Share to:

 

Tuyul

Tuyul sering digambarkan sebagai anak kecil berkepala botak.

Tuyul (bahasa Jawa: thuyul) dalam mitologi pulau Jawa dan sekitarnya, adalah makhluk halus berwujud orang kerdil atau anak kecil dengan kepala gundul, yang dipercaya dapat mencuri uang untuk tuannya.[1][2][3] Mitos mengenai setan gundul pencuri uang sudah ada sejak tahun 1890-an,[4] namun istilah tuyul baru muncul sekitar tahun 1929 setelah krisis ekonomi Depresi Besar.[4][5] Tuyul merupakan fakta yang banyak dipelajari oleh sejarawan karena masih dipercaya oleh masyarakat modern sampai sekarang.[5][6]

Sejarawan berpendapat bahwa awalnya tuyul muncul akibat kesenjangan sosial antara kalangan masyarakat yang agraris dengan tuan tanah dan pedagang, dan bantuan makhlus halus dianggap sebagai cara paling mudah untuk menjelaskan segala urusan perniagaan yang semakin rumit bagi rakyat di perdesaan yang masih tradisional.[3][6]

Dalam budaya populer

Dalam dunia hiburan, tuyul muncul dalam berbagai film komedi atau horor. Salah satu sinetron yang populer melibatkan tuyul, yaitu Tuyul dan Mbak Yul yang populer pada tahun 1990-an di RCTI beserta sekuelnya Tuyul Millennium yang tayang pada tahun 2003 di SCTV, yang kedua sinetron tersebut diperankan oleh Ony Syahrial.

Catatan kaki

  1. ^ Subarkah, Muhammad (29 May 2020), "Kitab Al-Adawiyah Hingga Tuyul Pada Krisis Ekonomi 1930", Republika 
  2. ^ Sitompul, Martin (1 Sep 2018), "Onghokham, Sejarawan yang Doyan Makan", Historia 
  3. ^ a b Sulaeman, Ade (13 Februari 2018), "Dari Tuyul Hingga Babi Ngepet, Inilah Makhluk-makhluk Gaib 'Pencuri' Harta dari Tanah Indonesia", Intisari 
  4. ^ a b Isnaeni, Hendri F. (27 Jan 2016), "Sejarah Tuyul, Makhluk Halus Pencuri Fulus", Historia 
  5. ^ a b Kholis, Nurman (Juni 2018), "Al-Adawiyah Karya K.H. Ahmad Sanusi dan Krisis Ekonomi Dunia (Malaise) Tahun 1929", Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Badan litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 
  6. ^ a b Ardanareswari, Indira (17 Maret 2020), "Takhayul Tuyul dalam Masyarakat Jawa", Tirto.id 
Kembali kehalaman sebelumnya