Ki PanjawiKi Panjawi atau Ki Ageng Gede Penjawi adalah keturunan kelima dari Bhre Kertabhumi melalui garis ayahnya Ki Ageng Ngerang III, ibunya adalah Raden Ayu Panengah putri Sunan Kalijaga dari isteri putri Aria Dikara. Semasa anak-anak sampai dewasa Ki Panjawi menerima gemblengan ilmu keagamaan dan ilmu pemerintahan dari Sunan Kalijaga, Ki Panjawi juga mendapatkan bimbingan ilmu spiritual dari Nenek dan Kakek-buyutnya yang masih keturunan Sunan Ngadipala (Syekh Maulana Maghrib) Sunan Gresik. Seperti halnya Sunan Kalijaga adalah anggota Walisongo yang dalam kegiatan lainnya menjadi Penasihat Raja/Kesultanan yang hidup di 3 generasi, Ki Penjawi juga selalu menjadi penasihat sahabat-sahabatnya yang juga kerabat dekatnya, seperti Ki Ageng Pamanahan maupun Ki Juru Martani, dan murid-muridnya, serta menjadi Penasehat dari menantunya yang juga adalah Raja Mataram, Panembahan Senopati. Ki Panjawi memilki putri yang bernama Putri Waskita Jawi yang menjadi Permaisuri dari Panembahan Senapati dengan gelar Kanjeng Ratu Mas, jadi Ki Penjawi juga disamping sebagai penasihat Panembahan Senapati besama-sama Ki Juru Martani dan Ki Ageng Pemanahan, ia juga mertua yang dihormati oleh Panembahan Senapati. Tiga Tokoh dari Sela (Three Musketeers Mataram)Ki Ageng Pemanahan adalah ayahandanya Panembahan Senapati (pendiri Kerajaan Mataram di Kotagede, Yogyakarta), wafat tahun 1584 M. Ia adalah salah satu dari ‘Tiga Tokoh dari Sela’, orang-orang kepercayaan Sultan Hadiwijaya / Mas Karebet / Jaka Tingkir di istana Pajang. ‘Tiga Tokoh dari Sela’ tersebut yaitu:
Ki Gede Pemanahan, putra Ngenis, diberi nama sesuai dengan daerah yang dikuasakan kepadanya oleh raja Pajang. Daerah itu masih dapat ditemukan kini, yaitu Manahan, suatu daerah di sebelah barat Solo. Di sana juga terdapat pemandian Ki Gede. Nama sebenarnya Ki Gede Pemanahan tidak disebutkan dalam Babad Tanah Djawi. Dari Sadjarah Dalem (Padmasoesastra, 1912) juga dari Van der Horst (1707) kita dapat mengenal sebuah nama kecil: Bagus Kacung. Fungsi militer Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi dengan demikian tidak perlu menimbulkan keheranan dalam suatu masyarakat seperti di Jawa ketika itu. Sedangkan tugas khusus yang terletak di atas pundak Ki Juru Martani, ialah seperti yang biasanya diceritakan oleh dongeng tradisional, yakni sebagai penasihat yang bijaksana. Mungkin peranan ini tetap dimainkan Ki Juru Martani sampai ia meninggal (kira-kira pada tahun 1613 M, Kraton Mataram di Kotagede berdiri pada th. 1577 M). Ikatan para tokoh dari Sela tersebut dengan Pajang menjadi lebih erat dengan diangkatnya putra Ki Gede Pemanahan Raden Bagus Srubut, yaitu Senapati di kemudian hari, sebagai anak oleh Raja (=Sultan Hadiwijaya). Maksud Raja dengan demikian ialah untuk menggunakannya sebagai lanjaran, sehingga kelak ia sendiri juga akan mempunyai anak laki-laki. Raja (Sultan Hadiwijaya) mengangkat Raden Bagus Srubut menjadi Raden Mas Danang (Sutawijaya). Danang atau danar adalah berarti kuning muda yang indah. Raja juga menghadiahkan kepadanya sebuah payung kuning keemasan. Begitu sempurnanya pendidikan yang diperolehnya dalam masalah-masalah militer dan kenegaraan sehingga ayahnya sendiri memanggilnya “Gusti”. Beberapa waktu kemudian Raja mendapatkan seorang putra laki-laki, Pangeran Benawa. Setelah dewasa, Raden Bagus Srubut = Raden Mas Danang ini barulah diangkat sebagai Ngabehi dengan gelar Raden Ngabehi Sutawijaya, yang mempunyai hubungan dengan nama raja sendiri: Hadiwijaya. Suta berarti putra. Karena ia mendiami dalem (=rumah) di sebelah utara (=lor) pasar, ia juga dinamakan Ngabehi Loring Pasar. Menurut Babad Tanah Djawi, ia bahkan menjadi pemimpin para tamtama. Silsilah Asal-Usul & KeturunanSilsilah Kanjeng KiAgeng Gede Penjawi adalah sebagai berikut:
Ki Ageng Penjawi sebagai Perintis Kesultanan MataramPerkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan. Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti: Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyi, Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti: tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat. Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu:
Lihat Pula
Sumber-Sumber
|