Kampanye Kepulauan Gilbert dan Marshall merupakan bagian dari Teater Pasifik, Perang Dunia II yang terjadi pada November1943 hingga Februari1944. Kampanye ini merupakan operasi strategis dari Armada Pasifik dan Korps Marinir (United States Marine Corps, USMC) Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik Tengah dengan tujuan untuk membangun lapangan terbang yang memungkinkan untuk mendukung serangan udara berbagai operasi di Pasifik Tengah. Kampanye ini dimulai dengan pertempuran tiga hari di Pulau Betio di Atol Tarawa. Tahun sebelumnya marinir AS juga telah melakukan serangan ke Pulau Makin, pada Agustus1942. Pangkalan Jepang di Kepulauan Gilbert dan Kepulauan Marshall merupakan batas terluar pertahanan sisi timur bagi Kekaisaran Jepang. Kampanye ini dilanjutkan dengan Kampanye Marianas pada musim panas berikutnya.
Latar Belakang
Pasukan Jepang menduduki Kepulauan Gilbert tiga hari setelah serangan terhadap Pearl Harbor, Hawaii. Untuk mengamankan Tarawa, mereka membangun pangkalan pesawat amfibi di Pulau Makin dan menempatkan pasukannya di sepanjang garis pantai atol, untuk memantau pergerakan pasukan Sekutu di Pasifik Selatan.[1] Setelah serangan pasukan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Evans Carlson ke Pulau Makin pada bulan Agustus 1942, Pasukan Jepang menyadari kerentanan dan nilai strategis Kepulauan Gilbert.[2] Pulau terbesar dan sangat strategis adalah Tarawa. Pada bulan Maret 1943, Jepang dengan cepat memperbaiki dan memperkuat pertahanannya dengan kekuatan kurang lebih 5.000 pasukan. Pasukan ini kemudian diperkuat kembali dengan 3.000 pasukan khusus pendaratan (Special Navy Landing Unit) dan pasukan pertahanan pangkalan dari Angkatan Laut Jepang, 940 unit konstruksi angkatan laut dan 1.247 buruh.
Sebagai perbandingan, Pulau Makin saja hanya diperkuat dengan 798 prajurit tempur Jepang, termasuk sekitar 100 orang penerbang yang terisolir.[3] Jenderal Holland M. Smith, Komandan Jenderal Korps Amfibi V menyalahkan serangan Carlson telah mengakibatkan Jepang memperkuat pertahanannya, dimana seharusnya Tarawa dapat dilewati dan tidak menyebabkan kerugian pertempuran.[1][4] Namun Laksamana Chester W. Nimitz, Ernest King and Raymond A. Spruance tidak setuju, mereka yakin bahwa dengan menguasai Kepulauan Gilberts dan pangkalan udaranya akan membantu laju pasukan Sekutu pada langkah selanjutnya, Pertempuran Kepulauan Marshall, dan berlanjut ke Jepang. Kode operasi untuk serangan ke Kepulauan Gilbert adalah "Operation Galvanic" [3][4] untuk Tarawa, Makin, and Apamama.
Referensi
^ abSamuel Eliot Morison, History of United States Naval Operations in World War II, Vol. 7; Aleutians, Gilberts and Marshalls: June 1942–April 1944 (Edison, NJ: Castle Books, 2001).
^Bruce F. Meyers, Swift, Silent, and Deadly: Marine Amphibious Reconnaissance in the Pacific, 1942–1945, (Annapolis, MD: Naval Institute Press, 2004).
^ abBenis M. Frank and Henry I. Shaw, Jr., History of U.S. Marine Corps Operations in World War II, Vol. 5; Victory and Occupation (New York, NY: Penguin Books, 1990).
(Inggris) Drea, Edward J. (1998). "An Allied Interpretation of the Pacific War". In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. Nebraska: University of Nebraska Press. ISBN0-8032-1708-0.