The Sword of Shannara
The Sword of Shannara adalah novel bergenre fantasi yang dikarang oleh penulis Amerika Serikat, Terry Brooks. Buku tersebut merupakan buku pertama dari trilogi Original Shannara yang kemudian diikuti oleh buku ke-dua berjudul The Elfstones of Shannara dan The Wishsong of Shannara. Brooks sangat dipengaruhi oleh karya J.R.R. Tolkien The Lord of the Rings dan mulai menulis The Sword of Shannara pada tahun 1967 dan selesai tujuh tahun kemudian karena proses menulisnya yang harus bebarengan dengan aktifitasnya sebagai mahasiswa hukum. The Sword of Shannara adalah buku pertama yang diterbitkan penerbit Del Rey Books di bawah Ballantine Books. Buku tersebut dikenal sukses mendorong maraknya karya-karya lain yang bergenre fantasi. Novel ini memiliki dua plot utama ke dunia fiksi yang disebut The Four Lands. Plot pertama menceritakan tokoh protagonis Shea Ohmsford dalam perjalanannya mencari Pedang Shannara dan menggunakannya untuk menghadapi Warlock Lord, tokoh antagonis. Plot lainnya menceritakan upaya Pangeran Balinor Buckhannah untuk mengusir saudaranya Palance yang gila tahta Callahorn sementara negara dan ibu kotanya (Tyrsis) sedang terancam serangan pasukan besar Warlock Lord. Buku ini banyak mengandung cerita-cerita heroik dan bencana nuklir. Banyak kritikus mencemooh novel ini karena dianggap lebih banyak meniru The Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien baik seluruh plot maupun beberapa karakternya, namun beberapa orang juga memberi penilaian positif atas jalan ceritanya yang dianggap seru meski kurangnya orisinalitas. Alur CeritaBeberapa abad lalu, keluarga Ohmsford dari Shady Vale dikejutkan oleh adanya bayi setengah-kurucaci yang ditinggalkan di depan pintu mereka. Bayi itu kemudian dinamakan Shea, ia kemudian dibesarkan layaknya anak sendiri bersama anak laki-lakinya, Flick. Shea dan Flick bak tak terpisahkan, membantu penginapan keluarga sampai 20 tahun kemudian sosok raksasa misterius dengan wajah yang selalu tertutup jubah bernama Allanon muncul di Vale. Allanon membawa peringatan bahwa hidup Shea akan terancam oleh makhluk jahat Warlock Lord, Shea adalah keturunan terakhir Jerle Shannara dan satu-satunya yang dapat menggunakan pedang Shannara untuk melawannya.[1] Allanon memberi Shea 3 batu biru "Elf Stones" sebagai pelidung, ia kemudian pergi dan memerintahkan Shea untuk segera meninggalkan Vale. Shea tak mengindahkan perintah Allanon, ia tetap di Vale hingga sekelompok Skull Bearers, kaki tangan Warlock Lord yang kuat datang ke Vale untuk mencari keturunan terakhir Shannara. Shea dan Flick melarikan diri, mereka mencari perlindungan di kota terdekat Leah bersama teman mereka, Menion si pemalas putra penguasa kota. Menion kemudian menuntun mereka ke Eastland dan bertemu kembali Allanon di Dwarf, ibu kota Culhaven.[1] Tiga Elfstones melindungi Shea dan teman-temannya dari monster, rawa-rawa, dan ancaman lain sepanjang perjalanan mereka ke Culhaven. Sesampainya di sana, Dewan Ras berkumpul di bawah Allanon untuk memutuskan bagaimana memerangi Warlock Lord, diputuskan untuk mengirim kelompok kecil ke Paranor, tempat peristirahatan terakhir Pedang Shannara yang mampu menghancurkan Warlock Lord untuk selamanya.[1] Perjalanan jauh mereka tempuh melalui Lembah Shale, di mana roh Bremen tinggal, dan di bawah pegunungan Dragon's Teeth, mereka akhirnya tiba di Paranor, namun Shea tersesat di sepanjang jalan. Grup yang tersisa sampai di Paranor namun tempat itu sudah dikuasai oleh pasukan Gnome yang melayani Warlock Lord, pedang telah hilang dan dibawa ke Skull Kingdom. Kelompok itu kemudian berpencar untuk menemukan kembali Shea, dan yang lain mempersiapkan perang melawan pasukan Warlock Lord.[1] Flick menyelinap perkemahan musuh dan menyelamatkan Eventine Elessedil, Raja Elf yang tertawan, keberadaannya kemudian membantu memobolisasi para Elf mempertahankan Callahorn, negara Borderland yang akan diserang lebih dulu. Menion menyelamatkan perempuan cantik berambut merah yang bernama Shirl Ravenlock, mereka kemudian mengatur evakuasi kota di pulau Kern yang lebih dulu terbakar oleh serangan pasukan Northland.[1] Ketika pertempuran di Borderlands sepertia akan kalah di tangan pasukan utara, Shea mengambil pedang yang jadi haknya sebagai keturunan Shannara yang terakhir. Sentuhannya pada pedang tersebut membawanya menemui kebenaran hidupnya di masa lalu. Pertarungan satu lawan satu dengan Warlock Lord tak terhindarkan, Warlock Lord begitu kuat hingga serangan fisik tak mempan terhadapnya, pedang Shannara yang mengenainya juga membawa Warlock Lord menghadapi kebenaran dirinya; bahwa sebenarnya dia bernama Brona, pria yang meninggal dalam Perang Pertama Ras, dan sisa hidupnya adalah dusta belaka, menyadari kenyataan bahwa sebenarnya dia telah mati, Warlock Lord kemudian menghilang.[1] Penghancuran Skull Kingdom merenggut nyawa Keltser, seorang Troll yang selama ini membantu Shea mendapat pedang Shannara, mati untuk menyelamatkan teman-temannya. Di selatan, pasukan Troll dengan mudah mengalahkan Skull Bearers yang mengikuti nasib Brona yang kalah. Cerita diakhiri dengan Allanon yang menyelamatkan nyawa Shea, ia kemudian mengungkap bahwa Shea adalah putra Bremen yang berusia berabad-abad, ia segera menghilang dan mengatakan bahwa ia butuh tidur, kedamaian kembalo dan para pahlawan pulang, Shea dan Flikck bersatu kembali, dan Menion telah menjadi seorang pemuda yang bertanggungjawab, pulang ke rumah bersama gadis Borderland yang dicintainya.[1] TanggapanBuku ini mendapat beragam tanggapan namun kebanyakan membandingkannya dengan The Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien. Choice memujinya sebagai novel yang "sangat ditulis dengan baik, layak dibaca, dan akan banyak diterima kalang remaja".[2][3] Marshall F. Tymn juga memuji kualitas prosa yang digunakan sepanjang novel, Tymn memang menganggapnya terlalu banyak mencontoh Lord of the Rings namun ia juga menemukan perbedaan-perbedaannya, seperti penggunaan setting pasca-bencana dengan ras-ras yang bermunculan setelahnya dan akhir yang tak terduga dari keajaiban pedang.[4][3] Cathi Dunn MacRae menulis bahwa kekuatan utama novel ini adalah momentum plotnya yang terus dipelihara untuk memunculkan penasaran dan unsur keberuntungan yang tak terduga dalam ceritanya.[3] Kesamaan dengan The Lord of the RingsThe Sword of Shannara mendulang kritik luas atas kesamaannya dengan cerita The Lord of the Rings karya Tolkien. Pada 1978, kritikus Lin Carter mengatakan bahwa Shannara adalah "karya berdarah dingin yang sepenuhnya merampok dari buku lain yang pernah saya baca", lebih lanjut ia menambahkan bahwa Shannara "tak berusaha mencuri prosa Tolkien, hanya mencuri alur cerita dan melengkapi tokoh dan karakternya, dan dia melakukannya dengan begitu canggung seperti akan menggosokkan hidungmu ke dalamnya".[5] Roger C Schlobin berkomentar lebih ringan meski ia juga kecewa dengan kesamannya.[6] Brian Attebery menuduh Shannara sebagai karya "Tolkien yang tak tercerna" dan "sangat mencolok kesamaan-kesamaannya" dengan karya Tolkien.[7] Penulis Orson Scott Card mengutip bahwa Shannara adalah contoh peringatan dari penulisan yang terlalu meniru/turunan sehingga membuatnya tak menyenangkan secara artistik.[8] Pengkaji karya Tolkien, Tom Shippey menulis bahwa Shannara benar-benar "mantap mengikuti titik-titik karya Tolkien". Ia kemudian membandingkan kesamaan dalam Lord of the Rings dan Sword of Shannara yakni karakter Sauron mirip dengan Brona, Gandalf dengan Allanon, Hobbit dengan Shea dan Flick, Aragorn dengan Menion, Boromir dengan Balinor, Gimli dengan Hendel, Legolas dengan Durin dan Dayel, Gollum dengan Orl Fane, Barrow-wight dengan Mist Wraith, Nazgûl dengan Skull Bearier, dan Tom Bombadil dengan Raja Sungai Perak. Shippey juga menemukan kesamaan plot pada aspek peristiwa, seperti petualangan cincin ke Rivendell yang sama dengan perjalanan ke Culhaven, dan Lothlórien dengan Storlock, jatuhnya Gandalf di Moria sama dengan Allanon di Paranor dan kemunculan kembali, dan kedatangan Rohirrim di Pertempuran Field Pelennor sama dengan Pertempuran Tyrsis.[9] Meski demikian Terry Brooks sebenarnya memang mengakui bahwa karyanya banyak terinspirasi dari karya Tolkien meski Tolkien juga tak satu-satunya pengaruh.[10] Pengaruh lainnya juga berasal dari editornya yakni Lester del Rey, dan buku-buku lain yang ia baca sepanjang hidupnya, juga cerita-cerita mitologi dan kehidupan kuno yang ia pelajari semasa sekolah yang turut membuka imajinasi dan pengetahuannya, dan hal-hal tersebut terefleksikan dalam buku-bukunya. Dampak bukuThe Sword of Shannara terjual lebih dari 125,000 eksemplar pada bulan pertama, dan kesuksesannya kemudian mempengaruhi munculnya karya-karya bergenre fiksi lainnya. Louise J. Winters mengatakan bahwa tak ada karya fiksi lain yang menyita perhatian publik sejak Lord of the Rings[11], kritikus David Pringle juga mengatakan bahwa kesuksesan Lord of the Rings pada tahun 1977 benar-benar bukan kebetulan, dengan diikuti oleh Shannara genre fantasi benar-benar membuka kesempatan menjadi genre yang digemari secara masif.[12] Karya Stephen R. Donaldson The Chronicles of Thomas Covenant, the Unbeliever dan The Sword of Shannara mengantarkan "era keemasan genre fantasi" dan membantu menjadikan epic fantasy memimpin dalam kategori genre fantasi umum.[12] Shannara juga menjadi inspirasi lahirnya permainan Dungeons and Dragons[13]. Referensi
|