Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (disingkat ICMI) adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. SejarahKelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya.[butuh rujukan] Sekelompok mahasiswa[siapa?] merasa prihatin dengan kondisi umat Islam, terutama karena polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam.[sumber mendukung?][kenetralan diragukan] Dari forum itu, kemudian, muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September-1 Oktober 1990.[butuh rujukan] Mahasiswa Universitas Brawijaya yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mundakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan Lalu M. Iqbal Songgel berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Muhammad Imaduddin Abdulrahim dan Dawam Rahardjo.[sumber mendukung?] Dari hasil pertemuan tersebut, pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang bertaraf nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo, dan Syafi'i Anwar menghadap[sumber mendukung?] Menristek Prof. Bacharuddin Jusuf Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional.[butuh rujukan] Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi dia bersedia tetapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto.[butuh rujukan] Dia juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim.[butuh rujukan] Sebanyak 49 orang[siapa?] cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.[butuh rujukan] Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan di rumahnya, Bacharuddin Jusuf Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui oleh Presiden Soeharto. Soeharto mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia disingkat ICMI. Tanggal 28 September 1990, sejumlah cendekiawan muslim bertemu lagi dalam rangka persiapan simposium yang akan diselenggarakan bulan Desember. Pada tanggal 25-26 November 1990, sekitar 22 orang cendekiawan yang akan membentuk wadah baru berkumpul di Tawangmangu, Solo dalam rangka merumuskan beberapa usulan untuk GBHN 1993 dan pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua 1993-2018 serta rancangan Program Kerja dan Struktur Organisasi ICMI. Pelaksanaan simposium sempat terganggu oleh gugatan tentang rencana B.J. Habibie sebagai calon Ketua Umum ICMI karena posisinya sebagai birokrat. Kepemimpinannya dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kebebasan para cendekiawan muslim. Pada tanggal 30 November dan 1 Desember, panitia secara khusus mengadakan rapat untuk menjawab isu negatif soal pemilihan Habibie. Dari pertemuan tersebut menghasilkan beberapa komitmen. Pertama, berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mampu melahirkan sarjana dan cendekiawan. Kedua, untuk memimpin ICMI diperlukan tokoh cendekiawan muslim yang memiliki reputasi nasional dan internasional serta dapat diterima oleh umat Islam, masyarakat Indonesia, maupun pemerintah. Ketiga, hanya Unibraw salah satu wahana keilmuan yang cukup pantas melahirkan organisasi itu, apalagi pemrakasanya adalah mahasiswa univeritas tersebut. Halangan juga sempat datang dari aparat keamanan setempat. Dalam rapat gabungan antara penyelenggara, pemda, dan aparat keamanan di Surabaya, empat hari menjelang acara, aparat keamanan menpersoalkan pembentukan organisasi tersebut. ICMI, kata mereka harus diwaspadai. Tapi Abdul Aziz Hosein yang menghadiri acara tersebut sebagai panitia penyelenggara mengatakan bagaimanapun ICMI akan terbentuk karena Presiden sudah menyetujui dan AD/ ART-nya sudah disusun. ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990.[butuh rujukan] Saat itu juga, secara aklamasi, disetujui kepemimpinan tunggal Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam, tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga merupakan tugas utama.[sumber mendukung?] ICMI diharapkan menjadi salah satu institusi yang memperkuat interaksi Islam sebagai kekuatan politik dengan birokrasi dan pembuat keputusan. Dari proses interaksi ini, diharapkan keluar kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berguna bagi pembangunan kesejahteraan umat dan peningkatan kualitas manusia serta pengembangan bidang spiritual.[1] Ketua ICMI
Referensi
Pranala luar
|