Budaya peretasBudaya peretas atau populer disebut hacker culture adalah budaya kelainan individu atau kelompok dalam menikmati hasil karya dan melanggar batas hak cipta dengan menyebarkannya secara gratis. Budaya peretasan hasil karya ini dimulai pada tahun 1960 pada awal generasi komputer tercipta. Kala pertama tersebut kegiatan peretasan berupa pembuatan salindia kode program yang telah berhasil untuk dikembangkan ke program yang sedang dibangun.[1] Latar sejarahBudaya peretas awal mulanya menggunakan istilah penyelia mahir bidang komputasi. Seperti asal istilahnya, budaya peretas lahir di Institut Tekonologi Massachusetts, Amerika Serikat.[2] Dimana di lembaga pendidikan tersebut memiliki kekhususan bidang teknologi komputasi. Pekerjaan awal dari budaya peretas ini timbul dari upaya dan keinginan para pelajar pada institut tersebut untuk menyalin program yang telah sukses untuk disalin dan dikembangkan pada konsep program yang dikerjakan. Konsep psikologikal pelaku budaya peretasKeilmuan psikologi pernah mempelajari latar belakang para pelaku budaya peretas yang teridentifikasi. Telah ditemukan simpul klasifikasi latar belakang kenapa mereka para pelaku memelihara perilaku yang mengkonstruksi budaya peretas. Klasifikasi pertama, para pelaku budaya peretasan menerapkan teori dramaturgi. Dimana perilaku apa yang ditampakkan pada umum berbeda dengan perilaku sehari-hari. Sebagai contoh, seorang pelaku budaya peretas di depan khalayak umum berharap tidak ingin dipuji. Namun apabila melancarkan aksinya sebagai peretas, mempunyai keingian untuk menjadi tenar dan dipuji.[3] Klasifikasi yang kedua adalah model Robin Hood.[4] Klasifikasi ini didasarkan pada apa penyebab individu atau kelompok membangun budaya peretas berdasarkan kekuatan untuk yang tak berdaya. Pelaku berjuang menjadi penolong individu atau kelompok yang lebih lemah dengan memanfaatkan kekuatan pelaku guna mendukung upaya kelompok lemah menjadi berkembang. Klasifikasi ini dekat dengan istilah perilaku altruisme. Perilaku tersebut merupakan lawan kata dari egoisme.[5] Altruisme merupakan perilaku peduli kepada kepentingan individu atau kelompok lain diatas kepentingannya sendiri. Apapun dilakukan, termasuk menjadi bagian dari budaya peretas untuk kepentingan individu atau kelompok lainnya. Perkembangan kultur budaya peretasPeretasan berkembang dari hanya meretas peralatan aplikasi untuk dijadikan peralatan gratis, menjadi peretasan konten materi berlisensi hak cipta. Peretasan semakin meningkat pada zaman perkembangan konten multimedia ini. Konten berlisensi hak cipta seperti gambar, suara, hingga gambar bergerak menjadi objek peretasan.[6] Peretasan pertama kali objek multimedia terjadi melalui laman archive.org dan laman berkonsep media sosial bentuk khusus friendster.com dan myspace.com.[7] Laman Archive atau yang secara umum disebut Internet Archive menjadi perpustakaan digital pertama pada laman internet. Lamani ini menyajikan berbagai macam bentuk dokumen, aplikasi, multimedia, hingga layanan komputasi awan (lazim disebut cloud storage) untuk menyimpan dokumentasi. Konsep kerja laman Archive juga memanfaatkan siklus pengontenan mandiri pengguna (user-generated content[8]). Hal ini yang membuat Internet Archive aman dari jeratan hukum hak cipta, karena secara sadar para penggunanya telah diinformasikan bahwa konsep pengontenan mandiri pengguna termasuk konten yang diunggah adalah tanggung jawab pengguna itu sendiri. Referensi
|