Battle Royale (バトル・ロワイアルcode: ja is deprecated , Batoru Rowaiaru) adalah film laga-thriller tahun 2000[5][6] asal Jepang, disutradarai oleh Kinji Fukasaku, dengan naskah ditulis oleh Kenta Fukasaku, berdasarkan novel berjudul sama tahun 1999 karya Koushun Takami. Dibintangi Tatsuya Fujiwara, Aki Maeda, Tarō Yamamoto, dan Takeshi Kitano, film ini berkisah mengenai sekumpulan murid SMP yang dipaksa untuk bertarung hingga mati oleh pemerintah Jepang yang totaliter. Film ini kontroversial, dan bahkan dilarang atau tidak didistribusikan di beberapa negara;[7][8]Toei Company menolak untuk melisensi film ini ke semua distributor di Amerika Serikat selama lebih dari satu dekade karena kekhawatiran mengenai potensi kontroversi dan tuntutan hukum, hingga Anchor Bay Entertainment akhirnya memperoleh hak siarnya pada 2010 dan dirilis dalam bentuk DVD dan Blu-ray.[9]
Film ini pertama kali tayang di Tokyo di lebih dari 200 layar perak pada 16 Desember 2000, dengan rating R15+, yang jarang digunakan di Jepang.[10][11][12] Film ini menjadi film dengan pendapatan kotor tertinggi selama enam minggu setelah rilis pertamanya, dan kemudian dirilis di 22 negara di seluruh dunia[7][13] menghasilkan lebih dari 300 miliar rupiah di 10 negara. Film ini mendapat respon positif dari kritikus dan, khususnya setelah dirilis melalui DVD, menarik banyak penggemar di seluruh dunia. Film ini sering dianggap sebagai film terbaik karya Fukusaku, dan salah satu film terbaik di dekade 2000-an. Pada 2009, sutradara Quentin Tarantino memuji Battle Royale sebagai film terbaik yang ia pernah tonton dalam dua dekade terakhir dan bahkan menyebutnya sebagai film favoritnya.[14][15]
Battle Royale merupakan film terakhir yang disutradarai Fukasaku. Ia juga mulai menggarap sekuelnya yang berjudul Battle Royale II: Requiem, namun meninggal karena kanker prostat pada 12 Januari 2003, setelah hanya mengambil satu adegan dengan Kitano. Anaknya Kenta Fukasaku, yang menulis naskah untuk kedua film, menyelesaikan film tersebut pada 2003.
Battle Royale telah menjadi fenomena budaya populer global, dan digadang sebagai salah satu film paling berpengaruh dalam dekade modern. Setelah film ini, istilah "battle royale" telah berubah menjadi istilah yang mengacu genre narasi fiksi dan/atau jenis hiburan yang terinspirasi dari film ini, di mana sekelompok orang diperintahkan untuk saling membunuh satu sama lain hingga terdapat satu orang penyintas sebagai pemenang. Film ini telah menginspirasi beragam media, mulai dari film, animasi, komik, novel visual, dan gim video; genre permainan battle royale misalnya, dikenal berdasarkan film ini.
Alur cerita
Di suatu masa depan, pascaresesi besar-besaran, Pemerintah Jepang mengeluarkan "Undang-Undang BR" untuk mengendalikan kenakalan remaja di negara itu. Shuya Nanahara, seorang siswa SMP sedang berjuang menghadapi kehidupan pribadinya setelah ayahnya bunuh diri. Noriko Nakagawa adalah satu-satunya siswi yang rutin hadir di kelas 3-B. Guru mereka, Kitano, mengundurkan diri setelah dilukai oleh Yoshitoki Kuninobu, sahabat Shuya.
Satu tahun kemudian, saat murid kelas 3-B berdarmawisata, mereka dibuat pingsan oleh gas dan dibawa ke pulau terpencil. Kitano muncul kembali, dikelilingi oleh tentara Jieitai, menjelaskan kepada murid bahwa mereka terpilih untuk berpartisipasi dalam Battle Royale tahunan sebagai hasil dari Undang-Undang: mereka memiliki tiga hari untuk bertarung sampai mati sampai satu pemenang muncul, sementara ikat leher berpeledak akan membunuh siswa yang tidak kooperatif atau mereka yang berada dalam "zona bahaya" harian. Setiap siswa diberikan jatah ransum, air, peta pulau, kompas, senter, dan satu senjata secara acak. Kitano sendiri membunuh dua siswa karena dianggap tidak patuh, salah satunya adalah Kuninobu, yang meninggal karena ikat lehernya meledak.
Dalam pengumuman pertama jam 06.00 pagi, dua belas orang mati; empat orang bunuh diri, dan enam karena oleh Mitsuko Souma yang putus asa dan berkarakter dingin serta siswa Kazuo Kiriyama yang psikopat dan berpartisipasi secara sukarela. Siswa pindahan Shogo Kawada membiarkan Shuya dan Noriko kabur setelah membunuh Kyoichi Motobuchi, sementara Shuya secara tidak sengaja membunuh siswa lain, Tatsumichi Oki, yang disaksikan oleh Yuko Sakaki, sementara pemain bola basket Shinji Mimura merencanakan untuk meretas ke dalam sistem komputer militer untuk mengacaukan program.
Di tengah rasa ketidakpercayaan dan konfrontasi satu sama lain yang diwarnai kekerasan, Shuya berjanji untuk menjaga keamanan Noriko karena Yoshitoki diam-diam mencintainya. Dia membawanya ke sebuah klinik, di mana Kawada mengungkapkan bahwa dia memenangkan Battle Royale sebelumnya yang menyebabkan pacarnya tewas, dan ia ingin membalas kematian pacarnya itu. Saat Kiriyama menyerang, Shuya mempercayakan Kawada untuk melindungi Noriko dan lari untuk mengalihkan perhatian. Shuya terluka karena uzi milik Kiriyama. Namun, ia diselamatkan oleh Hiroki Sugimura, seorang ahli bela diri yang kawannya, Takako Chigusa, meninggal dalam pelukannya tidak lama sebelumnya, dan sedang dalam misi pribadi untuk menemukan cinta tak berbalasnya, Kayoko Kotohiki.
Shuya terbangun di mercusuar pulau, dibalut perban oleh Yukie Utsumi, salah satu perwakilan perempuan di kelas, yang naksir dengannya. Lima gadis lain juga bersembunyi di dalam mercusuar, termasuk Yuko, yang mencoba meracuni Shuya karena takut dia mungkin membunuh mereka sama seperti yang ia lakukan kepada Oki. Namun, Yuka Nakagawa secara tidak sengaja memakan makanan tersebut, yang berujung baku tembak antara sesama gadis. Yuko adalah satu-satunya yang selamat; ketakutan dan menyadari kesalahannya, dia meminta maaf kepada Shuya dan kemudian bunuh diri. Shuya berjalan mencari Noriko dan Kawada, sementara mereka berangkat untuk mencari Mimura.
Kini tersisa hanya sepuluh pemain, Hiroki dibunuh oleh Kotohiki, yang kemudian dibunuh oleh Mitsuko. Kiriyama membunuh Mitsuko dengan senjata Mitsuko sendiri, menjadikan Noriko perempuan terakhir yang masih hidup. Mimura dan dua orang lainnya, Yutaka Seto dan Keita Iijima, berhasil menyusup ke sistem komputer militer, akan tetapi Kiriyama membunuh mereka. Tepat sebelum Mimura tewas, ia menggunakan bom rakitannya untuk meledakkan markas dan memusnahkan semua barang bukti. Ketika Kawada, Noriko dan Shuya tiba di markas para peretas yang terbakar, Kawada berduel dan membunuh Kiriyama, yang matanya terbakar oleh ledakan, dengan meledakkan ikat leher dengan senapannya. Namun, Kawada terluka parah karena tembakan Kiriyama.
Di hari terakhir, Kawada, yang menyadari bahwa ada mikrofon internal di ikat leher mereka, berpura-pura membunuh Shuya dan Noriko dengan menembaknya. Curiga akan hal itu, Kitano mengakhiri permainan dan membubarkan pasukan, berniat untuk membunuh sang 'pemenang' dengan tangannya sendiri. Kitano kemudian menyadari bahwa Kawada telah meretas sistem beberapa bulan sebelumnya, dan telah menonaktifkan sistem pelacak milik Shuya dan Noriko. Ketiga orang tersisa berhadapan dengan Kitano di ruang kontrol permainan, dan dia menunjukkan lukisan buatannya sendiri yang menggambarkan anggota kelas yang tewas dan Noriko sebagai satu-satunya yang selamat. Kitano mengungkapkan bahwa dia tidak dapat menanggung kebencian antara dia dan murid-muridnya, ia yang telah ditolak oleh putrinya, dan mengaku bahwa dia selalu menganggap Noriko sebagai anaknya sendiri. Dia meminta Noriko untuk membunuhnya, tapi Shuya menembaknya setelah dia menodong Noriko dengan pistol. Setelah dia jatuh, Kitano mencoba menembak balik, namun tersingkap bahwa pistol di tangannya hanyalah pistol air. Anak perempuan Kitano kemudian meneleponnya; setelah bertengkar, dia menembak ponselnya dengan pistol asli sebelum tewas karena luka-lukanya.
Shuya, Noriko dan Kawada meninggalkan pulau itu dengan perahu, akan tetapi Kawada mati karena luka-luka yang dimilikinya, dengan kata-kata terakhirnya mengungkapkan ia bahagia karena dia merasa telah menemukan sahabat. Shuya dan Noriko dinyatakan sebagai buronan, dan terakhir terlihat dalam pelarian menuju Stasiun Shibuya. Noriko memberi Shuya pisau kupu-kupu Seto Dragon Claw yang digunakan Kuninobu untuk melukai Kitano di awal film. Mereka kemudian kabur bersama.
Yūko Miyamura sebagai p erempuan dalam Video Instruksi
Produksi
Seleksi pemeran
Sekitar 6.000 calon pemeran mengikuti audisi untuk film tersebut, yang kemudian diseleksi menjadi 800 calon pemeran. Para finalis ini menjalani latihan kebugaran fisik selama 6 bulan di bawah pengawasan sutradara, Kinji Fukasaku, yang akhirnya memilih 42 dari 800 pemain.[16]
Meskipun karakternya adalah siswa sekolah menengah, hanya Aki Maeda, Yukihiro Kotani, Takayo Mimura, dan Yukari Kanasawa yang benar-benar berusia 15 hingga 16 tahun. Para pemeran lainnya semuanya telah lulus dari sekolah menengah, Tarō Yamamoto dan Masanobu Andō adalah yang tertua di antara para aktor, berusia 25 tahun pada saat berperan.[17]
Aktor, sutradara, sekaligus komedian kawakan Takeshi Kitano (juga dikenal sebagai Beat Takeshi) dipilih sebagai peran guru. Ada beberapa alasan dibalik masuknya sebagai pemeran. Sebagai salah satu selebritas Jepang paling terkenal dalam beberapa dekade terakhir, baik di kancah dalam negeri maupun internasional, kehadirannya membantu menarik banyak penonton ke film tersebut. Dan yang lebih jelas lagi, ia pernah menjadi presenter acara permainan sungguhan, yang dikenal sebagai pembawa acara game show Jepang seperti Benteng Takeshi (1986–1990), yang menambahkan sensasi konsep game show skala ekstrim yang dipertontonkan di dalam film ini seolah-olah dapat menjadi kenyataan.[18]
Proses kreatif
Kinji Fukasaku menyatakan bahwa ia memutuskan menyutradarai film ini karena novel yang diadaptasi ke film ini mengingatkannya ke masa dirinya berusia 15 tahun, menjadi buruh pabrik amunisi pada masa Perang Dunia II. Pada masa itu, seluruh anggota kelas diminta bekerja di pabrik amunisi. Pada Juli 1945, pabrik tersebut diserang oleh artileri. Anak-anak di dalamnya tidak dapat kabur sehingga mereka berlindung di bawah satu sama lain sebagai perlindungan. Anggota kelas yang selamat harus mengeluarkan mayat-mayat dari rekan kelas yang tewas. Di titik itu, Fukasaku menyadari bahwa pemerintah Jepang telah berbohong soal Perang Dunia II, dan dia membangun rasa dendam dan benci kepada orang dewasa secara keseluruhan yang ia jaga selama bertahun-tahun setelahnya.[19]
Beat Takeshi berbicara kepada kru dokumenter selama proses pengambilan gambar, bahwa ia percaya "pekerjaan seorang pemeran adalah untuk memuaskan sutradara... saya bergerak sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada saya. Saya mencoba untuk melihat cara saya diperintah. Saya tidak tahu banyak seputar sisi emosional", sebelum menambahkan, "Pak Fukasaku bilang agar saya berperan menjadi diri sendiri. Saya tidak betul-betul memahami, namun ia bilang kepada saya untuk berperan menjadi diri sendiri, seperti yang biasa saya lakukan! Saya hanya mencoba untuk melakukan apa yang ia bilang."[20]
Ketika ditanya dalam sebuah wawancara dengan The Midnight Eye mengenai apakah film ini dapat disebut "suatu peringatan atau suatu nasihat kepada anak muda", Kinji Fukasaku merespon dengan menggambarkan istilah "peringatan" dan "nasihat" "terdengar suatu pilihan kata yang sangat keras bagi saya" seolah-olah itu adalah suatu tindakan yang seseorang coba lakukan; oleh karena itu film ini tidak akan menjadi "suatu peringatan atau nasihat." Fukasaku menjelaskan bahwa film ini, yang ia gambarkan sebagai "dongeng", memuat tema-tema, seperti kejahatan oleh anak muda, yang "merupakan masalah modern yang sangat nyata" di Jepang. Fukasaku berkata bahwa dia tidak merasa kurang peduli atau kurang tertarik; dia menggunakan tema itu sebagai bagian dari dongengnya. Ketika pewawancara mengatakan kepada Fukasaku bahwa ia mengajukan pertanyaan khusus karena kata "lari" dalam teks penutup film, yang oleh pewawancara sebut "sangat positif", Fukasaku menjelaskan bahwa ia mengembangkan konsep tersebut di sepanjang film. Fukasaku menafsirkan pertanyaan pewawancara bermuatan "makna yang lebih kuat" daripada sekadar "pesan sederhana". Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa film ini hanya berisi "kata-kata[nya] kepada generasi berikutnya", sehingga penonton harus memutuskan apakah akan menganggap kata-kata tersebut sebagai nasihat atau peringatan.[19][21]
Musik
Skor film untuk Battle Royale dibuat oleh Masamichi Amano, selaku komposer, penata aransemen, dan konduktor, dimainkan oleh Warsaw Philharmonic Orchestra dan menghadirkan beberapa potongan musik klasik Barat beserta beberapa komposisi asli Amano. Potongan musik klasik yang digunakan dalam pembukaan film dan trailer asli dari film ini adalah "Dies Irae" dari RequiemGiuseppe Verdi.
Lagu yang digunakan di bagian kredit akhir, "Shizuka na Hibi no Kaidan o" oleh band rap-rock Dragon Ash, tidak disertakan dalam edisi Jepang maupun Perancis dari soundtrack.[22]
^ abGarger, Ilya (30 June 2003). "Royale Terror". Time. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 March 2007. Diakses tanggal 23 February 2018.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Davis, Robert; de los Rios, Riccardo (2006). "From Hollywood to Tokyo: Resolving a Tension in Contemporary Narrative Cinema". Film Criticism. 31: 157–172. JSTOR44019218.
^"'Battle Royale'". Quentin Tarantino's Top 20 Favorite Films. Xfinity. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 18, 2012. Diakses tanggal March 24, 2012.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"battleroyalefilm.com". battleroyalefilm.com. July 16, 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 3, 2012. Diakses tanggal June 22, 2012.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)