Gerak sosialGerak sosial atau mobilitas sosial adalah perpindahan status sosial sekelompok orang atau individu ke status yang lain baik secara vertikal maupun horizontal.[1] Hal ini dilakukan pada suatu sistem sosial yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka. Seseorang dapat melakukan mobilisasi sosial apabila ia dapat memenuhi persyaratan tertentu di tingkat sosial tertentu, seperti tingkat studi, kekayaan, pangkat, atau lainnya. Biasanya kegiatan gerak sosial dilakukan karena suatu alasan tertentu.[2] Istilah gerak sosial digunakan oleh para sosiolog dan ilmuwan politik di Amerika Serikat selama periode 1950-an dan mulai digunakan oleh sejarawan bernama Eric Hobsbawm pada tahun 1959. Gerak sosial dapat berawal dari adanya penentangan sehari-hari yang kemudian berkembang menjadi perlawanan terbuka.[3] Cara melakukan mobilitas sosialSecara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai berikut: Kenaikan penghasilanKenaikan penghasilan tidak menaikkan status secara otomatis, melainkan akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan memengaruhi peningkatan status. Hubungan antara penghasilan dan mobilitas sosial dapat terjadi intergenerasi atau intragenerasi. Disebut intergenerasi apabila mobilitas sosial terjadi akibat hubungan antargenerasi seperti anak dan orangtua, sementara intragenerasi terjadi dalam perubahan pendapatan (biasanya dihubungkan dengan karier) seseorang.[4] Contoh pengaruh intergenerasi adalah stagnansi pendapatan masyarakat di Amerika Serikat akibat generasi yang sebelumnya. yang berusaha mencapai Impian Amerika Serikat yang didambakan orangtuanya.[5] Contoh bentuk intragenerasi Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Manajer, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak mengubah standar hidupnya, misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan. PerkawinanDalam banyak tingkatan sosial, perkawinan dilihat sebagai penyamarataan status. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan bagian dari suatu kelas sosial tertentu, sehingga penyatuan anggota keluarga yang berbeda strata sosial dianggap mampu menjadi alat mobilisasi sosial bagi salah satu atau keduanya.[6] Buordieu (dalam Schwartz dkk, 2006) menyatakan bahwa beberapa kasus yang cukup banyak ditemukan hingga tahun 1990an adalah perkawinan antara lelaki yang berpendidikan dan dengan anak perempuan pemilik usaha tertentu. Hal ini menunjukkan adanya pertukaran yang dilakukan baik dari sisi perempuan maupun laki-laki. Bagi perempuan tersebut, ia mendapatkan jaminan ekonomi berupa penghasilan, sementara bagi laki-laki, ia mendapatkan akses kepada mobilitas sosial.[7] Perubahan tempat tinggalTempat tinggal merupakan bagian dari karakteristik seseorang. Lokasi tinggal dan lingkungan tetangga memberikan pengaruh kepada pribadi seseorang.[8] Hal ini membentuk bagaimana ia menilai dirinya dan orang lain, sehingga tersebut pula stara sosial di dalamnya. Salah satu contoh adalah orang yang berasal dari Bantar Gebang, Bekasi dianggap malas dan berkemampuan rendah.[9] Oleh karena hal ini, seseorang dapat melihat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru sebagai suatu bentuk mobilisasi sosial. Perpindahan ke lokasi tinggal yang baru dibangun memberikan kesempatan baru bagi seseorang secara khusus atau satu kelompok masyarakat dalam membentuk histori yang nantinya menentukan kelasnya di tingkat yang lebih luas.[10] Perubahan tingkah lakuStrata sosial ditentukan oleh setidaknya tiga hal, yakni: tingkat ekonomi, kehormatan, dan kuasa. Orang-orang yang berada di strata sosial yang sama akan memiliki kemiripan di tiga hal tersebut. Hal ini akan tercermin dari bagaimana tata lakunya di kehidupan sehari-hari.[11] Oleh karena itu, untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha mempraktikkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya.[12] Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya. Praktik ini sangat terlihat pada bagaimana cara orang berbelanja. Studi mengenai preferensi konsumsi menunjukkan bahwa pilihan orang-orang yang berasal dari kelas sosial yang cenderung tinggi telah dibentuk sejak kecil, seperti: identifikasi merk, kemampuan mencari informasi mengenai produk, hingga cara mengakses produk tersebut.[12] Mereka juga lebih dahulu mengenai istilah-istilah sulit, sehingga lebih terbiasa memakainya.[13] Oleh karena itu, mencoba kebiasaan dan tingkah laku dari suatu kelas sosial tertentu, seperti berpakaian dan berbicara dengan kosakata tertentu dianggap mampu menjadi alat bagi seseorang dalam berpindah ke kelas sosial lain. Studi yang dilakukan pada anak muda di Finlandia tahun 1985-1989 menunjukkan bahwa gerak sosial memiliki hubungan dengan perubahan kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan, seperti orang yang turun ke bawah cenderung meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan dan semakin berbaur dengan kebiasaan yang ada di kelas sosial tersebut.[14] EdukasiHubungan antara edukasi dan gerak sosial merupakan subjek studi yang banyak diamati oleh peneliti. Hal ini dikarenakan pendidikan dilihat sebagai kunci perkembangan kualitas hidup seseorang, yang secara tidak langsung membuat orang tersebut merasakan mobilitas sosial. Kelompok-kelompok sosial yang rentan terhadap kualitas hidup rendah seperti perempuan dan kesukuan tertentu ditemukan mampu bertahan setelah menerima pendidikan. Edukasi secara langsung menghubungkan seseorang dengan ragam pekerjaan yang lebih luas, sehingga kemungkinan untuk melakukan gerak sosial ke atas menjadi lebih besar.[15] Hal ini tercermin dari usaha peningkatan kualitas siswa di Britania Raya, di mana siswa diusahakan untuk terus bersekolah sehingga mampu memenuhi kualifikasi yang cukup untuk dapat melamar kerja dengan tingkat kemapanan yang lebih baik.[16] Perubahan namaDalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: Di kalangan masyarakat feodal Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang kebanyakan mendapat sebutan "kang" di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesuai dengan kedudukannya yang baru seperti "Raden" Bentuk-bentuk mobilitas sosialMobilitas sosial horizontalMobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.[17] Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh: Pak Amir seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir tidak mengubah status sosialnya. Mobilitas sosial vertikalMobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat.[17] Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking). Mobilitas vertikal ke atas (Social climbing)Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing adalah gerak perpindahan kelas sosial rendah ke kelas yang lebih tinggi.[18] mempunyai dua bentuk yang utama
Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah.
Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik. Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama.
Contoh: Nelson Piquet Jr. dipecat dari tim Renault karena gagal meraih poin di F1 2009.
Contoh: Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun. Mobilitas antargenerasiMobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi dibedakan menjadi dua, yakni intragenerasi dan intergenerasi. Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang buruh. Namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki unit usaha sendiri yang akhirnya semakin besar. Contoh lain, Pak Bagyo memiliki dua orang anak, yang pertama bernama Endra bekerja sebagai tukang becak, dan Anak ke-2, bernama Ricky, yang pada awalnya juga sebagai tukang becak. Namun, Ricky lebih beruntung daripada kakaknya, karena ia dapat mengubah statusnya dari tukang becak menjadi seorang pengusaha. Sementara Endra tetap menjadi tukang becak. Perbedaan status sosial antara Endra dengan adiknya ini juga dapat disebut sebagai mobilitas intragenerasi. Gerak sosial geografisGerak sosial geografis atau bisa disebut mobilitas antarwilayah ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi. Faktor-faktor yang memengaruhi mobilitas sosial
Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya, kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan ideologi dapat menimbulkan stratifikasi baru.
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan ciri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya, perkembangan kota, transmigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk.
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antarstrata yang beraneka ragam memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara mereka dan akan menghalangi mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas serta efektif akan memudarkan semua batas garis dari strata sosial uang ada dan merangsang mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispesialisasikan, maka mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang bergerak dari satu strata ke strata yang lain karena spesialisasi pekerjaan menuntut keterampilan khusus. Kondisi ini memacu anggota masyarakatnya untuk lebih kuat berusaha agar dapat menempati status tersebut.
Kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan rendah cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Pada pihak lain, masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi cenderung membatasi tingkat reproduksi dan angka kelahiran. Pada saat itu, orang-orang dari tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih rendah mempunyai kesempatan untuk banyak bereproduksi dan memperbaiki kualitas keturunan. Dalam situasi itu, mobilitas sosial dapat terjadi.
Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mempermudah orang untuk melakukan pergerakan/mobilitas dengan berbekal ilmu yang diperoleh saat menjadi peserta didik. Sebaliknya, kesulitan dalam mengakses pendidikan yang bermutu, menjadikan orang yang tak menjalani pendidikan yang bagus, kesulitan untuk mengubah status, akibat dari kurangnya pengetahuan. Faktor pendorong mobilitas sosial
Faktor penghambat mobilitas sosialAda beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas sosial. Faktor-faktor penghambat tersebut, antara lain sebagai berikut:
Contoh: jumlah anggota DPR yang dibatasi hanya 500 orang, sehingga hanya 500 orang yang mendapat kesempatan untuk menaikkan status sosialnya menjadi anggota DPR.
Contoh: "A" memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kedua orangtuanya tidak bisa membiayai, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.
Saluran-saluran mobilitas sosial
Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu dan lain lain.
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.
Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.
Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin besar jabatannya. Karena jabatannya tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya bertambah akibatnya kekayaannya bertambah. Dan karena kekayaannya bertambah akibatnya status sosialnya di masyarakat meningkat.
Seperti di wikipedia ini, orang yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan/keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada pengguna biasa.
Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang. Seorang yang menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena pengaruh pasangannya. Dampak mobilitas sosial
Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas. Dampak negatif
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contoh: demonstrasi buruh yang menuntut kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
Di dalam masyarakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar, perang antarkampung.
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan. Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.
Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut akomodasi. Dampak positif
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan. Referensi
Lihat pula |