus menjaga jarak dengan anggur.[29] Anggur dihargai sebagai karunia Allah, baik dalam Perjanjian Lama (Yes. 55:1-5), maupun dalam Perjanjian Baru (1 Tim. 5:23), dan digunakan dalam ibadah keluarga (Ul. 14:26) serta dalam Perjamuan Kudus Kristen (1 Kor. 11:26), akan tetapi kegemaran yang berlebihan terhadapnya dikutuk (Kej. 9:20-27; Gal. 5:21), karena hal itu menyebabkan ketidakadilan dan tindakan tidak bertanggung jawab.[30] Dalam dunia Perjanjian Baru, ketika terjadi kesulitan air minum atau tidak ada air minum sama sekali, maka anggur merupakan minuman biasa. Meminum anggur dalam jumlah wajar tidak akan membuat seseorang mabuk. Orang menjadi mabuk kalau minum anggur berlebihan. Itulah sebabnya Kitab Suci lebih banyak melarang minum anggur terlalu banyak daripada melarang minum anggur sama sekali.[31] Walaupun Alkitab tidak secara langsung menyatakan bahwa mengonsumsi minuman keras itu dosa, namun ada sikap dan kerinduan Allah supaya pikiran manusia tidak dikontrol dengan zat-zat berbahaya yang mengganggu pikiran. Beberapa ayat di Alkitab menyejajarkan kecanduan/kemabukan dengan dosa atau hal-hal yang keji bagi Allah seperti percabulan, penyembahan berhala, perzinahan, dan sihir. Dalam hal ini kecanduan atau penyalahgunaan minuman keras (kemabukan) dapat merusak kesehatan dan pikiran manusia. Firman Allah memperingatkan bahwa tubuh adalah bait Allah dan jika diabaikan atau dikotorkan/dihancurkan, maka Allah akan membinasakannya.[32] Referensi
Pranala luar |