Omni Inovasi Indonesia
PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (sebelumnya bernama PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk atau Tiphone) adalah perusahaan di bidang ritel dan distribusi produk perangkat telekomunikasi berupa ponsel dengan suku cadangnya, aksesoris, pulsa, jasa perbaikan, dan penyediaan konten.[1] Direktur utama perseroan sejak tahun 2011 terakhir adalah Tan Lie Pin.[1] Perusahaan ini telah bekerjasama dengan penyedia layanan telekomunikasi seluler seperti Telkom, Telkomsel, dan PT XL Axiata untuk mengecerkan paket kartu perdana prabayar dan voucher.[1] Saat ini sahamnya disuspen (tidak bisa diperdagangkan di semua pasar) oleh Bursa Efek Indonesia karna belum bisa melunasi hutang jatuh tempo yang berjumlah triliunan, ekuitas nya negatif menandakan jumlah kewajiban lebih besar daripada aset yang dimiliki. Banyak investor terjebak di saham perusahaan ini, bulan Juli 2022 emiten Tiphone Mobile Indonesia (TELE) akan memasuki masa suspensi 24 bulan maka sesuai aturan BEI suatu emiten yang telah memasuki masa suspensi 24 Bulan sudah memenuhi syarat untuk Delisting. Perjalanan usahaAwal perjalanan usaha dimulai sebagai pedagang ponsel bermerek lokal Tiphone. Lalu pada Juli 2008, perusahaan ini perusahaan ini mendirikan anak usaha yang bergerak di bidang jasa reparasi telepon seluler yaitu PT Setia Utama Service (SUS) dan anak perusahaan lainnya yang bererak di bidang pengadaan konten ponsel yakni PT Setia Utama Media Aplikasi (SUMA).[1] Selanjutnya di awal tahun 2011, perusahaan ini mengakuisi PT Telesindo Shop (TS) dan PT Excel Utama Indonesia (EUI).[1] Pemegang sahamPemegang saham menurut situs resmi Tiphone mulanya dipegang oleh PT Upaya Cipta Sejahtera sebesar 75% dengan nilai 300.000.000.000.[2] Pemegang kedua adalah PT Esa Utama Inti Persada sebesar 25% dengan nilai 100.000.000.000.[2] Lalu, pada 19 Mei 2014, Telkom Group melalui anak usahanya, PT Pins Indonesia, membeli saham TELE sebesar 25% dengan nilai Rp 1,39 triliun.[3] Harga per saham yang ditawarkan seharga Rp 790 per saham.[4] Saham ini dibeli dari pemegang saham TELE yaitu Boquete Group SA, Interventures Capital Pte Ltd, PT Sinarmas Asset Management, dan Top Dollar Invesment Limited senilai Rp 876,70 miliar lalu ditambah dengan eksekusi penambahan modal tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMT-HMETD) TELE sebanyak 638,05 juta saham dengan nilai Rp 518,23 miliar.[3][4] Dan total bersih seluruh pembelian saham adalah Rp 1,39 dan selesai dibeli pada 18 September 2014.[3][4] Menurut BUMN telekomunikasi tersebut, investasinya di perusahaan milik Hengky Setiawan ini disebabkan saat itu kinerjanya nampak terlihat prospektif, sebagai distributor voucher pulsa terbesar dan memiliki jaringan yang luas. Setelah pembelian diklaim bahwa kinerja anak usaha Telkom, Telkomsel meningkat berkat Tiphone. Namun, masalah mencuat ketika nilai investasinya di Tiphone terus merosot, dari Rp 1,17 triliun, menjadi Rp 485 miliar dan akhirnya nol seiring kesulitan keuangan di Tiphone. Hal ini tentu merugikan Telkom dan negara sebagai pemegang sahamnya.[5] Menurut penelusuran majalah Tempo, diduga ada "permainan kotor" yang melibatkan PT Sinar Mas Multiartha Tbk dan Hengky dalam masuknya Telkom di perusahaan ini.[6] Referensi
|