Lundu Panjaitan
Lundu Panjaitan, S.H., M.A.[1] (lahir 9 April 1941) adalah seorang politisi dan birokrat Sumatera Utara. Dia memulai karier di birokrasinya sebagai Ahli Tata Usaha di Kantor Gubernur Sumatera Utara dan menjadi Bupati Tapanuli Tengah pada tahun 1980. Sejak itu, dia diangkat di beberapa jabatan posisi tinggi di Sumatera Utara seperti Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara, Bupati Tapanuli Utara, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Sumatera Utara, dan Wakil Gubernur Sumatera Utara. Dia bersaing di Pemilu 2004 sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dan kalah. Meskipun kalah, dia dipanggil untuk menjadi anggota DPD menggantikan Raja Inal Siregar yang tewas karena Kecelakaan Pesawat Mandala Airlines. Riwayat HidupKehidupan AwalLundu dilahirkan pada tanggal 9 April 1941 di Desa Pangaribuan, Tapanuli Utara sebagai anak petani. Dia memulai sekolahnya di Sekolah Rakyat lulus tahun 1953, SMP lulus tahun 1956, dan SMA lulus tahun 1959. Setelah lululs dari SMA, Lundu melanjutkan pendidikanya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dia lulus kuliah dengan memperoleh gelar sarjana hukum.[2] Selama masa perkuliahannya, dia bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia.[3] KarierSetelah lulus, Lundu mulai bekerja di kantor Gubernur Sumatera Utara sebagai Ahli Tata Usaha dan juga bekerja sebagai pengacara. Karena kepiawaanya sebagai pengacara, dia mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi Tata Laksana pada tahun 1978.[4] Pada masa itu, Lundu juga menjadi dosen di Universitas 17 Agustus 1945.[5] Bupati Tapanuli TengahLundu dilantik sebagai Bupati Tapanuli Tengah pada tanggal 5 September 1980. Masa jabatannya berakhir pada tanggal 5 September 1985.[6] Selama menjabat sebagai Bupati Tapanuli Tengah, pemerintah pusat mulai memberikan dana INPRES. Dananya disalurkan ke kepala desa melalui akun bank di Bank Rakyat Indonesia. Lundu mendukung dana bantuan dengan memberikan contoh bahwa penggunaan dana bantuan digunakan untuk membangun jalan yang bisa dilalui bis dan truk yang dibangun secara gotong royong oleh 5000 penduduk desa. Dia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mewajibkan para kepala desa untuk menyerahkan laporan resmi ke pemerintah kabupaten sehingga dananya tidak disalahgunakan.[7] Setelah masa jabatan sebagai Bupati Tapanuli Tengah berakhir pada tahun 1986, Lundu diangkat oleh Gubernur Sumatera Utara sebagai Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara.[4] Bupati Tapanuli UtaraPada tanggal 16 Februari 1989, Lundu dilantik sebagai Bupati Tapanuli Utara. Selama masa jabatannya, Lundu memberlakukan berbagai kebijakan seperti Safari Martabe, pembentukan Lembaga Adat Dalihan Na Tolu, dan menyatukan Huria Kristen Batak Protestan kembali setelah sempat terjadi perpecahan. Gerakan MartabeGerakan Martabe (singaktan dari Marsipature Hutana Be yang artinya saling membangun kampung masing-masing) pertama kali disampaikan oleh Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar di Sipirok pada tanggal 24 Desember 1988. Tujuan dari gerakan ini adalah memberikan kesadaran kepada perantau yang berasal dari Sumatera Utara untuk membangun kampung halamannya di Sumatera Utara. Gerakan ini diresmikan pada tanggal 1 November 1989 Tanjung Ibus, Langkat. Berhubung Tapanuli Utara mayoritas dihuni oleh Suku Batak Toba, Lundu menysar gerakan ini kepada perantau Batak di luar Sumatera Utara dan luar negeri. Lundu memberlakukan versi lain Gerakan Martabe dengan memberi julukan Safari Martebe. Beberapa pejabat pemerintah dan penduduk desa dari Tapanuli Utara diikut sertakan ke Jakarta sebagai bagian dari Safari Martabe. Sebuah konser Safari Martabe diadakan di Jakarta Convention Center. Konsernya memiliki semboyan Di Ingot Ho Dope? (Apakah kamu masih ingat?) dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bagi para perantau Batak Toba tentang kampung halamanya (Bona Pasogit). Konsernya sukses menggalang dana sebesar Rp257.000.000 dan pada April 1991 Gerakan Martabe berhasil mendapatkan uang sebesar Rp2.2 triliun. Dana yang diperoleh melalui Safari Martabe dialokasikan untuk membangunan fasilitas publik. Lapangan sepak bola di semua kampung di Tapanuli Utara dibangun, pengusaha Batak Toba mendanai pembentukan asosiasi sepak bola di Tapanuli Utara, dan orang Batak Toba di Komisi Tinju melakukan serangkaian lobi untuk mengadakan kompetisi tinju profesional Indonesia di Tarutung, ibu kota Tapanuli Utara yang mana Toga Simamora, seorang petinju beretnis Batak Toba, menjadi pemenang.[8] Pembangunan dan perbaikan lainnya dilakukan pada jalan, irigasi, rumah ibadah, sektor pendidikan, dan lahan pertanian.[9] Dalihan Na ToluDalihan Na Tolu (Tungku Berkaki Tiga) adalah tiga filosofi utama dalam kehidupan orang Batak. Lundu memutuskan untuk mewujudkan filosofi ini dan menggabungkannya dengan Pancasila di sebuah lembaga yang nantinya bernama Dalihan Na Tolu. Perda No.10 tahun 1990 diberlakukan dan menjadi dasar hukum buat lembaga Dalihan Na Tolu.[10] Pasal 4 dari perda menyebutkan bahwa organisasi ini bermaksud untuk mengakomodasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan tradisional orang Batak Toba di Tapanuli Utara sehingga tradisinya bisa berfokus kepada pembangunan nasional.[10] Struktur organisasi Dalihan Na Tolu terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, seorang sekretaris, dan beberapa anggota dengan jangka waktu lima tahun. Anggota Dalihan Na Tolu dipilih dari tokoh-tokoh tradisional Batak.[11] Anggota Dewan Perwakilan DaerahLundu mencalonkan diri sendiri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di Pemilu 2004.[12] Meskipun dia memperoleh suara sebesar 217.838 (4.13%) dan berada di posisi keenam, dia tidak mendapatkan kursi.[13] Kesempatan Lundu sebagai pengganti sementara muncul ketika dua anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Sumatera Utara, Abdul Halim Harahap dan Raja Inal Siregar tewas dalam kecelakaan penerbangan Mandala Airlines Penerbangan 91. Merujuk kepada Undang-Undang, jika ada anggota DPD yang sudah dilantik itu meninggal atau mengundurkan diri, lalu orang yang berada diperingkat bawah menjadi pengganti. Karena Abdul Halim Harahap berada diperingkat pertama sedangkan Raja Inal Siregar diperingkat ketiga dan calon anggota yang berada diperingkat kedua dan keempat sudah mendapatkan kursi di DPD, maka yang berada diperingkat lima (Parlindungan Purba) dan yang diperingkat enam (Lundu Panjaitan) berhak untuk menggantikan Abdul Halim Harahap dan Raja Inal Siregar.[14] Lundu dan Parlindungan dilantik sebagai anggota DPD pada tanggal 3 Maret 2006.[15][16] Kehidupan setelahnyaSetelah masa jabatanya sebagai wakil gubernur berakhir, Lundu menjadi komisaris independen di PT. Toba Pulp Lestari, sebuah perusaahan yang memproduksi bubur kayu, sejak tanggal 15 Agustus 2003.[17] Pada Pemilihan umum Indonesia 2019, Lundu diangkat sebagai anggota dewan pengarah dalam tim Kampanye Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2019 cabang Sumatera Utara.[18] Referensi
Bibliografi
|