Gempa bumi Irian Jaya 1989 melanda Irian Jaya ( lebih tepatnya distrik Kurima, Yahukimo, sekarang masuk wilayah Provinsi Papua Pegunungan, Indonesia) pada tanggal 1 Agustus dengan kekuatan 6.0 SR dan intensitas Mercalli maksimum pada skala VIII (Parah/Severe). Sekitar 120 orang tewas dalam bencana ini, terutama disebabkan oleh longsor yang membawa material tanah dan lumpur.
Bencana ini menewaskan 120 orang dan mengakibatkan 120 orang terluka; semua korban tewas ditemukan di distrik Holuon, Pasema, dan Soba (saat itu ketiganya masuk wilayah Kabupaten Jayawijaya sebelum masuk Kabupaten Yahukimo setelah pemekaran). Banyak kematian dan luka-luka di distrik Holuon dan Pasema akibat tertimbun oleh tanah longsor. Meluapnya Sungai Baliem mengakibatkan banjir di tiga desa[5] yang membawa berton-ton material tanah dan lumpur. Salah satu dari titik longsor berada pada ketinggian 200 m (660 ft); terdapat sedikitnya 10 titik longsor lagi.[6] Sebagian besar korban tewas diidentifikasi berasal dari Suku Dani.
Pemerintah daerah menyalurkan bantuan berupa makanan, selimut, pakaian, dan santunan kepada korban. Makanan dan pasokan bantuan lainnya diangkut oleh helikopter dengan susah payah melewati landasan pacu pesawat yang permukannya rengkah-rengkah. Lebih dari 25 korban yang dirawat mengalami luka parah dan 100 korban mengalami luka ringan.[7] Sedikitnya dua ratus tiga hingga tiga ratus orang dievakuasi akibat gempa, dan 3.500 penduduk Hupla direlokasi ke permukiman yang lebih rendah, membuat mereka harus kehilangan permukiman asli mereka.[8]
Geologi
Mekanisme fokus gempa bumi menunjukkan adanya sesar terbalik.[2] Wilayah sekitar pusat gempa memiliki daftar gempa bumi besar di antaranya dua gempa bumi pada tahun 1976 dan 1981. Keduanya mengakibatkan total 1.000 orang tewas.[4] Gempa besar di wilayah yang sama terjadi baru-baru ini pada tahun 2009[9] berkekuatan 7.6 Mw, disusul gempa setahun berikutnya dengan kekuatan 6,2 Mw.[10]