Mohammad Jumhur Hidayat (lahir 18 Februari 1968) [2] adalah aktivis pergerakan dan pemberdayaan rakyat yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI yang diangkat pada tanggal 11 Januari 2007 dan diberhentikan pada tanggal 11 Maret 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah menjabat selama 7 (tujuh) tahun dan dua bulan. Pemberhentian Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI tersebut menyusul keputusannya menyalurkan aspirasinya ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang saat itu mengkampanyekan ingin melaksanakan ajaran Trisakti Bung Karno yaitu Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.[3] Dalam Pemilu Presiden 2014, Jumhur Hidayat termasuk relawan Jokowi sebagai Koordinator Aliansi Rakyat Merdeka (ARM), namun karena menganggap penerapan Trisakti Bung Karno oleh Pemerintah Joko Widodo itu jauh panggang dari api atau menyimpang jauh dari sejatinya ajaran itu, maka Jumhur memilih tidak aktif dalam kegiatan dukung mendukung dan lebih berkonsentrasi pada dunia bisnis. Jumhur Hidayat sudah menjadi aktivis sejak Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah dipenjara pada tahun 1989-1992 karena terlibat dalam aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri, Rudini. ia ditangkap bersama beberapa teman, di antaranya Fadjroel Rachman, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, Bambang Sugiyanto Lasijanto, Lendo Novo, A.Sobur, Wijaya Santosa, Adi SR, dan Dwito Hermanadi.[4]
Walau pernah terlibat dalam kegiatan real politik, sebenarnya Jumhur lebih tepat disebut aktivis yang berkecimpung di dunia gerakan pemberdayaan rakyat. Saat ini Jumhur Hidayat terpilih menjadi Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) hasil Kongres ke-10 pada tanggal 16 Februari 2022 Periode 2022-2027. Adapun aktivitas politiknya dimulai saat bergabung dengan Partai Daulat Rakyat yang dalam pemilu 1999 mendapatkan 1 (satu) kursi DPR RI.[5] Jumhur menjadi Sekretaris Jenderal di Partai Daulat Rakyat.[6] Pada Saat Partai Daulat Rakyat bergabung dengan 7 (tujuh) partai politk (Partai Persatuan, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Katolik Demokrat, Partai Bhineka Tunggal Ika, PNI Front Marhaenis, PNI Massa Marhaenis, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) menjadi Partai Sarikat Indonesia yang dideklarasikan di Surabaya pada tanggal 17 Desember 2002, Jumhur menduduki Jabatan sebagai Sekretaris Jenderal.[7] Setelah gagal lagi dalam Pemilu Legislatif 2004 Jumhur meninggalkan kegiatan politiknya dan kembali aktif di dunia pergerakan termasuk gerakan buruh/pekerja melalui Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia) yang didirikannya pada tahun 1998.
Latar Belakang
MOHAMMAD Jumhur Hidayat lahir di Bandung, Jawa Barat pada Minggu 18 Februari 1968, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Mohammad Sobari Sumartadinata (almarhum) dan Ati Amiyati. Pria yang sehari-hari gemar berbatik serta hobi bermain musik ini, mempersunting Finalis “Puteri Indonesia 2001”, Alia Febyani Prabandari. Jumhur menikah di Jakarta pada 19 Januari 2007. Dari pernikahannya Jumhur dikaruniai empat orang anak yaitu Moqtav, Naeva, Ezga dan Vaniaz.
Masa kecil Jumhur dilalui di lingkungan perumahan perusahaan perbankan nasional kawasan Saharjo dan Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan. Semasa hidup, ayahnya seorang pejabat di Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia). Namun Jumhur lebih senang bermain dengan anak-anak di luar anak-anak kompleks perumahannya, berikut kesukaannya bermain catur di pos ronda milik warga yang berbeda dari tempat tinggalnya. Saat kecil kulitnya hitam terbakar matahari dan bau karena sering bermain-main di got dengan teman sebaya luar kompleks. Ini sangat berbeda dengan kakaknya sendiri atau orang kompleks yang bersih dan wangi. Ia juga dikenal dikenal sebagai anak pemberani, penuh perhatian pada orang lain, sekaligus dididik secara sederhana yang tetap melekat dalam kesederhaan hidupnya hingga saat ini. Mengomentari sosok Jumhur yang penuh nilai-nilai kepedulian sosial dan bersikap sederhana, seorang sahabatnya, Mochammad Fadjroel Rachman berkomentar, “Jumhur Hidayat merupakan pribadi yang menarik. Ia berangkat dengan latar belakang sosial berkecukupan, pintar dan berprestasi, tapi justru hidupnya banyak sekali membantu orang lain,” ujarnya. “Tak ada secuil pun pakaian mahal pada diri Jumhur yang selalu berbatik itu,” tambah Fadjroel. Boleh jadi kesederhanaan begitu mengakar dalam jiwa Jumhur. Saat celana atau bajunya robek ia juga spontan menjahitnya sendiri. Memang, ke mana pun Jumhur pergi, kopernya tak pernah luput dari peralatan alat jahit seperti benang dan jarum
Jumhur masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mengambil jurusan Teknik Fisika pada 1986. Sejak tercatat mahasiswa tingkat pertama di ITB, Jumhur telah berkali-kali ambil bagian dalam aksi unjuk rasa mahasiswa di kampus maupun aksi lain bersama mahasiswa di kota Bandung dan Jakarta, utamanya terkait pembelaan hak-hak petani ataupun menentang penggusuran tanah rakyat seperti dalam kasus tanah Badega, Kacapiring, Cimacan, dan Kedung Ombo yang isunya menonjol pada 1988. Akibat berkali-kali menyelenggarakan aksi turun ke jalan, Jumhur merasa dirinya acap menjadi target aparat keamanan. Penangkapan terhadap Jumhur terjadi dalam momentum peristiwa 5 Agustus 1989, yang juga melibatkan kawan-kawannya di antaranya Mochammad Fadjroel Rachman, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, dan Bambang Sugiyanto Lasijanto. Salah satu alasan mengapa ia ditangkap setelah menyelenggarakan aksi mahasiswa menentang kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini pada hari Sabtu pukul 13.00 WIB tanggal 5 Agustus 1989 di depan kampus ITB, karena memang telah berkali-kali melakukan aksi unjuk rasa. Tentu saja, peristiwa 5 Agustus 1989 yang membuatnya dijebloskan ke penjara merupakan pemicu utama atas penangkapannya. Pada sisi lain, Rektor ITB saat itu juga memecat dirinya dan lima orang rekannya sesama mahasiswa ITB akibat peristiwa 5 Agustus 1989 dan pemecatan itu telah menjadi sejarah baru dalam pergerakan mahasiswa melawan penguasa, yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Jumhur di bawa ke tahanan militer di kantor Bakorstanasda Jawa Barat Jalan Sumatera 37 Bandung. Jumhur pun langsung diinterogasi oleh sejumlah aparat keamanan berwajah garang. Jumhur sempat dipukul di bagian belakang dekat leher oleh petugas. Interogasinya yang penuh dengan ancaman yang berlangsung secara keras dan mencekam bahkan sempat disodori surat pernyataan untuk bersedia tidak bertemu lagi dengan orang tua bila terjadi apa-apa. Saat itu Jumhur sendirian dan dikelilingi oleh sekitar 6 orang tentara berbadan kekar dan bertampang angker. Rupanya, Jumhur tetap bergeming karena semakin diancam semakin keras sikapnya untuk melawan ketika itu.
Jumhur mulai diadili di Pengadilan Negeri Bandung pada hari Rabu 29 November 1989. Ia orang pertama yang diadili. Pada Kamis 8 Februari 1990, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis Jumhur Hidayat, Amarsyah, dan Bambang masing-masing tiga tahun penjara dipotong masa tahanan sementara. Majelis hakim menolak pledoi Jumhur yang diberi judul “Menggugat Rezim Anti-Demokrasi”. Dalam pledoi yang tebal itu, Jumhur menyampaikan pembelaan yang disiapkan bersama pengacara dan teman-teman seperjuangan. Nggak ada lagi yang disensor. Vonis terhadap Jumhur, Amarsyah, dan Bambang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya menuntut hukuman atas para terdakwa itu dua tahun tiga bulan. Ketua majelis hakim Soegianto dalam amar putusan bagi Jumhur antara lain menyatakan, hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak menunjukkan penyesalan dan perbuatannya bisa membahayakan stabilitas nasional. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, masih muda, serta berlaku sopan dalam persidangan. Dalam masa menjalani hukuman itu, Jumhur dan kelima temannya sempat juga dipindahkan ke Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun tidak berapa lama kemudian, atas perintah Menteri Kehakiman, dikembalikan lagi ke Bandung karena dianggap terlalu berlebihan memenjarakan mahasiswa hingga ke Nusakambangan.
Pada 25 Februari 1992, Jumhur cs menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Untuk beberapa lama Jumhur tak beraktivitas ”tetap” sampai akhirnya diajak Adi Sasono aktif di CIDES (Center for Information and Development Studies) pada awal 1993, sebuah lembaga pusat kajian pembangunan yang dibidani tokoh-tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Jumhur dipercaya menggerakkan CIDES sebagai direktur eksekutifnya dengan Adi Sasono sebagai Ketua Dewan Direktur CIDES. Dan saat di CIDES Jumhur kembali kuliah di Teknik Fisika Universitas Nasional (Unas) Jakarta serta menamatkannya pada 1996. Jumhur berada di CIDES sejak 1993-1999. Sebagai direktur pelaksana CIDES, Jumhur berupaya menjadikan lembaga itu bukan hanya eksklusif ‘milik’ ICMI, melainkan dengan mengembangkan terobosan kepada agenda lintas agama, aliran politik, maupun dimensi penguatan hak-hak rakyat (pro rakyat) sehingga CIDES bisa diterima khalayak luas. Keberhasilan CIDES yang dipimpinnya juga ditandai dengan melaksanakan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat kecil, sebagai bagian upaya menjalankan konsep ekonomi kerakyatan. Hal ini tak lepas dari prinsip Jumhur bahwa CIDES harus menjadi jembatan masyarakat dan pemerintah. Artinya, CIDES berdiri di antara keduanya sehingga lembaga itu tampil lebih jernih dalam melihat persoalan yang berkembang di masyarakat. Kala itu CIDES telah berhasil sebagai lembaga kajian kebijakan publik yang memiliki gagasan-gagasan alternatif.
Kegiatan Diskusi dan Organisasi
Di sela-sela waktu penuhnya menggerakkan CIDES, ia meluaskan kiprah dalam mengabarkan perkembangan demokrasi di Indonesia tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pentas internasional, seperti menjadi pembicara tunggal yang memberikan gambaran situasi ekonomi-politik Indonesia di hadapan para top eksekutif bisnis internasional yang memimpin regional office Asia Tenggara. Tema yang diusung pada acara itu adalah Guarding the Reform Agenda: to Build Indonesia Anew. Penyelengaranya IDDS Singapura (International Defense and Strategic Studies), Singapura, Desember 1998. Kemudian Jumhur menjadi pembicara tunggal memaparkan proses perubahan politik saat reformasi dan masa depan ekonomi-politik Indonesia kepada para top eksekutif perusahaan Amerika Serikat yang beroperasi di Indonesia seperti Freeport, Mobil Oil, Unocal 76 dan lain-lain. Acara ini diselenggarakan oleh The United States-Indonesia Society, Washington DC, Februari 1999. Jumhur pun tak segan mengikuti kursus dan pelatihan, di antaranya To Win the Party Through Democratic Principles yang dihadiri oleh sekitar delapan negara ASEAN (Associations Southeast Asian Nations) di Manila, September 1996. Penyelenggaranya Friedrich Naumann Stiftung. Kemudian, Strategy for Development Alternatives yang dihadiri oleh 5 Negara ASEAN di Kuala Lumpur, Juni 1992. Pelatihan ini diselenggarakan oleh SEAFDA (Southeast Asian Forum for Development Alternatives). Selain itu menghadiri beberapa Regional Meeting, yakni Pertemuan Serantau antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang diadakan The Mastery of Science and Technology in The Context of Human Resources Development, Kuala Lumpur, 1996. Selanjutnya,Bilateral Conference on Enhancing Indonesia-Australia Relations, Jakarta, November 1996. Bilateral Conference on Indonesia-South Africa: New Beginnings and Future Relations, Capetown, South-africa, April 1996. Belum lagi keikutsertaanya pada International Conference on Methodological Problems in The Study of Religions, Montreal Canada, Februari 1997, dan Regional Conference on Comparisons of Election System: Problems and Prospects yang dihadiri enam negara ASEAN di Bandung, Juli 1998. Juga, International Conference on The Future of Asia’s Cities yang dihadiri beberapa negara ASEAN dan India) di Jakarta, Desember 1996.
Aktivitas Jumhur tak pelak mendapat perhatian negeri Paman Sam. Pemerintah Amerika Serikat mengundangnya selama sebulan pada 1999 untuk memperdalam pengetahuan tentang Amerika Serikat terutama sistem ketatanegaraannya. Selanjutnya, Pemerintah Hongkong juga mengundangnya seminggu pada 1998 untuk memperdalam pengetahuan mengenai Hongkong setelah bergabung dengan Republik Rakyat China. Di lain sisi, Jumhur pernah berjuang sebagai politisi dengan menjabat Sekretaris Jenderal/Pejabat Ketua Umum Partai Daulat Rakyat (PDR) untuk Pemilihan Umum 1999 dan Sekjen Partai Sarikat Indonesia (PSI) untuk Pemilu 2004. Satu pengalaman yang sangat menarik ketika mengurusi PDR yang tak berhasil merebut suara maksimal dalam Pemilu 1999, Jumhur menjadi orang terakhir yang mempertahankan PDR hingga akhir hayat partai itu (tidak boleh ikut Pemilu 2004 karena tidak melampaui electoral threshold pada Pemilu 1999, dan PDR tidak membentuk partai baru) dengan mengontrak kantor kecil sederhana di kawasan Lapangan Roos, Tebet, Jakarta Selatan. Kemudian ia menjadi Sekjen Partai Sarikat Indonesia (PSI) menjelang Pemilu 2004, dan Koordinator Nasional Koalisi Kerakyatan pendukung SBY-JK menjelang Pilpres (Pemilu Presiden) 2004, serta Koordinator Nasional Koalisi Kerakyatan II pendukung SBY-Boediono menjelang Pilpres 2009.
Aktivitas Jumhur dalam dunia perburuhan dimulai dengan mendirikan Yayasan Kesejahteraan Pekerja Indonesia (YKPI) dan Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) sekaligus menjadi ketua umumnya hingga 2012. YKPI utamanya bergerak dalam bidang pemberdayaan buruh/pekerja. Di antaranya memberikan pelatihan kepada para buruh/pekerja serta membentuk serikat pekerja tingkat perusahaan di masa Orde Baru, yaitu suatu serikat pekerja yang tidak berafiliasi dengan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Aktivitasnya yang bersinggungan dengan sektor informal terus meningkat ketika menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat APGKI (Asosiasi Pedagang Grosir Keliling Indonesia). Organisasi ini merupakan ormas sektoral tingkat nasional yang memiliki perwakilan di propinsi dan kabupaten/kota yang khusus memberdayakan para pedagang grosir keliling. Pedagang grosir keliling adalah mereka yang menghubungkan antara pedagang besar grosir (pusat grosir) dengan warung-warung atau toko-toko yang tersebar di lingkungan masyarakat. Pedagang grosir keliling membeli barang kepada pusat grosir dan menjualnya kembali kepada sekitar 10 sampai 15 warung atau toko di masyarakat. APGKI di antaranya memberikan pelatihan dan membantu penyaluran permodalan. Tak jauh berbeda, Jumhur juga menjadi anggota Dewan Penasehat APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia). Organisasi ini juga merupakan ormas sektoral tingkat nasional yang khusus menangani pedagang kaki lima. Di antara upaya pemberdayaan pedagang kaki lima oleh APKLI adalah pelatihan manajemen, penyaluran permodalan, pengadaan ruang usaha dan memberikan masukan kepada pemda-pemda setempat perihal tata ruang yang layak bagi kehidupan. APKLI memiliki perwakilan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Pada tanggal 13 Oktober 2020, Jumhur, yang waktu itu menjadi aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), ditangkap terkait dengan unjuk rasa Undang-Undang Cipta Kerja.[8] Penangkapan Jumhur Hidayat tersebut didasari atas postingan di akun Twitter @jumhurhidayat[9] menulis salah satunya 'undang-undang ini memang untuk primitive investors dari RRC dan pengusaha rakus.[10] Hampir 7 bulan mendekam di Tahanan Bareskrim Mabes POLRI, Jumhur kemudian menjalani penangguhan penahanan pada 6 Mei 2021. Ketika Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berkongres pada 16 Februari 2022, Jumhur terpilih sebagai Ketua Umum untuk menahkodai Organisasi Pekerja/Buruh terbesar dan paling tersebar tersebut untuk 5 tahun ke depan.
Penghargaan
- Tahun 2012: Sugeng Sarjadi School of Government (SSSG) untuk bidang Good Governance for Publik Responsiveness and Accountability saat memimpin BNP2TKI sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang mendirikan Call Center (08001000), gratis, 24 jam bagi TKI Bermasalah serta berhasil memimpin BNP2TKI sehingga memperloleh penilaian keuangan terbaik (WTP) berturut-turut sejak berdiri.
- Tahun 2013: Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) untuk bidang Perlindungan Tenaga Kerja Pelaut dan Nelayan Internasional yaitu menerbitkan Peraturan Kepala BNP2TKI merujuk pada MLC (Maritime Labor Convenstions) yang selama puluhan tahun sistem perlindungannya tidak memadai.
- Tahun 2014: Pemerintah Korea Selatan melalui Human Resources Development Korea (HRD-Korea) untuk bidang penempatan tenaga kerja Indonesia ke Korea Selatan dengan urutan pertama yang terbanyak dibanding 14 negara pengirim lainnya.
- Tahun 2014: Rakyat Merdeka On Line (RMOL) untuk bidang Personal Best Performance pengembangan sistem on line pada transaksi dokumen TKI, di mana BNP2TKI adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang sudah on line dengan hampir seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.
Karya Tulis
- Menulis berbagai makalah dalam bahasa Indonesia dan Inggris untuk presentasi dalam seminar baik di dalam maupun di luar negeri.
- Menulis artikel di berbagai media antara lain Kompas, Media Indonesia, Sinar Harapan dan Republika.
- Buku dengan judul Manifesto Kekuatan Ketiga: Mengobarkan Asas Nasionalisme Kerakyatan Menuju Indonesia Raya, tahun 2002.[11]
- Buku dengan judul Surat-Surat dari Penjara, tahun 2000.[12]
- Buku dengan judul Jujur Terhadap Habibie, tahun 1999.
- Editor Buku, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Bertumpu pada SDM, Teknologi dan Partisipasi Masyarakat, tahun 1995
- Editor buku, Membangun Hubungan Industrial Pancasila, tahun 1994
- Editor buku, Pembaruan Sistem Upah, tahun 1994
- Editor buku, Tenaga Kerja Agro Industri, tahun 1994
- Editor buku, Pembangunan Regional dan Segitiga Pertumbuhan, tahun 1994
- Buku dengan judul Menggugat Rezim anti Demokrasi (Pidato Pembelaan di hadapan Majlis Hakim PN Bandung, 1990), dalam proses penerbitan.
- Buku dengan judul Pikiran-Pikiran dari Penjara, dalam proses penerbitan.
Rujukan