Pengibaran Bendera di Iwo JimaPengibaran Bendera di Iwo Jima (bahasa Inggris: Raising the Flag on Iwo Jima) adalah foto bersejarah yang dipotret pada 23 Februari 1945 oleh Joe Rosenthal. Foto ini menggambarkan lima prajurit Marinir dan seorang prajurit Korps Medis Angkatan Laut Amerika Serikat yang sedang mengibarkan bendera Amerika Serikat di puncak Gunung Suribachi selama Pertempuran Iwo Jima dalam Perang Dunia II. Foto ini sangat populer, dan telah beribu-ribu kali dicetak ulang dalam berbagai terbitan. Hadiah Pulitzer untuk Fotografi diraih oleh foto ini pada tahun yang sama dengan tahun pertama kali foto ini dipublikasikan. Di Amerika Serikat, foto ini dianggap sebagai salah satu foto perang yang paling penting dan paling berharga, dan mungkin sebagai foto yang paling banyak direproduksi dalam sejarah.[1] Tiga dari enam prajurit yang ada dalam foto, Franklin Sousley, Harlon Block, dan Michael Strank tewas terbunuh selama pertempuran, sedangkan tiga prajurit lainnya yang selamat, John Bradley, Rene Gagnon, dan Ira Hayes menjadi selebriti setelah dikenali sebagai prajurit yang ada dalam foto. Foto ini di kemudian hari dipakai sebagai model oleh Felix de Weldon ketika membangun Monumen Peringatan Perang Korps Marinir Amerika Serikat yang lokasinya berada di seberang Taman Makam Pahlawan Arlington di pinggiran kota Washington, D.C.. Latar belakangPada 19 Februari 1945, sebagai bagian dari strategi lompat pulau untuk mengalahkan tentara Kekaisaran Jepang, Amerika Serikat menginvasi Iwo Jima. Iwo Jima mulanya tidak dijadikan sasaran, tetapi setelah Filipina jatuh dengan mudah, pihak Amerika Serikat membutuhkan waktu lama sebelum melakukan invasi ke Okinawa. Iwo Jima terletak di pertengahan jalan antara Jepang dan pangkalan pengebom jarak jauh Amerika Serikat di Kepulauan Mariana. Tentara Jepang menggunakan Iwo Jima sebagai stasiun radio peringatan dini yang menyiarkan sinyal radio peringatan serangan pengebom Amerika Serikat yang menuju ke pulau-pulau utama Jepang. Setelah Iwo Jima direbut Amerika Serikat, Jepang kehilangan sistem peringatan dini. Amerika Serikat kemudian memakai Iwo Jima sebagai landas pacu untuk pendaratan darurat pesawat-pesawat pengebom yang rusak, dan telah menyelamatkan banyak nyawa orang Amerika Serikat.[2] Iwo Jima adalah sebuah pulau vulkanik yang berbentuk seperti sebuah trapesium. Marinir yang mendarat di pulau ini menjulukinya potongan daging babi berwarna kelabu. Sewaktu menyerbu ke Iwo Jima, prajurit Marinir Amerika Serikat tewas dalam jumlah besar karena pulau ini dijaga dengan ketat oleh Jepang. Pemandangan Iwo Jima didominasi oleh Gunung Suribachi (166 m). Gunung Suribachi adalah sebuah gunung berapi tidak aktif yang berada di ujung selatan pulau. Dalam pembagian geografi Jepang, Iwo Jima berada di bawah administrasi Prefektur Tokyo. Pulau ini merupakan pulau Jepang pertama yang direbut oleh Amerika Serikat. Bagi pihak Jepang, mempertahankan pulau ini dari serbuan Amerika Serikat sama halnya dengan mempertahankan suatu kehormatan. Secara taktis, puncak Suribachi merupakan tempat terpenting di Iwo Jima. Dari puncak Suribachi yang strategis, tentara Jepang yang mempertahankan Iwo Jima dapat menembakkan artileri secara tepat ke arah tentara Amerika yang mendarat di pantai. Pulau ini dipertahankan tentara Jepang yang bersembunyi di dalam rangkaian bunker-bunker dan gardu pertahanan. Tidak jarang setelah prajurit Marinir melumpuhkan sebuah gardu pertahanan dengan sebuah granat atau pelontar api, beberapa menit kemudian tembakan kembali menyalak dari lubang yang sama. Prajurit infanteri Jepang dapat menyelinap keluar masuk ke dalam gardu pertahanan yang dihubungkan dengan rangkaian terowongan bawah tanah yang rumit. Usaha tentara Amerika Serikat terutama difokuskan untuk mengisolasi dan merebut Gunung Suribachi, dan usaha ini tercapai empat hari setelah pertempuran dimulai pada 23 Februari 1945. Walaupun Suribachi sudah direbut, pertempuran berkepanjangan masih berlangsung, dan Iwo Jima tidak bisa dikatakan "aman" hingga 31 hari kemudian, pada 26 Maret 1945. Pengibaran bendera pertamaFoto terkenal hasil jepretan Rosenthal sebenarnya mengabadikan peristiwa pengibaran bendera yang kedua kalinya pada hari itu. Peristiwa pengibaran bendera Amerika Serikat yang pertama di atas Gunung Suribachi berlangsung segera setelah direbutnya puncak Suribachi pada pagi hari sekitar pukul 10.20 tanggal 23 Februari 1945. Komandan Batalion II, Chandler Johnson memerintahkan Kapten Dave E. Severance untuk mengirimkan sebuah peleton yang segera naik ke atas gunung.[4] Severance, komandan Easy Company (Batalion II, Resimen Marinir 28, Divisi Marinir V) memerintahkan Letnan Satu Harold G. Schrier untuk memimpin patroli. Sebelum Schrier naik ke puncak gunung, Letnan Kolonel Chandler Johnson memberikannya sehelai bendera, dan berkata, "Bila kau sampai di atas puncak, kibarkan." Ajudan Johnson, Letnan Dua Greeley Wells mengambil bendera berukuran 54 x 28 inci (137 x 71 sentimeter) tersebut dari kapal angkut mereka, USS Missoula (APA-211).[5] Tim patroli tidak menemui perlawanan tentara Jepang dan berhasil mencapai puncak gunung. Di atas puncak gunung, mereka mengibarkan bendera, dan difoto oleh Sersan Kepala Louis R. Lowery, fotografer dari majalah Leatherneck.[6][7][8] Saksi mata lain yang hadir pada pengibaran bendera yang pertama, termasuk Kopral Charles W. Lindberg, Sersan Peleton Ernest I. Thomas Jr., Sersan Henry O. "Hank" Hansen, dan Prajurit I James Michels.[9] Bendera yang pertama kali dikibarkan berukuran kecil, namun cukup terlihat dengan jelas dari pantai pendaratan yang berdekatan.
Gemuruh kendaraan para marinir di darat dan memekikkannya suara peluit kapal membuat resah tentara Jepang yang sedang berada di dalam bunker-bunker gua mereka. Tentara Amerika segera menjadi sasaran tembakan Jepang, tapi dengan segera dapat meredakan ancaman Jepang. Satu-satunya kerugian berupa kamera milik Lowery.[12] Pengibaran bendera keduaDi bawah perintah Kolonel Chandler Johnson, Kapten Severance, Sersan Michael Strank, Kopral Harlon H. Block, Prajurit I Franklin R. Sousley, dan Prajurit I Ira H. Hayes menghabiskan pagi hari 23 Februari bekerja memasang kabel telepon hingga ke puncak Suribachi. Severance juga memerintahkan seorang pesuruh, Prajurit Satu Rene A. Gagnon agar bergegas ke markas komando untuk mengambil baterai walkie-talkie SCR-300 yang baru. Sementara itu, menurut sejarah resmi Korps Marinir, Letnan Tuttle menemukan sebuah bendera yang lebih besar (244 cm x 142 cm) di atas Kapal Pendarat Tank LST 779. Tuttle segera kembali ke markas, dan menyerahkannya kepada Letkol Johnson. Dari Letkol Johnson, bendera diberikan kepada Prajurit I Gagnon yang diperintahkannya untuk membawa bendera tersebut ke puncak Suribachi dan mengibarkannya.[13] Menurut versi resmi dari Korps Marinir, Letnan Tuttle menerima bendera dari Letnan Muda Alan Wood dari LST 779 yang memperoleh bendera tersebut dari depot logistik di Pearl Harbor. Namun bukti-bukti dari Kantor Sejarah Penjaga Pantai Amerika Serikat mendukung klaim Robert Resnick (Kopral Kepala PP) yang bertugas di LST 758. "Sebelum meninggal pada bulan November 2004, Resnick berkata bahwa Prajurit I Gagnon naik ke atas LST-758 pada pagi hari 23 Februari mencari-cari sehelai bendera. Resnick menyatakan bahwa dirinya mengambil sehelai dari kotak bendera, dan meminta izin dari perwira komando Letnan Felix Molenda untuk memberikannya. Resnick tetap membisu mengenai keiikutsertaannya dalam peristiwa ini hingga tahun 2001."[14] Bendera tersebut dijahit oleh Mabel Sauvageau, seorang pekerja di "gudang bendera" Galangan Kapal Angkatan Laut Kepulauan Mare.[15] Para marinir sampai di puncak Suribachi sekitar tengah hari. Gagnon menyusul kemudian untuk bergabung dengan mereka. Walaupun di daerah sekitarnya masih banyak dipertahankan prajurit Jepang, patroli yang terdiri dari 40 prajurit tersebut sampai di puncak Suribachi tanpa sekali pun dijadikan sasaran tembak. Ketika itu, tentara Jepang sedang direpotkan oleh serangan Amerika Serikat.[16] Sementara itu, Rosenthal bersama fotografer Korps Marinir Bob Campbell dan Bill Genaust (Genaust tewas dalam pertempuran, 9 hari setelah pengibaran bendera)[17] sedang mendaki Gunung Suribachi. Di tengah perjalanan menuju puncak, ketiganya bertemu dengan Lowery (fotografer yang mengabadikan peristiwa pengibaran bendera pertama). Rosenthal dan kawan-kawan sedang berpikir-pikir untuk turun saja, namun disarankan Lowery untuk terus naik. Menurut Lowery, puncak Suribachi merupakan titik pengamatan yang sangat bagus untuk memotret.[12] Trio yang dipimpin Rosenthal sampai di puncak Suribachi ketika para marinir sedang memasang bendera ke sebatang pipa air tua bekas Jepang. Setelah meletakkan kamera model Speed Graphic miliknya di tanah, Rosenthal menyusun batu-batu sebagai pijakan agar dirinya bisa berdiri lebih tinggi dan menghasilkan foto yang lebih baik. Kamera Rosenthal disetel dengan kecepatan rana 1/400 per detik dan f-stop antara 8 dan 16. Rosenthal hampir saja kehilangan momentum karena sibuk menyusun batu-batu. Ditemani Phm2c John H. Bradley (Sersan Dua AL), kelima marinir mulai menaikkan bendera Amerika Serikat. Sadar dirinya akan kehilangan momentum, Rosenthal segera mengangkat kameranya ke atas dan memotret peristiwa pengibaran bendera tanpa lebih dulu mengintip dari penemu pandang.[18] Sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut, Rosenthal menulis,
Bill Genaust berdiri hampir berdampingan dengan Rosenthal, sekitar 27,5 m dari lokasi pengibaran bendera. Genaust memfilmkan peristiwa dengan sebuah kamera gambar hidup. Film yang dihasilkannya merekam peristiwa pengibaran bendera dari sudut pengambilan gambar yang hampir identik dengan potret terkenal karya Rosenthal. Dari enam prajurit yang ada dalam potret, Michael Strank, Rene Gagnon, Ira Hayes, Franklin Sousley, John Bradley, dan Harlon Block, hanya tiga orang di antaranya yang selamat kembali dari pertempuran (Hayes, Gagnon, dan Bradley). Strank tewas enam hari setelah peristiwa pengibaran bendera, terhajar peluru meriam yang kemungkinan berasal dari kapal perusak Amerika Serikat yang berada di lepas pantai, jantungnya robek. Block tewas akibat serangan mortir beberapa jam setelah Strank tewas. Sousley adalah pengibar bendera yang terakhir tewas dalam pertempuran. Ia terbunuh oleh seorang penembak gelap pada 21 Maret 1945, beberapa hari sebelum Iwo Jima dinyatakan aman.[19] Penerbitan dan tuduhan rekayasaSetelah memotret pengibaran bendera, Rosenthal mengirimkan filmnya ke Guam untuk dicuci dan dicetak.[20] George Tjaden dari Hendricks, Minnesota kemungkinan adalah teknisi studio foto yang mencetaknya. Setelah melihat foto tersebut, redaktur foto dari AP berseru, "Ini dia foto terbesar sepanjang zaman!" dan segera mengirimkan foto tersebut melalui radiofax ke markas besar AP di New York pada pukul 07.00 pagi Waktu Perang Amerika Utara Bagian Timur.[21] Setelah diedarkan kantor berita, foto tersebut segera dipakai oleh ratusan surat kabar. Foto bersejarah tersebut "diedarkan oleh Associated Press hanya dalam waktu tujuh belas setengah jam setelah dipotret oleh Rosenthal--waktu yang sangat cepat dan mengherankan untuk ukuran waktu itu." Walaupun demikian, foto ini bukan tanpa kontroversi. Setelah memotret peristiwa pengibaran bendera yang kedua, Rosenthal meminta Marinir dari Easy Company untuk berpose dalam sebuah foto bersama alias foto "gung-ho".[22] Peristiwa ini juga difilmkan oleh Bill Genaust.[23] Beberapa hari setelah memotret, Rosenthal kembali ke Guam. Ia ditanya apakah prajurit yang tampil dalam foto disuruh berpose atau tidak. Rosenthal ketika itu berpikir bahwa orang bertanya kepadanya soal foto bersama para prajurit, dan menjawab "Ya, sudah pasti." Setelah itu, koresponden Time-Life Robert Sherrod mengatakan kepada redakturnya di New York bahwa foto pengibaran bendera jepretan Rosenthal adalah hasil rekayasa. Acara radio majalah TIME, Time Views the News mengudarakan laporan yang menuduh "Rosenthal mendaki Suribachi setelah bendera sudah dikibarkan... Seperti sebagian besar fotografer [dia] tidak dapat menahan diri untuk meminta objek fotonya agar berpose di depan kamera seperti halnya foto bersejarah."[1] Sebagai reaksi dari laporan ini, Rosenthal berulang kali dituduh fotonya sebagai hasil rekayasa atau menutup-nutupi peristiwa pengibaran bendera yang pertama. Salah seorang penulis tinjauan buku New York Times bertindak lebih jauh dengan menyarankan Hadiah Pulitzer yang diberikan kepada Rosenthal agar dicabut.[1] Selama berpuluh-puluh tahun, Rosenthal berulang kali menyangkal dengan lantang segala tuduhan-tuduhan yang mengatakan peristiwa pengibaran bendera tersebut adalah hasil rekayasa. "Aku kira bukan sifatku untuk melakukan hal-hal seperti ini... Aku tidak tahu bagaimana meyakinkan setiap orang mengenai arti dari pengulangan yang terus menerus Aku lakukan selama 50 tahun."[1] Film yang direkam Genaust juga membuktikan tidak benarnya tuduhan rekayasa di balik potret pengibaran bendera tersebut. Obligasi perang ke-7 dan kontroversi orang keenamSetelah melihat foto karya Rosenthal, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt sadar bahwa foto tersebut bisa dipakai sebagai iklan promosi obligasi perang ke-7, dan memerintahkan para prajurit Marinir dalam foto diidentifikasi dan dipulangkan. Para Marinir dipulangkan setelah pertempuran berakhir. Setelah foto dibesarkan, Rene Gagnon mengenali rekan-rekannya dalam foto, namun menolak untuk mengidentifikasi prajurit keenam (Hayes), dan bersikeras dirinya telah berjanji untuk merahasiakan nama prajurit keenam dalam foto.[24] Gagnon telah berjanji untuk tidak mengungkap identitas Hayes hanya karena Hayes membenci Gagnon dan telah mengancam untuk membunuhnya.[25] Setelah dibawa ke markas besar Korps Marinir dan diberi tahu bahwa dirinya diperintahkan membeberkan semua informasi atas perintah Presiden, dan menolak perintah berarti kejahatan serius, Gagnon pada akhirnya mengaku prajurit keenam adalah Hayes. Gagnon juga salah mengidentifikasi Harlon Block sebagai Sersan Henry O. "Hank" Hansen yang tewas dalam pertempuran (tapi secara kebetulan ikut dalam peristiwa pengibaran bendera yang pertama). Pada awalnya, identifikasi yang dilakukan John Bradley persis dengan pengakuan Gagnon. Namun pada 8 April 1945, Korps Marinir secara resmi merilis identifikasi kelima pengibar bendera (termasuk Hansen), sementara identitas Sousley ditahan untuk sementara hingga pemberitahuan bahwa dirinya telah gugur dalam perang diterima oleh keluarga. Ketiga prajurit yang selamat dibawa keliling dalam tur promosi penjualan obligasi perang. Tur promosi ini sukses mengumpulkan uang sejumlah AS$26,3 juta, dua kali lipat dari jumlah yang diharapkan sebelumnya.[26] Kesalahan identifikasi Harlon Block sempat menjadi tanda tanya besar. Belle Block, sang ibu menolak laporan identifikasi resmi nama-nama prajurit dalam foto, berkata bahwa dirinya "telah mengganti begitu banyak popok dari pantat anak itu. Aku tahu dia putraku." Segera setelah tiba di Washington, D.C., 19 April, Hayes memperhatikan bahwa ada kesalahan identifikasi dalam foto. Ia memberitahu perwira humas Marinir yang mengurusinya selama berada di Washington, D.C., namun diminta agar bungkam oleh perwira humas karena identifikasi yang resmi sudah telanjur disiarkan.[27] Setahun setengah berlalu, di tengah depresi dan alkoholisme yang dideritanya sekembali dari perang, Ira Hayes pergi ke Texas dengan cara menumpang mobil orang. Hayes memberi tahu keluarga Block bahwa memang benar Block adalah pengibar bendera yang keenam.[28]
Belle, ibu Block segera menulis surat ke anggota Kongres Milton West yang mewakili daerah tempat tinggalnya. West yang menerima surat tersebut meneruskannya kepada Komandan Korps Marinir Alexander Vandegrift yang memerintahkan penyelidikan. Setelah ditunjukkan bukti-bukti, Bradley dan Gagnon sepakat bahwa itu memang benar Block dan bukan Hansen.[30] Warisan abadiFoto Rosenthal memenangi Hadiah Pulitzer tahun 1945 untuk Fotografi, dan sekaligus satu-satunya foto yang memenangi Pulitzer pada tahun yang sama dengan tahun foto diambil. Setelah foto ini dipublikasikan,
Pada tahun 1951, de Weldon mulai diberi tugas mendesain tugu peringatan Korps Marinir. Dibantu ratusan asisten, de Weldon perlu waktu tiga tahun untuk menyelesaikan patung tersebut. Tiga prajurit yang selamat, datang ke tempat de Weldon untuk berpose sebagai model. Tiga prajurit lainnya yang tewas diukir berdasarkan foto.[31] Sebagian orang tidak tahu bahwa foto yang diabadikan Rosenthal adalah peristiwa pengibaran bendera yang kedua pada hari itu. Hal ini menimbulkan kemarahan para Marinir yang ambil bagian dalam peristiwa pengibaran bendera pertama yang hampir terlupakan. Charles W. Lindberg yang ikut serta dalam pengibaran bendera pertama (dan hingga sebelum wafat pada Juni 2007 adalah satu-satunya saksi kedua pengibaran bendera yang masih hidup) mengeluh bahwa dirinya "dijuluki pembohong dan [ejekan] lain-lainnya. Benar-benar menyebalkan."[32] Foto ini sekarang dimiliki oleh Roy H. Williams yang membelinya dari John Faber, sejarawan resmi Asosiasi Fotografer Media Massa Nasional yang menerimanya dari Rosenthal.[33] Kedua bendera (dari peristiwa pengibaran bendera pertama dan kedua) sekarang disimpan di Museum Nasional Korps Marinir di Quantico, Virginia.[34] Seusai perang, Hayes menderita depresi akibat rasa terselamatkan dan menjadi seorang pecandu alkohol. Kehidupannya yang tragis diabadikan dalam lagu musik country, "The Ballad of Ira Hayes", karya pencipta lagu Peter LaFarge dan direkam oleh Johnny Cash pada tahun 1964. Di kemudian hari, Bob Dylan ikut menyanyikan ulang lagu tersebut, dan begitu pula Kinky Friedman. Sama seperti Hayes, Rene Gagnon juga menjadi pecandu alkohol dan tahun-tahun terakhirnya tidak kalah pahit sebelum meninggal dunia pada tahun 1979 dalam usia 54 tahun. Seusai perang John Bradley terus bungkam mengenai pengalamannya selama perang, sering kali pertanyaan dialihkannya dengan mengatakan sudah lupa.[35] Selama 47 tahun pernikahan dengan istri bernama Betty, Bradley hanya sekali membicarakan peristiwa tersebut, yakni pada kencan pertama mereka, dan tidak pernah lagi sesudahnya. Di dalam keluarga Bradley, perbincangan mengenai peristiwa tersebut adalah tabu. Ia hanya sekali saja mau diwawancara pada tahun 1985, itu pun atas desakan sang istri yang menyarankannya untuk berbicara demi cucu-cucu mereka.[36] Setelah Bradley wafat pada tahun 1994, keluarganya pergi ke Iwo Jima pada tahun 1997 dan meletakkan sebuah plakat dari granit asal Wisconsin.[37] Ketika ayahnya wafat, putra Bradley yang bernama James Bradley hampir tidak tahu sama sekali tentang pengalaman masa perang sang ayah. Sebagai katarsis, James Bradley menghabiskan waktu 4 tahun mewawancarai anggota keluarga dari semua pengibar bendera. Hasil wawancara diterbitkannya dalam buku berjudul Flags of Our Fathers tentang para pelaku sejarah dan peristiwa pengibaran bendera di Iwo Jima.[38] Buku ini merupakan diangkat sebagai film berjudul Flags of Our Fathers yang disutradarai Clint Eastwood. Film lain yang mengisahkan peristiwa pengibaran bendera di Iwo Jima adalah Sands of Iwo Jima produksi tahun 1949. Ketiga pengibar bendera yang selamat ditampilkan sebagai figuran di akhir film. Selain itu, biografi Ira Hayes diangkat menjadi film The Outsider yang dibintangi Tony Curtis. Pada Juli 1945, Kantor Pos Amerika Serikat mengedarkan prangko bergambarkan foto pengibaran bendera di Iwo Jima karya Rosenthal.[39] Prangko serupa diedarkan kembali pada tahun 1995 sebagai bagian dari seri 10 prangko peringatan 50 tahun Perang Dunia II.[40] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Raising the Flag on Iwo Jima.
Bacaan selanjutnya
|