Share to:

 

Globalisasi kontra-hegemoni

Globalisasi kontra-hegemoni adalah gerakan sosial berbasis globalisasi yang menolak pandangan globalisasi saat ini, yaitu globalisasi neoliberal. Globalisasi kontra-hegemoni menolak ide globalisasi neoliberal bahwa sistem dominasi (sebagai akibat dari perkembangan jaringan, transportasi, dan komunikasi transnasional) adalah sesuatu yang alamiah dan cara yang tak terhindarkan lagi dalam globalisasi. Globalisasi kontra-hegemoni menyatakan bahwa hubungan transnasional dapat dimanfaatkan sebagai cara menyebarkan kekayaan secara adil, kekuasaan, dan masyarakat berkelanjutan. Tidak seperti globalisasi neoliberal, globalisasi kontra-hegemoni menggunakan pemikiran globalisasi untuk menolak segala bentuk dominasi oleh hegemoni dan mengoperasikan proses bawah-ke-atas yang mengutamakan penguatan wilayah tingkat lokal.

Peter Evans, sosiolog politik yang dikenal karena kontribusinya terhadap pengembangan teori ini, mendefinisikan globalisasi kontra-hegemoni sebagai "upaya global untuk menggantikan rezim global neoliberal degnan rezim yang memaksimalkan kendali politik demokratis dan menjadikan pembangunan kemampuan manusia yang setara dan perlindungan lingkungan sebagai prioritasnya.” [1]

Jumlah pendukung globalisasi kontra-hegemoni yang ingin mencegah eksploitasi sepihak oleh globalisasi neoliberal terus bertambah. Berbagai jaringan transnasional dan kerangka ideologi sudah disusun oleh para aktivis yang hendak mewujudkan globalisasi kontra-hegemoni. Mereka secara keseluruhan disebut "gerakan keadilan global". Jumlah lembaga swadaya masyarakat transnasional yang mendukung globalisasi kontra-hegemoni bertambah dua kali lipat antara tahun 1973 dan 1983, lalu berlipat ganda lagi antara tahun 1983 dan 1993.[2] Selain itu, seiring munculnya percampuran budaya dan ideologi globalisasi kontra-hegemoni dalam unjuk rasa di Wall Street, sejumlah aktivis dan teoriwan mulai menganggap gerakan ini sebagai obat politik yang efektif dan menjanjikan untuk melawan globalisasi yang berorientasi pada dominasi.

Meski Peter Evans dan Boaventura de Sousa Santos masih menjadi dua teoriwan utama yang memiliki sumbangan terhadap teori globalisasi kontra-hegemoni, pemikiran sosialis Marxis klasik juga ada dalam teori ini. Misalnya, Antonio Gramsci menyatakan bahwa perebutan apapun dalam globalisasi harus dilakukan di tingkat superstruktur (budaya, lembaga, struktur kekuasaan politik, peran, ritual, dan negara), blok revolusioner tidak lagi ditentukan oleh faktor objektif dan ekonomi suatu kelas, tetapi faktor subjektif yang berkaitan dengan persepsi bersama yang tidak memandang batas kelas dan mencakup seluruh individu dan kelompok sosial yang mengalami kesulitan dalam globalisasi ekonomi.

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Evans, Peter. 2008. "Is an alternative globalization possible?" Politics & Society 36 (2).
  2. ^ Evans, 2005, p.665

Daftar pustaka

  • Balakrishnan, Rajagopal (2005). "The role of law in counter-hegemonic globalization and global legal pluralism: Lessons from the Narmada Valley struggle in India". Leiden Journal of International Law. 18 (3): 345–387. doi:10.1017/s0922156505002797. 
  • Evans, Peter (2005). "Counterhegemonic globalization: transnational social movements in the contemporary global political economy". Dalam Janoski, Thomas, et al. (Eds.). The Handbook of Political Sociology: States, Civil Societies, and Globalization. Cambridge University Press. hlm. 655–670. ISBN 0521526205. 
Kembali kehalaman sebelumnya