Share to:

 

Hukuman mati di Amerika Serikat

Negara bagian Amerika Serikat tanpa hukuman mati:
  Hukuman mati dicabut, tidak pernah dilembagakan, atau ditetapkan sebagai inkonstitusional (27)
Negara bagian Amerika Serikat dengan hukuman mati:
  Hukuman mati ditetapkan dalam undang-undang, tetapi eksekusi secara resmi ditangguhkan (7)
  Hukuman mati ditetapkan dalam undang-undang, tetapi tidak ada eksekusi dalam 10 tahun terakhir (8)
  Hukuman mati ditetapkan dalam undang-undang, tetapi eksekusi ditangguhkan secara informal (penerapan hanya di negara bagian Ohio)
  Eksekusi baru-baru ini dilakukan (13)
Peta yang menampilkan status hukuman mati di Amerika Serikat sejak tahun 1970 menurut yurisdiksi.
  Hukuman mati dihapuskan
  Hukuman mati menjadi hukuman resmi yang diakui.

Hukuman mati di Amerika Serikat telah diterapkan sebelum pembentukan negara Amerika Serikat. Dari periode kolonisasi Britania Raya di Amerika (1608 M) hingga kemerdekaan Amerika Serikat, tercatat hukuman mati secara resmi berjumlah sekitar 16.000 orang. Jumlah tersebut belum termasuk narapidana yang dihukum mati selama Perang Saudara Amerika.[1] Masyarakat Amerika Serikat menganggap hukuman mati sebagai hukuman yang wajar. Pengadilan dan pelaksanaan hukuman mati di Amerika Serikat menjadi kewenangan negara bagian Amerika Serikat. Pemerintah federal Amerika Serikat hanya menangani kasus hukuman mati akibat melakukan pidana berat terhadap negara. Sebanyak 32 dari 50 negara bagian Amerika Serikat masih menerapkan hukuman mati dalam hukum pidananya. Sedangkan 18 negara bagian lainnya menerapkan penghapusan hukuman mati atau menunda pelaksanaan hukuman mati. Semua negara bagian Amerika Serikat menerapkan metode suntik mati kepada narapidana, kecuali negara Tennesee yang menerapkan hukuman mati dengan kursi listrik. Sejak tahun 2005, pengecualian hukuman mati di Amerika Serikat hanya diberikan kepada orang yang menderita gangguan jiwa dan anak yang masih di bawah umur. Pada tahun 2009, Mahkamah Agung Amerika Serikat memberikan penegasan bahwa hukuman mati tidak melanggar Konstitusi Amerika Serikat.[2] Selain itu, Amerika Serikat juga menolak permintaan dari Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 71/187. Resolusi ini diterbitkan pada tanggal 19 Desember 2016 dan isinya menganjurkan tiap negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menunda pelaksanaan hukuman mati untuk semua narapidananya.[3]

Sejarah

Masa kolonial

Hukuman mati secara legal diterapkan di wilayah Amerika Serikat pada awal tahun 1630. Pada masa itu, wilayah Amerika Serikat termasuk bagian dari Tiga Belas Koloni. Penerapan hukuman mati disamakan dengan hukum yang berlaku di semua wilayah Britania Raya. Pada masa ini, hukuman mati diberikan bahkan untuk kasus yang tergolong kejahatan ringan dan biasa seperti copet atau pencurian makanan. Selama awal abad ke-19 Masehi, di dalam sistem hukum Inggris ditetapkan 270 jenis kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran berat. Semua jenis pelanggaran berat memperoleh hukuman berupa dihukum mati. Hal ini juga diberlakukan di Amerika Serikat ketika masih menjadi Jajahan mahkota. Metode hukuman mati yang paling sering digunakan adalah gantung diri. Proses hukuman mati umumnya dihadiri oleh ribuan orang yang ingin menyaksikan proses hukuman mati. Setelah beberapa waktu, sistem hukum yang berlaku di Inggris dan Amerika Serikat mulai mengurangi jumlah kasus yang dianggap sebagai pelanggaran berat dalam hukum pidana. Kategorisasi pelanggaran berat hanya diberlakukan pada pembunuhan tingkat pertama. Jenis pembunuhan ini merupakan pembunuhan yang dilakukan dengan adanya unsur kesengajaan dan terencana. Proses hukuman mati juga tidak lagi dipertontonkan di hadapan publik. Para narapidana hanya dihukum mati di dalam penjara.[4]

Undang-undang baru

35 negara bagian Amerika Serikat mulai merancang undang-undang hukuman mati yang baru antara tahun 1972 dan 1976. Pembuatan undang-undang hukuman mati ini merupakan permintaan dari Mahkamah Agung Amerika Serikat. Dalam prosesnya, rancangan undang-undang terbagi ke dalam dua kelompok besar. Kelompok pertana diwakili oleh negara bagian Georgia, Texas, dan Florida. Dalam rancangan undang-undang pertama, ditetapkan secara jelas mengenai jenis kejahatan berat yang dapat dihukum mati. Pertimbangan mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati juga dicantumkan di dalam rancangan undang-undang hukuman mati yang pertama ini. Hukuman mati hanya diberlakukan bagi pembunuhan tingkat pertama. Para hakim diberikan kewenangan untuk menentukan keringanan hukuman yang diberikan kepada narapidana sebagai pengganti hukuman mati. Sifat dari keringanan yang diberikan harus cenderung memaafkan perilaku kejahatan yang dilakukan oleh narapidana. Sedangkan pada pembunuhan dengan tingkat yang lebih ringan, maka hukuman mati ditunda dan tidak langsung diberlakukan.[5]

Rancangan undang-undang hukuman mati yang kedua diwakili oleh negara bagian Carolina Utara dan Louisiana. Pada rancangan undang-undang ini, hukuman mati berlaku secara wajib kepada narapidana yang dihukum karena kejahatan berat jenis apapun. Keputusan yang dipilih oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat ialah rancangan undang-undang hukuman mati yang pertama. Mahkamah Agung Amerika Serikat berpendapat bahwa rancangan undang-undang hukuman mati yang kedua sangat ketat dan dapat merugikan kasus-kasus khusus tertentu. Kasus pertama kemudian ditangani oleh Mahkamah Agung pada tahun 1976 yaitu pada kasus Gregg v. Georgia. Penerapan rancangan undang-undang hukuman mati pada kasus ini membuatnya diberlakukan dalam Konstitusi Amerika Serikat.[6]

Pada tahun 1977, hukuman mati kembali diberlakukan di Amerika Serikat. Beberapa negara bagian memilih untuk tetap menunda proses hukuman mati. Kondisi ini berlangsung akibat belum adanya kepastian dari Mahkamah Agung Amerika Serikat mengenai penyetaraan hukuman mati di semua negara bagian. Antara tahun 1977 hingga 1985 jumlah narapidana yang menerima penundaan hukuman mati hampir mencapai 2.000 orang. Hanya 50 orang di antaranya yang telah menerima hukuman mati. Salah satu kasus yang dijadikan uji coba untuk undang-undang hukuman mati yang baru ialah kasus Georgia McCleskey v. Kemp. Kasus ini dibahas di pengadilan pada tahun 1987. Pengacara yang membela terpidana mengajukan studi kasus yang cermat mengenai hukuman mati yang telah berlaku di Georgia selama tahun 1970-an.[6]

Metode

Ilustrasi hukuman mati menggunakan kursi listrik yang diterapkan di negara bagian New York, Amerika Serikat. Ilustrasi ini diberikan dalam jurnal Scientific American volume 58-59 yang diterbitkan pada tanggal 39 Juni 1888 Masehi.

Hukuman mati di Amerika Serikat masih diterapkan untuk kejahatan biasa.[7] Metode hukuman mati yang pernah diterapkan di Amerika Serikat ialah ditembak mati, diberi gas beracun, disuntik mati, digantung dan disengat listrik. Satu-satunya metode hukuman mati yang tidak pernah diterapkan di Amerika Serikat adalah pemenggalan kepala. Selain suntik mati, beberapa negara bagian Amerika Serikat yang menerapkan hukuman mati masih mengizinkan penerapan salah satu dari metode lain ini untuk melaksanakan hukuman mati.[4]

Diskriminasi

Dalam pemberlakuan hukuman mati di Amerika Serikat sering terjadi diskriminasi ras. Adanya diskriminasi diakui oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat melalui statistik hukuman mati yang terjadi di negara bagian Georgia. Pada negara bagian ini, jumlah orang kulit hitam yang menerima hukuman mati akibat pembunuhan orang kulit putih lebih besar dibandingkan jumlah orang kulit putih yang menerima hukuman mati akibat pembunuhan orang kulit hitam. Hasil penelitian ilmiah yang diadakan oleh tim dari Universitas Iowa menunjukkan bahwa perbandingannya sebesar tujuh kali lipat. Statistik mengenai diskriminasi ras dalam pemberlakuan hukuman mati ini telah memperhitungkan tingkat kekejaman kejahatan. Berdasarkan tingkat kejahatan yang sama, orang kulit hitam menerima hukuman mati dengan perbandingan empat kali lipat dibandingkan orang kulit putih. Dalam peradilan Amerika Serikat, variasi ini belum dianggap cukup untuk membatalkan pemberlakuan hukuman mati. Hukuman mati tetap diberlakukan selama terdakwa tidak memberikan bukti yang kuat untuk menghindari hukuman mati. Bukti yang cukup kuat ini diantaranya adalah bukti bahwa negara bagian berupaya melakukan diskriminasi ras. Pengamatannya dilihat dalam pengambilan keputusan oleh hakim pada pengadilan dalam kasus tertentu.[6]

Diskriminasi menyebabkan Mahkamah Agung Amerika Serikat memperoleh kritik dari publik. Pada tahun 1960, Mahkamah Agung memberikan tanggapan dengan cara menghentikan sementara terhadap pemberlakuan hukuman mati. Hukuman mati baru diberlakukan kembali pada tahun 1976. Pemberlakuan ini merupakan dampak dari unjuk rasa untuk pembelaan terhadap narapidana bernama Caryl Chesman. Ia adalah seorang narapidana yang dipenjara selama 12 tahun tanpa ada kejelasan hukum.[8]

Dampak

Hukuman mati di Amerika Serikat tidak memberikan kecenderungan penurunan kasus pidana, khususnya dalam kasus narkoba. Selama 50 tahun pelaksanaan hukuman mati di Amerika Serikat, tidak ada efek jera bagi para narapidana untuk berhenti melakukan tindakan pidana.[9] Survei yang diadakan secara terpisah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Riset Nasional Amerika Serikat menyimpulkan bahwa adanya efek jera akibat hukuman mati tidak terbukti secara ilmiah.[10] Namun, di Amerika Serikat ada kecenderungan penurunan jumlah narapidana yang menerima hukuman mati. Salah satu penyebabnya adalah kelangkaan persediaan zat kimia yang digunakan untuk metode suntik mati akibat adanya ligitasi.[11]

Penundaan

Beberapa negara bagian Amerika Serikat telah memberlakukan penundaan hukuman mati bagi narapidana. Tujuan dari penundaan ini ialah untuk menanti adanya perubahan sistem pidana oleh pemerintah federal Amerika Serikat.[12] Kondisi ini merupakan pengaruh dari protes publik atas hukuman mati yang meningkat pada periode tahun 1950-an dan 1960-an. Peningkatan jumlah protes bersamaan dengan penurunan jumlah hukuman mati di Amerika Serikat secara bertahap. Pada tahun 1967 hanya ada dua kasus hukuman mati. Karenanya pada tahun 1968 diadakan penundaan hukuman mati bagi narapidan walaupun belum dinyatakan secara resmi. Negara-negara bagian Amerika Serikat menunggu ketetapan dari Mahkamah Agung Amerika Serikat di dalam undang-undang hukuman mati yang baru. Penundaan hukuman mati di Amerika Serikat berlangsung sejak tahun 1968 hingga tahun 1976.[5]

Adanya penundaan membuat pemerintah federal dapat menganalisa ulang sistem pidana mati. Hasil yang ditunggu ada 3 kemungkinan yaitu tetap dipertahanankan, perlu pembaharuan atau dapat dihapuskan.[13] Penundaan hukuman mati juga mencegah kemungkinan pemberian hukuman kepada orang yang tidak bersalah. Dalam proses pengadilan ada kemungkinan terjadinya kesalahan pidana akibat dukungan alat bukti. Sejak tahun 1973 terdapat 123 orang yang dikenakan hukuman mati di Amerika Serikat, namun ternyata dibuktikan tidak bersalah setelah hukuman telah diadakan. 14 kasus kesalahan pidana ini diketahui setelah adanya teknologi pembuatan profil DNA.[14]

Salah satu kasus hukuman mati yang dianggap mengalami diskriminasi adalah kasus Furman v. Georgia. Kasus ini dibahas dan diputuskan di pengadilan pidana pada tahun 1972. Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan hukuman mati tidak sesuai dengan Konstitusi Amerika Serikat. Hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran terhadap larangan Amandemen Kedelapan Konstitusi Amerika Serikat terhadap hukuman yang kejam dan tidak biasa. Alasan dari pelanggaran ini adalah karena adanya ketidaktetapan mengenai siapa saja yang memperoleh pemberlakuan hukuman mati. Penundaan hukuman mati merupakan bentuk penolakan secara tidak langsung atas undang-undang hukuman mati yang baru. Penundaan akan diakhiri ketika undang-undang yang dibuat memiliki standar yang jelas mengenai narapidana yang harus menerima hukuman mati.[5]

Fenomena deret tunggu

Sebelum pelaksanaan hukuman mati bagi narapidana, beberapa negara bagian Amerika Serikat menerapkan masa tunggu. Kasus hukuman mati yang mengalami masa tunggu dikenal dengan nama fenomena deret tunggu. Di negara bagian Virginia, fenomena deret tunggu terjadi pada kasus Soering v. Britania Raya yang hasil sidangnya diputuskan oleh Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa. Fenomena deret tunggu tidak sesuai dengan isi Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia. Adanya fenomena deret tunggu dipandang sebagai tindakan melanggar pencegahan perbuatan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.[15]

Kasus Soering v. Britania Raya

Kasus Soering v. Britania Raya merupakan salah satu fenomena deret tunggu di Amerika Serikat. Kasus ini berlangsung pada tahun 1989. Narapidana bernama Soering terancam untuk menerima ekstradisi ke Amerika Serikat. Ekstradisi Soering bertujuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang dilakukannya. Keputusan pemerintah Britania Raya untuk menyerahkan dan mengestradisi Soering ke Amerika Serikat dapat melanggar Pasal 3 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Karenanya, diadakan permohonan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Eropa yang diajukan di hadapan Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa. Putusan pengadilan ini juga dianggap sebagai upaya hukuman mati Soering di Amerika Serikat. Dalam ekstradisi, Soering akan dipindahkan ke negara bagian Virginia dan mengikuti yurisdiksi dari negara ini. Dalam sistem hukum Virginia, Soering dapat memperoleh kemungkinan atas ancaman pidana mati. Ini dikarenakan kasus yang diterimanya adalah tindak pidana pembunuhan berencana. Komisi Hak Aasasi Manusia Eropa menganggap bahwa memperbesar peluang untuk menerima hukuman mati terhadap Soering merupakan bentuk pelanggaran atas Pasal 3 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, di Virginia berlaku sistem deret tunggu yang dapat memperbesar kemungkinan adanya penyiksaan atau perbuatan atau hukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.[16] Komisi Hak Asasi Manusia Eropa memberikan 6 pertimbangan yang menjadi penguat pernyataan bahwa kasus Soering memenuhi karakteristik sebagai pelanggaran terhadap Pasal 3 Konvensi Eropa tentang Hak Asasu Manusia. Masing-masing ialah kondisi dari tempat penahanan atau lembaga pemasyarakatan, metode dalam pelaksanaan hukuman mati, waktu jeda dalam deret tunggu hukuman mati, gangguan jiwa dan fisik, kondisi diri terpidana dan ketidakseimbangan antara hukum yang diberikan dengan tindak pidana yang dilakukan.[17]

Pengecualian

Pengecualian terhadap hukuman mati mulai diberlakukan oleh Mahkamah Agung setelah menangani kasus McCleskey. Pada tahun 2005, Mahkamah Agung menetapkan pembatalan hukuman mati untuk kasus Roper v. Simmons. Alasan yang diberikan ialah bahwa terpidana masih anak di bawah umur, yaitu belum mencukupi 18 tahun. Pemberian hukuman mati oleh Mahkamah Agung dianggap akan melanggar Amandemen Kedelapan Amerika Serikat. Sebanyak 19 negara bagian Amerika Serikat masih memberlakukan hukuman mati untuk anak di bawah umur pada kasus pembunuhan. Namun, jumlah hukuman mati terhadap anak di bawah umur mulai berkurang sejak tahun 1995.[6]

Penghapusan

Selama abad ke-19 Masehi, di Amerika Serikat mulai muncul gerakan-gerakan yang menentang pemberlakuan hukuman mati terhadap narapidana. Kondisi ini merupakan pengaruh tidak langsung dari gerakan menentang hukuman mati yang juga berlangsung di Eropa. Dua negara bagian Amerika Serikat akhirnya memilih menghapuskan hukuman mati dari undang-undang pidananya. Kedua negara ini ialah Michigan dan Wisconsin yang tergabung dalam Negara Utara. Michigan menghapuskan hukuman mati dalam undang-undangnya pada tahun 1845 dan Wisconsin menghapuskan hukuman mati dalam undang-undangnya pada tahun 1848. Setelah Perang Dunia II berakhir, gerakan menentang hukuman mati semakin kuat. Pergerakan terbesar berlangsung di Eropa. Adanya pergerakan besar untuk menentang hukuman mati merupakan dampak dari pengalaman perang. Selama Perang Dunia II terjadi banyak sekali pembunuhan. Negara-negara Eropa yang menghapuskan hukuman mati berasal dari negara demokrasi. Sebagian besar negara termasuk dalam wilayah Eropa Barat. Gerakan menentang hukuman mati kemudian mempengaruhi gerakan menentang hukuman mati di Kanada dan Amerika Serikat. Penyebabnya adalah pemikiran Amerika Serikat sebagai salah satu bagian dari Dunia Barat dan negara demokrasi. Adanya pergerakan menentang hukuman mati di Amerika Serikat tidak memberikan pengaruh yang besar dalam Konstitusi Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat tetap mengizinkan pemberlakuan hukuman mati bagi narapidana.[5]

Penghapusan hukuman mati telah diberlakukan oleh tujuh belas negara bagian Amerika. Sebagian besar negara ini berada di Amerika Serikat Barat Tengah dan Amerika Serikat Timur Laut. New York telah menerima penghapusan hukuman mati sejak tahun 1965. Namun ada usulan untuk memberlakukan kembali hukuman mati pada tahun 1995 dengan pembentukan undang-undang hukuman mati yang baru. Usulan ini ditolak pada tahun 2004 oleh Pengadilan Banding New York. Undang-undang baru untuk hukuman mati di New York dibatalkan dan pengesahannya ditolak oleh lembaga legislatif negara bagian New York. Negara bagian Amerika Serikat lainnya mulai menghapuskan undang-undang hukuman mati pada awal abad ke-21 Masehi. New Jersey menghapuskan undang-undang hukuman mati pada tahun 2007, disusul oleh New Mexico (2009), Illinois (2011), dan Connecticut (2012). Selain itu, negara bagian lain masih dalam tahap menunda keputusan penghapusan hukuman mati. Salah satunya ialah negara bagian Oregon yang memilih menunda pengambilan keputusan hukuman mati mulai pada tahun 2011.[5]

Hukuman pengganti

Di Amerika Serikat, hukuman mati dapat digantikan dengan hukuman penjara seumur hidup. Penggantian hukuman ini disertai dengan tidak adanya kemungkinan bagi narapidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Hampir 50.000 orang yang menerima hukuman penjara seumur hidup di Amerika Serikat pada tahun 2011. Hukuman penjara seumur hidup ini pertama kali diperkenalkan di Washington D.C. Setelahnya, negara-negara bagian Amerika Serikat menerapkan jenis hukuman ini kecuali Alaska. Sebelum tahun 1970, sebanyak 7 negara bagian Amerika Serikat telah menerapkan hukuman penjara seumur hidup tanpa adanya pembebasan bersyarat. Hukuman pengganti ini ditentang oleh negara-negara Eropa yang menerapkan sistem demokrasi. Hukuman penjara seumur hidup tanpa kebebasan bersyarat dianggap bertentangan dengan hukum Uni Eropa maupun hukum domestik di negara-negara Eropa. Puncak penentangannya adalah deklarasi hukuman penjara seumur hidup sebagai bentuk pelanggaran Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia pada tahun 2013. Deklarasi ini diberlakukan di Uni Eropa oleh Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa. Deklarasi ini merupakan akibat dari putusan pengadilan terhadap kasus Vintner dan Lainnya v. Britania Raya. Tiap negara yang tergabung dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa diwajibkan menerima deklarasi tersebut.[18]

Hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat merupakan akibat dari adanya dukungan secara besar-besaran atas hukuman mati di Amerika Serikat. Dukungan ini berawal dari putusan pengadilan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam kasus Gregg v. Georgia. Kasus ini selesai pada tahun 1976 di Amerika Serikat. Menurut Mahkamah Agung Amerika Serikat, penggantian hukuman mati dengan hukuman penjara seumur hidup dianggap sesuai dengan Konstitusi Amerika Serikat. Kewajaran penggantian hukuman mati ini tetap harus memenuhi kondisi-kondisi tertentu terpenuhi. Pada periode 1980an hingga pertengahan periode 1990an, sebagian besar negara bagian Amerika Serikat kemudian menerapkan hukum penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat. Penerapan hukuman pengganti ini merupakan bentuk penolakan terhadapa hukuman mati. Selain itu, hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat dapat diterima dalam politik di Amerika Serikat. Penerapan penggantian hukuman mati dengan hukuman penjara seumur hidup juga dilandasai oleh kajian penelitian yang diselenggarakan oleh Akademi Sains Nasional Amerika Serikat. Jumlah kajian yang dilakukan tidak banyak. Dari hasil kajian, Akademi Sains Nasional Amerika Serikat menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa efek jera dari hukuman mati lebih besar dibandingkan dengan efek jera akibat hukuman penjara seumur hidup. Sebaliknya, jumlah kajian penelitian yang membandingkan antara hukuman penjara seumur hidup dengan pembebasan bersyarat juga sangat sedikit. Sedikitnya kajian penelitian juga berlaku pada perbandingan antara hukuman penjara seumur hidup dengan pengurangan masa hukuman penjara. Media massa hanya memusatkan perhatian terhadapa hukuman penjara seumur hidup selama beberapa tahun dalam periode 1990an. Hukuman penjara seumur hidup sebagai pengganti hukuman mati masih tetap diberlakukan di Amerika Serikat setelah periode 1990an.[19]

Referensi

  1. ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "Pidana Mati di Amerika Serikat | DW | 03.12.2005". DW.COM. Diakses tanggal 2021-06-01. 
  2. ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "Hukuman Mati di Amerika Serikat | DW | 25.02.2010". DW.COM. Diakses tanggal 2021-06-01. 
  3. ^ Amnesty International 2017, hlm. 29-30.
  4. ^ a b Constitutional Rights Foundation 2012, hlm. 1.
  5. ^ a b c d e Constitutional Rights Foundation 2012, hlm. 2.
  6. ^ a b c d Constitutional Rights Foundation 2012, hlm. 3.
  7. ^ Tim Institute for Criminal Justice Reform 2017, hlm. 45.
  8. ^ Panggabean, Mompang L. (2005). Pokok-Pokok Hukum Penitensier di Indonesia (PDF). Jakarta: UKI Press. hlm. 87. ISBN 979-8148-23-1. 
  9. ^ Hoyle, Carolyn (2021). Pandangan Para Pembentuk Opini tentang Hukuman Mati di Indonesia Bagian I Pembentuk Opini: Keinginan Akan Perubahan (PDF). London: The Death Penalty Project. hlm. 14–15. ISBN 978-1-9996417-9-5. 
  10. ^ Tim Institute for Criminal Justice Reform 2017, hlm. 223.
  11. ^ Amnesty International 2017, hlm. 4.
  12. ^ Adhari 2020, hlm. 50.
  13. ^ Adhari 2020, hlm. 51.
  14. ^ Wicaksana, D.A., dkk. (2016). Eksaminasi Perkara Mary Jane: Kajian mengenai Putusan Mahkamah Agung dan Peradilan di Bawahnya terhadap Mary Jane (PDF). Jakarta Pusat: Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. hlm. 30–31. 
  15. ^ Budiman dan Rahmawati 2020, hlm. 10.
  16. ^ Budiman dan Rahmawati 2020, hlm. 16.
  17. ^ Budiman dan Rahmawati 2020, hlm. 16-17.
  18. ^ Akbari, Saputro, dan Marbun 2017, hlm. 87.
  19. ^ Akbari, Saputro, dan Marbun 2017, hlm. 88.

Daftar pustaka

  1. Adhari, Ade (2020). Pembaharuan Sistem Hukum Pelaksanaan Pidana (PDF). Sleman: Depublish. ISBN 978-623-02-0817-1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-14. Diakses tanggal 2021-07-14. 
  2. Akbari, A.R., Saputro, A.A., dan Marbun, A.N. (2017). Memaknai dan Mengukur Disparitas: Studi terhadap Praktik Pemidanaan pada Tindak Pidana Korupsi (PDF). Depok: Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia. ISBN 978-979-8972-83-6. 
  3. Amnesty International (2017). Laporan Global Amnesty International: Hukuman Mati dan Eksekusi pada Tahun 2016 (PDF). London: Amnesty International Ltd. 
  4. Budiman, A.A., dan Rahmawati, M. (2020). Fenomena Deret Tunggu Terpidana Mati di Indonesia (PDF). Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice Reform. ISBN 978-623-7198-03-1. 
  5. Constitutional Rights Foundation (2012). A History of the Death Penalty in America (PDF). crf-usa.org. 
  6. Tim Institute for Criminal Justice Reform (2017). Politik Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia Dari Masa ke Masa (PDF). Banda Aceh. 
Kembali kehalaman sebelumnya