Share to:

 

Hedonisme

Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.[1] Terdapat tiga aliran pemikiran dalam hedonis yakni Cyrenaics, Epikureanisme, dan Utilitarianisme. Makna hedonisme telah mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman. Di zaman modern ini, paham hedonisme sudah jauh berbeda dari paham etika hedonisme Epicurus. Hedonisme saat ini disandingkan dengan makna kemewahan, gaya hidup berlebihan, dan cenderung kepada perilaku konsumtif.[2]

Etimologi

Kata hedonisme diambil dari bahasa Yunani ἡδονισμός hēdonismos dari akar kata ἡδονή hēdonē, artinya "kesenangan".[3] Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.[4]

Latar belakang

Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.[4] Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" [4] Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.[4] Lalu Aristippos dari Kirene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.[4] Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM).[4] Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.[4] Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.[4]

Tokoh

Aristippus

Ἀρίστιππος Aristippus
Lahirc. 433 SM
Kyrene
Meninggalc. 355 SM
Kirene
EraFilsafat Kuno
KawasanFilsafat Barat
AliranMazhab Hedonis/Mazhab Kirene
Minat utama
Hedonisme
Dipengaruhi

Aristippus dari Kirene adalah seorang filsuf Yunani yang memperlajari ajaran-ajaran Protagoras.[5] Ini dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu Kirene, Afrika Utara.[5] Aristippus kemudian mencari Sokrates dan menjalin hubungan baik dengannya.[5] Setelah Sokrates wafat, Aristippos tampil sebagai "Sofis" dan menjadi guru profesional di Atena.[5] Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan ''Cyrenaic School'' yang merupakan salah satu sekolah Sokratik yang tidak dominan.[5][6] Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang paling tepat dalam hidup.[5] Kesenangan adalah baik—termasuk juga kepuasan badani--.[5] Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal.[5]

Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah mencari "yang baik".[7] Akan tetapi, ia menyamakan "yang baik" ini dengan kesenangan "hedone".[4] Menurutnya, akal (rasio) manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan.[4] Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka rasional tentang kenikmatan.[4]

Kesenangan menurut Aristoppus bersifat badani (gerak dalam badan).[4] Ia membagi gerakan itu menjadi tiga kemungkinan:

  • Gerak kasar, yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit
  • Gerak halus, yang membuat kesenangan
  • Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur.

Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini.[4] Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.[4]

Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri.[4] Batasan itu berupa pengendalian diri.[4][8] Meskipun demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.[4] Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.[8]

Epikuros

Epikuros

Epikuros lahir tahun 342 SM di kota Samos, Yunani, dan meninggal di Atena tahun 270 SM.[9] Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan.[4][9] Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan.[9] Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum Epikurean, melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam.[4] Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan).[4] Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros.[4] Tujuannya untuk mencapai ''Ataraxia'', yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.[4][9]

Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phoronesis).[9] Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang seniman yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.[9] Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan.[9] Ia menghindari tindakan yang berlebihan.[9] Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ataraxia.[9]

Kebahagiaan yang dituju oleh Kaum Epikurean adalah kebahagiaan pribadi (privatistik).[9] Epikuros menasihatkan orang agar tidak mendekatkan diri kepada kehidupan umum (individualisme).[7][9] Ini bukanlah egoisme. Menurut Epikuros, kebahagiaan terbesar bagi manusia adalah persahabatan.[9] Berkumpul dan berbincang-bincang dengan para kawan dan membina persahabatan jauh lebih menguntungkan dan membantu mencapai ketenangan jiwa.[7][9]

Jeremy Bentham

Bentha adalah pendiri pandangan utilitarian, dia memiliki hubungan erat dengan John Stuart Mill. Bentham membagi prinsip manusia kepada tiga hal yakni ascesticism, sympathy, dan anthipathy. Menurut Bentham tugas negara adalah mengarahkan warganya kepada kesenangan, untuk menjamin kesenangan adalah tugas dari negara untuk menggunakan metode hadiah dan hukuman pada warganya

Pengertian hedonisme semula berasal dari Bahasa Yunani “hedone” yang berarti “kepuasan”. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, “Hedonism” diartikan sebagai “the belief that pleasure should be the main aim in life.“


Referensi

  1. ^ Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.
  2. ^ Rahmasari, Tri Padila (1 Juni 2022). "PERGESERAN MAKNA HEDONISME EPICURUS DI KALANGAN GENERASI MILLENIAL". garuda.kemdikbud.go.id. Vol 8, No 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-15. Diakses tanggal 2023-01-15. 
  3. ^ Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Dr. K. Bertens.2000, Etika. Jakarta: Gramedia. Hlm. 235-238.
  5. ^ a b c d e f g h Eduard Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. Hlm. 129-133.
  6. ^ Albert E. Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble, Inc. Hlm. 23.
  7. ^ a b c Simon Petrus L. Tjahjadi.2004, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Petualangan Intelektual. Hlm. 43-44.
  8. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Suseno
  9. ^ a b c d e f g h i j k l m Franz Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.

Pustaka terkait

  • Hedonisme arus balik demokrasi. Martua P Butarbutar. 2014. Jakarta. PWI dan HPN dan Semesta Rakyat Merdeka.
Kembali kehalaman sebelumnya