Hak atas pekerjaan adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa semua orang memiliki hak untuk bekerja atau turut serta dalam kegiatan produktif, dan mereka tidak boleh dilarang untuk melakukan hal tersebut. Hak ini dicantumkan di dalam Pasal 23.1 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia.[1] Hak ini juga dapat ditemui di dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya:
1. Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang memadai guna melindungi hak ini.
2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan ini untuk mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi juga bimbingan teknis dan kejuruan serrta program-program pelatihan, kebijakan, dan teknik-teknik untuk mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan budaya yang mantap serta lapangan kerja yang penuh dan produktif, dengan kondisi-kondisi yang menjamin kebebasan politik dan ekonomi yang mendasar bagi perorangan.[2]
Pasal 15 Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk juga melindungi hak ini.[3]
Sejarah
Hak atas pekerjaan diciptakan oleh pemimpin sosialis Prancis Louis Blanc sehubungan dengan gejolak sosial pada awal abad ke-19 dan meningkatnya pengangguran setelah krisis keuangan tahun 1846 yang mengarah pada Revolusi Prancis tahun 1848.[4] Hak atas properti merupakan tuntutan penting dalam pencarian awal untuk kebebasan dan kesetaraan politik, dan melawan kontrol feodal atas properti. Properti dapat menjadi dasar dari hak yang menjamin terwujudnya hak atas standar hidup yang layak dan hanya pemilik properti yang pada awalnya diberikan hak sipil dan politik, seperti hak untuk memilih. Karena tidak semua orang adalah pemilik properti, hak atas pekerjaan diciptakan untuk memungkinkan setiap orang mencapai standar hidup yang layak.[5]
Catatan kaki