Paradoks kemahakuasaanParadoks kemahakuasaan (bahasa inggris: Omnipotence Paradox) adalah sebuah paradoks yang muncul dalam pemahaman kemahakuasaan. Singkatnya, paradoks ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kemahakuasaan sebuah entitas itu tidak logis melalui metode reductio ad absurdum. Paradoks ini sudah ada semenjak abad pertengahan, yang kemudian dibahas oleh filsuf dan teolog, seperti Ibnu Rusyd[1] dan Thomas Aquinas.[2] Bentuk ArgumenVersi paradoks kemahakuasaan yang paling terkenal adalah paradoks batu: "Bisakah Tuhan menciptakan batu yang begitu berat sehingga Dia sendiri tidak dapat mengangkatnya?", Ini adalah pertanyaan paradoks. Jika Tuhan dapat menciptakan sesuatu yang tidak dapat Dia angkat, maka Dia bukan mahakuasa (karena dia tidak bisa mengangkatnya). Demikian pula, jika Tuhan mampu mengangkat batu tersebut, maka Tuhan telah menciptakan sesuatu yang tidak dapat Dia angkat, yang mengarah pada hasil yang sama.[3] Jawaban yang DiusulkanPertanyaan yang InvalidGeorge I. Mavrodes menanggapi paradoks ini dengan menyatakan bahwa pertanyaan itu sendiri saling bertentangan (kontradiktif). Ia menulis:
Selain itu, ia juga menekankan bahwa pertanyaannya hanyalah pertanyaan receh (sophistry). Misalkan, orang yang menggunakan paradoks ini bersikeras bahwa pertanyaannya merupakan pertanyaan yang invalid. Kemudian, kita "iya"-kan bahwa Tuhan bisa menciptakan batu sejenis itu. Sekilas, memang terlihat seakan-akan kita akan jatuh ke dalam paradoks itu lagi; Namun, sebenarnya tidak. Sebabnya, orang itu tetap harus mengakui kemahakuasaan Tuhan, karena Tuhan berhasil membuat batu sejenis itu. Orang tersebut tidak bisa melakukan standar ganda. Memang terkesan kontradiktif, tetapi justru inilah yang menjadi bukti bahwa pertanyaan tersebut kontradiktif. Dengan demikian, paradoks ini merupakan pertanyaan yang invalid. Catatan kaki
|