Kemunculan pertama seorang Arshakuni pada tahta Armenia tercatat pada tahun 12Masehi ketika raja ParthiaVonones I diasingkan dari Parthia karena kebijakan pro-Romawi dan budaya Occidental (budaya Barat).[1] Vonones I sesaat lamanya berhasil mengambil alih tahta Armenia dengan restu Romawi, tetapi Artabanus III menuntut deposisinya, dan karena Kaisar Augustus tidak ingin memulai perang dengan orang Parthia, ia mendeposisikan Vonones I dan mengirimkannya ke Siria. Artabanus III tidak membuang waktu setelah penyingkiran Vonones I; ia menobatkan putranya Orodes pada tahta Armenia. Kaisar Tiberius tidak berniat untuk melepaskan status buffer di perbatasan Timur dan mengutus keponakan dan sekaligus ahli warisnya, Germanicus, untuk membuat perjanjian dengan Artabanus III, yang mengakuinya sebagai raja dan sahabat Romawi.
Armenia diserahkan pada tahun 18 kepada Zeno putra Polemon I, dan mengambil gelar Armenia, Artaxias (atau "Zeno-Artaxias").[2]Kekaisaran Parthia di bawah Artabanus III terlalu berfokus pada perang saudara di dalam kerajaannya, sehingga tidak menentang penunjukan raja oleh Romawi. Pemerintahan Zeno cukup damai dalam sejarah Armenia. Setelah kematian Zeno pada tahun 36, Artabanus III memutuskan untuk menempatkan lagi seorang Arshakuni pada tahta Armenia, memilih putra sulungnya Arsaces I sebagai kandidat yang sesuai, tetapi penobatannya pada tahta Armenia digugat oleh adik laki-lakinya, Orodes, yang sebelumnya digulingkan oleh Zeno. Tiberius dengan cepat mengirimkan lebih banyak pasukan Romawi ke perbatasan dan sekali lagi, setelah damai selama satu dekade, Armenia menjadi panggung perang yang pahit antara dua adikuasa dunia saat itu dalam waktu 25 tahun berikutnya.
Sasaniyah dan Armenia
Pada tahun 224 raja Persia Ardashir I menggulingkan dinasti Arshakuni di Parthia dan mendirikan Dinasti Sasaniyah baru di Persia. Orang Sasaniyah bertekad mengembalikan kejayaan kuno Kekaisaran Akhemeniyah Persia (Kekaisaran Media-Persia), sehingga mereka menyatakan Zoroastrianisme sebagai agama negara dan menganggap Armenia sebagai bagian kekaisaran mereka.
Masuk Kristen
Pada tahun 301, SantoGregorius "sang iluminator" membawa raja Tiridates III dan anggota kerajaannya masuk Kristen[3] (secara tradisional diberi tarikh 301 menurut catatan sejarawan Mikayel Chamchian dalam “Patmutiun Hayots i Skzbane Ashkharhi Minchev tsam diarn” (1784).[4]
Penurunan
Selama pemerintahan Tigranes VII (Tiran), Raja Sasaniyah, Shapur II menyerang Armenia. Dalam dasawarsa-dasawarsa selanjutnya, Armenia kembali menjadi perebutan teritori antara Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Sasaniyah, sampai adanya penyelesaian permanen pada tahun 387, yang tetap berlaku sampai penyerangan Arab atas Armenia pada tahun 639. Para penguasa Arshakuni secara terputus-putus (bersaing dengan pangeran-pangeran Bagratuni) tetap memegang kekuasaan terbatas, sebagai penjaga perbatasan (marzban) baik di bawah Bizantin atau sebagai protektorat Persia, sampai tahun 428.
^Academic American Encyclopedia – Page 172 by Grolier Incorporated
^Estimated dates vary from 284 to 314. 314 is the date favored by mainstream scholarship, so Garsoïan (op.cit. p.82), following the research of Ananian, and Seibt (2002)
Pustaka
History of Education in Armenia – by Kevork A. Sarafian, G A Sarafean
The heritage of Armenian literature Vol.1 – by A. J. (Agop Jack) Hacikyan, Nourhan Ouzounian, Edward S. Franchuk, Gabriel Basmajian
W. Seibt (ed.), The Christianization of Caucasus (Armenia, Georgia, Albania) (2002), ISBN 978-3-7001-3016-1