Share to:

 

Kredo Trente

Kredo Trente atau Kredo Pius IV atau Pengakuan Iman Trente (Professio Fidei Tridentina) atau Rumusan Sumpah Pengakuan Iman (Forma Iuramenti Professionis Fidei) atau Rumusan Pengakuan Iman Katolik (Forma Professionis Fidei Catholicae) atau Rumusan Pengakuan Iman Ortodoks (Forma Professionis Orthodoxae Fidei) adalah salah satu rumusan pengakuan iman yang diakui oleh Gereja Katolik. Dalam dekrit Quod a Priscis Ecclesiae dari Kongregasi Suci untuk Konsili (Sacra Congregatio Cardinalium pro Executione et Interpretatione Concilii Tridentini Interpretum), kredo ini disebut Professio orthodoxae fidei iuxta formam a summis pontificibus Pio IV et Pio IX praescriptam. Bersama dengan Kredo Para Rasul, Kredo Nikaea Konstantinopel, dan Kredo Athanasius, kredo ini merupakan satu dari empat rumusan tradisional pengakuan iman yang diakui oleh Gereja Katolik dan secara tersurat disebut dalam Katekismus Gereja Katolik No. 192.

Penggunaan

Tujuan utama penyusunan Kredo Trente adalah untuk memberi garis batas yang tegas antara ajaran Katolik dengan ajaran Protestan. Sebelum tanggal 17 Juli 1967, kredo ini wajib diucapkan oleh para ahli teologi atau orang yang akan memangku jabatan dalam Gereja Katolik sebagai sumpah setia kepada Gereja Katolik. Termasuk di dalamnya yaitu semua imam, pengajar, dan pengurus di sekolah, seminari, dan universitas Katolik. Selain itu biasanya Kredo Trente juga wajib diucapkan oleh umat Protestan yang akan diterima dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik.

Pada tanggal 20 Juli 1859 Kongregasi Suci Inkuisisi Romawi dan Universal (Sacra Congregatio Romanae et Universalis Inquisitionis) menerbitkan perintah yang berisi rumusan singkat pengakuan iman bagi umat Protestan yang akan diterima dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik karena Kredo Trente dirasa terlalu panjang untuk diucapkan oleh umat awam terlebih bagi yang tidak terbiasa dengan istilah-istilah teologis. Rumusan pengakuan iman ini kemudian disebut Professionem Fidei Catholicae a Neo Conversis iuxta Formam a Sacra Congragatione Sancti Officii Praescriptam atau Formula Brevior Professionis Fidei pro Haereticis Occidentalibus. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Juli 1967 kedudukan Kredo Trente sebagai rumusan baku sumpah setia kepada Gereja Katolik digantikan oleh Formula deinceps adhibenda in casibus in quibus iure praescribitur professio fidei loco formulae Tridentinae et iuramenti antimodernistici yang disusun oleh Kongregasi Ajaran Iman (Congregatio pro Doctrina Fidei). Pada masa kini Kredo Trente tidak lagi digunakan kecuali oleh beberapa serikat rohaniwan tradisional seperti Serikat Santo Pius X (FSSPX) dan Institut Kristus Raja Imam Berdaulat (ICRSS) yang masih mengucapkannya bersama Sumpah Anti Modernisme pada upacara tertentu.

Sejarah

Melalui bulla Iniunctum Nobis apostolicae servitutis officium requirit tanggal 13 November 1564, Paus Pius IV mewajibkan semua prelat, kapitel katedral, kurator, kepala biara, dan kepala pertapaan milik ordo religius atau ordo militer untuk mengucapkan Pengakuan Iman Trente sebelum memangku jabatannya. Pengakuan Iman Trente berisi Pengakuan Iman Nikaea Konstantinopel ditambah ringkasan singkat ajaran-ajaran iman yang diteguhkan oleh Konsili Trente dan janji kepatuhan kepada paus. Bagian pengantar dalam bulla ini mengacu kepada perintah Konsili Trente. Sesi keduapuluhempat Konsili Trente dalam dekrit De Reformatione bab 12 mengenai kapitel katedral memang menghendaki agar para kapitel katedral menyatakan pengakuan iman mereka, tetapi dekrit ini tidak disertai rumusan khusus yang ditentukan untuk maksud tersebut. Rumusan ini kemudian ditentukan supaya pengakuan iman yang satu dan sama diungkapkan semua orang secara seragam. Oleh karena itu tujuan bulla Iniunctum Nobis adalah melaksanakan ketetapan Konsili Trente yang ketika itu telah dikukuhkan oleh paus. Pada tanggal yang sama melalui bulla In Sacrosancta Beati Petri principis apostolorum cathedra, paus Pius IV menetapkan peraturan bahwa para pengajar (e.g. doktor dan magister), pejabat (e.g. rektor dan dekan), dan mahasiswa di kolose atau gymnasium atau universitas wajib mengakui Pengakuan Iman Trente dan pelanggaran atas peraturan ini dihukum dengan hukuman Gereja (e.g. pengucilan dan interdikta). Bulla In Sacrosancta tidak merujuk langsung kepada Konsili Trente. Sebagai dasar, bulla tersebut menyatakan: supaya kawanan domba Tuhan, yang dipercayakan kepada kita, … kita jaga … tidak hanya dari serangan serigala rakus dari segala arah dan penjuru, tetapi juga dari sergapan rubah yang lebih berbahaya yang mengintai di dalam rumah (ut Domini gregem, curae nostrae commissum, non solum ab apertis rapacium luporum undecunque caulis obstrepentium menghinaibus, sed etiam a magis formidolosis pestiferarum vulpecularum domi latitantium insidiis … praeservemus). Pengakuan Iman Trente yang satu dan sama ini diwajibkan oleh dua bulla dengan motivasi berbeda. Bulla Iniunctum Nobis adalah pelaksanaan ketetapan Konsili Trente sedangkan bulla In Sacrosancta mencegah penyusupan universitas oleh mereka yang tidak lagi memegang iman Katolik. Bulla ganda yang sepintas terlihat aneh ini harus dipertimbangkan jika menelusuri awal mula munculnya Pengakuan Iman Trente.

Dalam konsistori di Basilika St. Markus di Roma pada tanggal 4 September 1560 Paus Pius IV memaklumkan satu rumusan pengakuan iman berjudul Articulos fidei iurandos per episcopos et alios praelatos in susceptione muneris consecrationis (“Sumpah pasal-pasal iman untuk uskup dan prelat lain ketika menerima tahbisan jabatan”) yang dimaksudkan untuk memilah para calon uskup atau calon prelat yang masih memegang ajaran Katolik dari para calon uskup atau calon prelat yang sudah terpengaruh ajaran Lutheran atau Kalvinis. Rumusan pengakuan iman ini dilengkapi dengan tambahan terpisah berjudul Forma iuramenti praestandi per promovendos ad praelaturas yang berisi sumpah setia kepada ajaran Katolik sebagaimana tercantum dalam rumusan pengakuan iman tadi. Karena dimaklumkan pada masa jeda Konsili Trente yang sedang bubar akibat perang delapan tahun sebelumnya, maka ketika Konsili Trente berkumpul lagi dua tahun kemudian rumusan pengakuan iman tersebut kurang mendapat perhatian dari para Bapa Konsili.

Pada tahun 1561 ketika Giovanni Francesco Commendone sebagai nuntius mengumumkan pertemuan kembali Konsili Trente melalui bulla Ad Ecclesiae Regimen tanggal 29 November 1560 di daerah Jerman Utara, dia juga sedang berkuliah di Universitas Leuven. Di sana dia mengetahui bahwa hak-hak istimewa universitas hanya dimiliki oleh mereka yang bersumpah untuk menolak “semua ajaran Martin Luther dan bidah-bidah lainnya, sejauh mereka bertentangan dengan ajaran Gereja lama yang Romawi” (universa dogmata Martini Lutheri et aliorum quorumlibet haereticorum, quatenus doctrinis veteris et Romanae ecclesiae adversantur) dan mengakui “iman Gereja lama di bawah ketaatan kepada satu-satunya gembala tertinggi yaitu Uskup Roma” (fidem veterem ecclesiae pretactae sub obedientia unius summi pastoris Romani Pontificis). Namun Commendone juga mengetahui bahwa kondisi ini menyebabkan kerugian berupa menurunnya jumlah mahasiswa, karena banyak mahasiswa yang tidak mau bersumpah setia kepada Gereja Katolik memilih pindah ke universitas-universitas Protestan di daerah Prancis dan Jerman. Universitas Leuven menerima kerugian ini untuk menyelamatkan keuntungan yang lebih besar yaitu mempertahankan ajaran Katolik. Universitas Leuven dan Universitas Köln termasuk yang pertama menentang ajaran Martin Luther, dan selama sesi kedua Konsili Trente para ahli teologi Universitas Leuven yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Teologi yaitu Ruard Tapper memainkan peran utama dalam perdebatan mengenai Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat.

Belasan tahun sebelumnya, Kaisar Karel V meminta Ruard Tapper menyusun pasal-pasal iman yang menegaskan ajaran Katolik secara tajam melawan ajaran Protestan. Pada akhir tahun 1544 Tapper menerbitkan ringkasan ajaran Gereja Katolik dalam bentuk 59 pasal iman Katolik. Segera setelah itu, Tapper meringkasnya lagi menjadi 32 pasal iman Katolik yang diterbitkan pada tanggal 6 Desember 1544. 32 pasal iman Katolik dimasukkan ke dalam hukum kekaisaran oleh Kaisar Karel V dan dimaklumkan pada tanggal 14 Maret 1545 dengan nama Articuli Orthodoxam Religionem Sanctamque Fidem Nostram Respicientes. Para uskup di Belanda dan Belgia, para wakil mereka serta para pejabat Gereja lainnya diwajibkan untuk menyampaikan 32 pasal iman Katolik kepada semua imam diosesan dan imam reguler. Para imam tidak hanya harus mengkhotbahkannya di depan umum, tetapi juga harus mempertahankankannya dalam percakapan pribadi. 32 pasal iman Katolik tersebut dianggap sebagai salah satu rumusan ajaran Gereja Katolik yang paling tepat dan kemudian mengilhami beberapa dekrit Konsili Trente.

Peristiwa serupa juga terjadi di Universitas Cambridge setelah pada tanggal 1 Oktober 1553 Ratu Mary Tudor yang beragama Katolik dimahkotai sebagai penguasa di Inggris. Pada tanggal 17 Juni 1554 Stephen Gardiner yang menjabat sebagai Uskup Winchester dan Kanselir Universitas Cambridge mengirim surat kepada John Young yang menjabat sebagai Wakil Kanselir Universitas Cambridge berisi empat pasal iman Katolik yang harus dipertahankan dalam perdebatan agama melawan Thomas Cranmer yang akan diadakan di Oxford. Sebagai pelaksanaannya maka pada tanggal 24 Juni 1544 John Young mewajibkan empat pasal iman Katolik tersebut bagi seluruh calon mahasiswa dan calon alumnus Universitas Cambridge. Kemudian pada tanggal 24 Maret 1555 Stephen Gardiner mengirim surat kepada Wakil Kanselir Universitas Cambridge meminta supaya disusun pasal-pasal iman Katolik sebagai patokan resmi untuk menjaga Universitas Cambridge dari pengaruh ajaran Protestan. Surat ini disertai peraturan bahwa seseorang dilarang mengikuti pemungutan suara, dilarang diterima sebagai mahasiswa, dan dilarang lulus dari Universitas Cambridge jika tidak menyatakan diri tunduk kepada pasal-pasal iman Katolik yang akan disusun tersebut. Senat universitas memerintahkan tiga anggota senat yaitu Richard Atkinson, Thomas Sedgwicke, dan Henry Harvey untuk memenuhi permintaan ini yang kemudian menghasilkan ringkasan ajaran Gereja Katolik dalam bentuk 15 pasal iman Katolik. Akhirnya pada tanggal 1 April 1555 peraturan dari Stephen Gerdiner tersebut dimaklumkan kepada seluruh Universitas Cambridge disertai dengan 15 pasal iman Katolik yang dikenal dengan nama Quindecim Articuli quibus Academici Cantabrigenses ab Episcopo Gardinero Academiae Cancellario Subscribere Iubentur.

Kejadian di Universitas Leuven dan Universitas Cambridge pasti ada dalam pikiran Paus Pius IV ketika kemudian dia memasukkan persyaratan yang sama dalam bulla pendirian Universitas Negeri Duisburg yang direncanakan oleh Adipati Wilhelm von Jülich Kleve Berg, bahwa tidak seorang pun boleh diterima sebagai pengajar atau mahasiswa jika tidak mengucapkan sumpah sebagai berikut: “Aku … mengaku dan bersumpah bahwa aku percaya dan memegang iman sebagaimana Gereja Katolik yang kudus, apostolik, dan Romawi percaya, pegang, dan ajarkan. Bahwa aku tidak akan pernah menyimpang atau terpisah dari iman yang benar dan teguh ini dengan cara apa pun, bahwa aku tidak akan pernah mengambil bagian dalam perkumpulan bidah atau menerima mereka atau mendukung mereka dengan cara apa pun, tetapi akan menentang mereka dengan kemampuanku. Bahwa aku tidak akan membaca buku-buku berisi ajaran sesat dan tidak akan mempelajarinya tanpa izin tertulis dari Takhta Apostolik atau ordinarius atau inkuisitor". Namun ada keraguan di Roma mengenai apakah persyaratan ini akan dipenuhi, karena meskipun Adipati Wilhelm von Jülich Kleve Berg mengaku sebagai seorang Katolik tetapi dirinya menerima komuni dalam dua rupa dan dia dikelilingi para penganut Lutheran. Maka Roma mempercayakan pelaksanaan persyaratan tersebut kepada para duta Konsili Trente karena mereka dianggap lebih mampu memperoleh informasi yang dapat dipercaya. Para duta konsili sendiri tidak menjalankan keputusan bulla terutama karena adipati menolak memberhentikan rektor sekolah bahasa di Düsseldorf yaitu Johannes Monheim yang ajarannya tidak ortodoks. Para duta konsili tidak mengubah keputusan mereka bahkan setelah Kardinal Giovanni Morone mengambil alih kepemimpinan konsili menggantikan mendiang Kardinal Ercole Gonzaga. Paus mengabaikan permasalahan ini dan memaklumkan pendirian Universitas Negeri Duisburg melalui bulla Etsi Non Possumus tanggal 20 Juli 1564. Walaupun adipati tidak memanfaatkan toleransi paus, tetapi dapat dianggap pasti bahwa sumpah pengakuan iman yang diwajibkan akan menjadi batu sandungan. Dari sini dimulai tahap pembakuan sumpah pengakuan iman sebagaimana disampaikan oleh Commendone dalam laporannya: “bahwa di masa depan ketika sebuah universitas didirikan, para profesor diminta untuk bersumpah di hadapan uskup setempat, dan para mahasiswa diminta untuk bersumpah di hadapan rektor atau dekan fakultas”.

Commendone melakukan pengamatan lain dalam perjalanannya yang menunjukkan bahwa rumusan sumpah pengakuan iman diperlukan oleh Gereja Katolik. Selama kunjungannya ke kota Lübeck dia mengetahui bahwa seorang bernama Albert Thum telah terpilih sebagai uskup di Keuskupan Lübeck. Walaupun Albert Thum ini jelas tidak sepenuhnya Katolik, tetapi tampaknya dia bersedia memohon peneguhan dari paus atas pemilihannya. Commendone menulis: "Sejauh yang aku ketahui dari sedikit yang aku lihat di Jerman, aku berpikir bahwa bukan tanpa guna jika seseorang yang memohon peneguhan pemilihan uskup tetapi tidak datang langsung di Roma, diwajibkan untuk mengirim pengakuan iman yang ditandatangani olehnya sebagaimana sering diminta oleh Takhta Suci pada zaman bidah-bidah kuno untuk mengetahui dengan uskup mana saja dia dapat menerima komuni Ekaristi terutama karena hal ini menyangkut peneguhan pemilihan uskup." Di Perpustakaan Vatikan disimpan banyak rumusan pengakuan iman seperti itu. Commendone mungkin berpikir mengenai sumpah setia yang diperlukan dan diwajibkan pada Abad Pertengahan dalam penunjukan atau pelantikan pejabat negara, tetapi sumpah seperti ini tentu bukan pengakuan iman. Jenis sumpah pengakuan iman seperti itulah yang dibutuhkan Gereja Katolik, karena banyak penganut Lutheran mengaku sebagai Katolik sejati dan karena khususnya di daerah Jerman Utara sangat sedikit perubahan dalam liturgi sehingga hampir tidak terlihat perbedaan antara liturgi Lutheran dan liturgi Katolik.

Dorongan untuk merumuskan sumpah pengakuan iman yang harus diucapkan calon uskup ketika dilantik datang dari para uskup Prancis yang hadir di Konsili Trente. Konkordat Bologna tanggal 18 Agustus 1516 memberi hak kepada Raja Prancis untuk mencalonkan uskup bagi semua keuskupan dan abbas bagi biara yang terletak di tanah milik kerajaan. Setelah kematian Raja Henry II, hak mencalonkan uskup atau abbas dijalankan oleh anak-anaknya yaitu Raja Francis II dan Raja Charles IX yang dilahirkan dari Ratu Catherina de Medici yang adalah keponakan Paus Klemens VII. Namun hak ini dijalankan tanpa kepastian dan tanpa jaminan bahwa calon uskup atau calon abbas memegang teguh ajaran Katolik. Oleh karena itu pada musim gugur tahun 1561 Sebastiano Gualterio yang menjabat sebagai Uskup Viterbo dan nuntius untuk Kerajaan Prancis menyarankan paus supaya di masa depan paus tidak boleh menerima pencalonan uskup atau abbas kecuali telah terlebih dahulu menerima saran dari nuntius dan dua kardinal mengenai kehidupan dan rekam jejak calon uskup atau calon abbas dan supaya paus mewajibkan mereka mengirim rumusan pengakuan iman ke Roma.

Rumusan pengakuan iman yang sesuai dengan kebutuhan tersebut belum ada pada masa itu. Baru kemudian ketika perdebatan mengenai reformasi klerus dimulai di Konsili Trente pada bulan Mei 1563, teks pengakuan iman untuk kebutuhan tersebut pertama kali muncul. Rancangan dekrit yang diserahkan kepada konsili tanggal 10 Mei 1563 berisi rumusan pengakuan iman berjudul Formula Iuramenti Promovendorum in Episcopos Magistratuum et Iudicum ac Testium. Seluruh rancangan dekrit tersebut dipengaruhi oleh Kardinal Louis de Lorraine alias Kardinal de Guise yang ketika itu merupakan tokoh oposisi yang ditakuti di Konsili Trente. Rumusan tersebut mengacu pada contoh pengakuan iman Konsili Lateran IV yang menegaskan pengakuan mengenai pewahyuan seluruh kitab suci yang diakui sebagai kanon oleh Gereja; mengakui Gereja yang kudus, katolik dan apostolik di bawah kepemimpinan paus, yang iman dan ajarannya bebas dari kesesatan karena bimbingan Roh Kudus; dan menerima konsili-konsili ekumenis, tradisi Gereja, dan mufakat para Bapa Gereja. Rumusan pengakuan iman tersebut juga berisi ajaran mengenai tujuh sakramen, dimana ditekankan kehadiran nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi dan sifat kurban dari misa; diakhiri dengan janji ketaatan kepada Gereja Katolik, untuk membasmi ajaran-ajaran baru, untuk waspada terhadap perpecahan Gereja, dan untuk membenci ajaran-ajaran sesat.

Dalam bahasan mengenai sumber wahyu ilahi, Formula Iuramenti Promovendorum in Episcopos Magistratuum et Iudicum ac Testium mengutip pokok inti dekrit sesi keempat Konsili Trente mengenai Kitab Suci dan Tradisi. Rumusan pengakuan iman ini tidak memuat keputusan Konsili Trente mengenai dosa asal dan pembenaran tetapi dengan tegas menekankan kehadiran nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi dan sifat kurban dari misa, yaitu pokok-pokok ajaran yang paling kontroversial di Prancis dalam perselisihan dengan penganut Kalvinis. Jika dilihat sepintas maka Formula Iuramenti Promovendorum in Episcopos Magistratuum et Iudicum ac Testium tidak memuat dekrit dari tiga sesi terakhir Konsili Trente, karena walaupun dekrit-dekrit tersebut telah dirumuskan oleh konsili tetapi belum diteguhkan oleh paus.

Meskipun Kardinal de Lorraine ikut berperan dalam pembuatan rancangan Formula Iuramenti Promovendorum in Episcopos Magistratuum et Iudicum ac Testium, tetapi kemudian dia sendiri menolak rumusan tersebut pada pemungutan suara tanggal 14 Mei 1563 tanpa alasan yang jelas. Karena para Bapa Konsili yang lain mengikuti langkah Kardinal de Lorraine, maka Formula Iuramenti Promovendorum in Episcopos Magistratuum et Iudicum ac Testium dihapus dari rancangan dekrit. Tidak ada lagi rancangan rumusan pengakuan iman dalam dekrit-dekrit yang ditetapkan kemudian, termasuk dalam dekrit-dekrit sesi keduapuluhtiga tanggal 14 Juli 1563. Walaupun demikian, dalam sesi keduapuluhempat dalam dekrit De Reformatione (mengenai reformasi) bab 1 dan bab 12 para uskup dan pemegang keuntungan pastoral diwajibkan mengucapkan pengakuan iman tanpa kejelasan rumusan mana yang akan digunakan. Sesi terakhir Konsili Trente yaitu sesi keduapuluhlima tanggal 3 - 4 Desember 1563 dalam dekrit De Reformatione (mengenai reformasi) bab 2 juga mewajibkan para peserta konsili lokal termasuk patriarkh, primat, uskup agung, dan uskup untuk secara terbuka menyatakan ketaatan penuh kepada paus dan mewajibkan para pengajar di universitas supaya pada setiap awal tahun mengucapkan sumpah pengakuan iman.

Empat bulan kemudian pada April 1564 muncul satu rumusan pengakuan iman yang sedikit berbeda dengan Pengakuan Iman Trente dalam bulla Iniunctum Nobis. Pada tanggal 19 November 1562 Friedrich von Wied (keponakan Hermann von Wied yang telah digulingkan tahun 1543 karena beralih memeluk Agama Protestan) terpilih sebagai Uskup Agung Köln. Namun peneguhan paus atas pemilihan ini dan pemberian palium kepada Friedrich von Wied tertunda karena kekuatiran mengenai agama yang dianutnya. Friedrich von Wied membela pemberian komuni dalam dua rupa dan menerima para pendeta Protestan di keuskupanagungnya yang mana hal ini dilakukannya dengan melanggar peraturan Gereja dan tanpa izin paus. Pada tanggal 18 April 1564 Kardinal Clemente d’Olera yang menjabat sebagai kardinal pelindung Bangsa Jerman menggantikan Kardinal Otto Truchsess von Waldburg memberitahu Friedrich von Wied bahwa pemilihannya hanya dapat dikukuhkan paus dan palium diberikan kepadanya jika dia menjalankan keputusan sesi keduapuluhempat Konsili Trente dalam bab pertama dekrit mengenai pembaruan hidup klerus, dengan mengajukan rumusan pengakuan iman yang diperlukan kepada kardinal pelindung Bangsa Jerman atau wakilnya sehingga kardinal pelindung Bangsa Jerman atau wakilnya dapat mengajukan persetujuan resmi dalam konsistori. Selain itu Kardinal d’Olera juga menuntut Friedrich von Wied agar dirinya memberi tahu para uskup suffragannya mengenai peraturan baru proses pengajuan calon uskup supaya para kapitel katedral mematuhi peraturan yang ditetapkan Konsili Trente dalam hal pemilihan uskup. Kardinal d’Olera melampiri suratnya dengan sebuah rumusan pengakuan iman untuk ditandatangani oleh Friedrich von Wied. Surat ini masih terawat sampai sekarang dan berisi rumusan pengakuan iman yang sama dengan teks pengakuan iman dalam bulla Iniunctum Nobis dengan sedikit perbedaan. Friedrich von Wied tidak menandatangani rumusan pengakuan iman ini dan memilih untuk mengundurkan diri dari keuskupanagungnya.

Satu hal yang pasti adalah bahwa rumusan pengakuan iman yang sama dengan Pengakuan Iman Trente sudah ada di Roma setengah tahun sebelum dimaklumkannya bulla Iniunctum Nobis dan bahwa rumusan pengakuan ini selaras dengan dekrit-dekrit Konsili Trente yang ketika itu sudah lengkap dan sudah diteguhkan secara lisan oleh paus. Bahkan sebelum bulla peneguhan penutupan Konsili Trente dimaklumkan pada bulan Juni 1564, rumusan pengakuan iman tersebut telah diserahkan secara resmi oleh wakil kardinal pelindung Bangsa Jerman kepada calon Uskup Agung Köln untuk ditandatangani. Sangat kecil kemungkinannya rumusan pengakuan iman tersebut berasal dari Konsili Trente, setidaknya kesimpulan ini didukung oleh tidak adanya sumber apapun yang menunjukkan bahwa rumusan pengakuan iman tersebut berasal dari Konsili Trente. Bagaimanapun juga Kardinal d’Olera membuat supaya peneguhan paus tergantung pada penerimaan pengakuan iman oleh uskup agung terpilih. Sebelum menjadi kardinal pelindung Bangsa Jerman, Kardinal d’Olera adalah anggota Inkuisisi Romawi yang komisarisnya adalah Kardinal Antonio Ghislieri yang kelak menjadi Paus Pius V. Berdasarkan peristiwa-peristiwa tersebut, Prof. Hubert Jedin berkesimpulan bahwa kemungkinan awal mula Pengakuan Iman Trente harus dicari dalam kerangka sejarah Inkuisisi Romawi.

Sekira 300 tahun kemudian yaitu pada tanggal 20 Oktober 1870 Konsili Vatikan I ditutup dengan surat apostolik Postquam Dei Munere dari Paus Pius IX. Konsili tersebut menghasilkan dua konstitusi dogmatik yaitu konstitusi dogmatik Dei Filius mengenai iman dan akal sehat, dan konstitusi dogmatik Pastor Aeternus mengenai keutamaan dan kekebalsesatan paus. Dalam sebuah pertemuan dengan para kardinal, Paus Pius IX menghendaki supaya Pengakuan Iman Trente juga memuat pokok ajaran Konsili Vatikan I. Oleh karena itu dalam dekrit Quod a Priscis Ecclesiae tanggal 20 Januari 1877 yang ditandatangani oleh prefeknya yaitu Kardinal Prospero Caterini, Kongregasi Suci untuk Konsili menambah frasa ”et ab oecumenico Concilio Vaticano tradita, definita et declarata, praesertim de Romani Pontificis primatu et infallibili magisterio” setelah frasa ”ac praecipue a sacrosancta Tridentina Synodo” di dalam Pengakuan Iman Trente.

Daftar Pustaka

  • Jedin, Hubert, 1976, Zur Entstehung der Professio Fidei Tridentina, dalam Theologisches nr. 76, Josef Kral, Abensberg.
  • Pennacchi, Giuseppe & Piazzesi, Vittorio, 1908, Acta Sanctae Sedis vol. 10, Typographia Polyglotta Sacra Congregatio de Propaganda Fide, Roma.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya