Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1989Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1989 merupakan sebuah konvensi yang yang dilaksanakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional(ILO). Konvensi ini membahas revisi Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1957(ILO 107) yang dinilai tidak lagi relevan oleh ILO karena perkembangan hukum internasional. Konvensi ini ditetapkan pada tanggal 27 Juni 1989 dan mulai berlaku pada tanggal 5 September 1991.[1] Asal UsulPada dekade 1980-an, kritik bahwa Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1957 dinilai terlalu menekankan kepada upaya integrasi dan asimilasi ke dalam negara yang menjadi lokasi tempat tinggal mereka tanpa memperhatikan hak menentukan nasib sendiri milik masyarakat hukum adat mulai berkembang.[2] Keinginan untuk menerapkan hak menentukan nasib sendiri ini terus semakin diperkuat ketika Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adat mulai dibentuk pada tahun 1982 sebagai bentuk partisipasi masyarakat hukum adat sekaligus media penyampaian aspirasi dan kontribusi para masyarakat hukum adat dalam agenda PBB.[3] Kritik terus berlanjut hingga puncaknya pada tahun 1985, kelompok masyarakat adat, pemimpin dan para pakar bertemu dan mempertanyakan relevansi pendekatan integrasi dan asimilasi konvensi ILO 107. Pertemuan ini mendapatkan respons dari ILO dan segera mengadakan Komite Para Ahli untuk merevisi ILO 107.[4] Komite berlangsung selama 10 hari dari tanggal 1- 10 September 1986 di Jenewa.[5] Komite menghasilkan kesepakatan dengan menyatakan " Pendekatan integrasi konvensi tersebut usang dan penerapannya menyebabkan kerusakan terhadap dunia modern".[6] Laporan hasil komite diikuti dengan pengiriman angket ke pemerintah-pemerintah negara yang menjadi anggota dari ILO. Angket ini harus dibalas sebelum bulan September 1987 yang bersamaan dengan penulisan laporan kedua. Negara yang membalas angket tersebut berjumlah 53 negara anggota.[7] Laporan kedua diterbitkan pada musim panas 1988 dan menjadi materi yang akan dibahas pada Konferensi Buruh Internasional 1988. Revisi konvensi kembali dilakukan hingga sampai konferensi yang menetapkan konvensi ini pada bulan Juni 1989.[8] Pada akhirnya, konvensi resmi ditetapkan pada tanggal 27 Juni 1989 di Jenewa oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional dalam pertemuan di Jenewa saat sidang ke 76 pada tanggal 7 Juni 1989. Konvensi resmi berlaku pada tanggal 5 September 1991.[1] Ketentuan-ketentuan intiKriteria masyarakat hukum adatIsi pembukaan konvensi menegaskan penghapusan pelaksanaan nilai asimilasi yang terkandung di dalam ILO 107 dengan merujuk Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik serta perkembangan hukum internasional sejak tahun 1957 dan instrumen lain tentang penghapusan diskriminasi. Pandangan ini disepakati dengan mengumpulkan aspirasi para masyarakat adat untuk memiliki hak menentukan nasib sendiri untuk mengatur institusi, gaya hidup, identitas, agama dan perkembangan ekonomi di dalam negara tempat mereka tinggal, tetapi tetap mendapatkan hak-hak asasi manusia dasar yang setara dengan warga negara lain yang selama ini tidak mereka rasakan di beberapa negara setelah penetapan Konvensi ILO 107. Berdasarkan ketentuan yang telah tertulis yang juga merupakan hasil kerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) , Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, Organisasi Kesehatan Dunia dan Institut Suku Indian Antar Amerika, maka para organisasi diharapkan akan terus konsisten mengenalkan dan menerapkan ketentuan ini. Konvensi ini juga akan merevisi ILO 107 seiring konvensi resmi ditetapkan dan berlaku.[9] Pasal satu mendefinisikan pengelompokan " masyarakat adat" yang menjadi fokus konvensi menjadi dua:
Penentuan identitas diri sebagai masyarakat adat merupakan syarat utama apakah ketentuan konvensi berlaku kepadanya dan istilah "suku" tidak boleh memiliki keterlibatan terhadap hak-hak yang terikat terhadap istilah tersebut di bawah hukum internasional.[1] Peran pemerintahPasal Dua menyatakan kewajiban pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dengan tetap memperhatikan keutuhan masyarakat adat yang terlibat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
Pasal tiga mengecam bentuk diskriminasi dalam bentuk apa pun dan segala bentuk pemaksaan terhadap masyarakat adat dalam langkah pemenuhan hak-hak dasar mereka. Pasal empat menyatakan untuk menjamin keselamatan individu dan properti yang dimiliki oleh masyarakat adat tanpa mengkhianati harapan yang mereka miliki.[1] Referensi
|