Raden Ayu Lasminingrat adalah putri sulung pasangan Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria, seorang penghulu sekaligus sastrawan sunda.[12] Ketika zaman kolonialisme pendidikan untuk bumiputera-bumiputeri dengan poltik etis belumlah menjadi hak asasi warga Nusantara, terutama kaum perempuan, dan atas kesadaran pentingnya pendidikan maka Raden Haji Muhamad Musa mendirikan sekolah Eropa (Bijzondere Europeesche School) dengan menggaji dua orang guru Eropa.
Di sekolah ini orang Eropa (Belanda) dapat bersekolah bersama-sama dengan anak-anak pribumi, juga anak laki-laki bercampur dengan anak-anak perempuan.[13] Ada pula yang menyebutkan Kontrolir Levisan atau Levyson Norman, seorang sekretaris Jendral Pemerintah Hindia Belanda kenalan baik sang ayah yang mengasuh Lasminingrat hingga mahir dalam menulis dan berbahasa Belanda.[6]
Materi pembelajaran berupa membaca, menulis, Bahasa Belanda, dan umumnya mengenai kebudayaan barat. Dari pengalaman didikan langsung tersebut, Lasminingrat mempunyai angan jauh ke depan serta bercita-cita, --sama halnya dengan Dewi Sartika atau Kartini di kemudian hari, untuk memajukan peranan dan kesetaraan derajat perempuan Nusantara.
Alhasil, kemampuan Raden Ayu Lasminingrat dalam berbahasa Belanda sangat fasih, bahkan Karel Frederik Holle, seorang administrator di Perkebunan Teh Waspada, Cikajang, memujinya. Pujian itu dinyatakan dalam surat Holle kepada P. J. Veth, antara lain menyebutkan Bahwa: “Anak perempuan penghulu yang menikah dengan Bupati Garut, menyadur dengan tepat cerita-cerita dongeng karangan Grimm, cerita-cerita dari negeri dongeng (Oleg Goeverneur), dan cerita-cerita lainnya ke dalam bahasa Sunda.” [14][note 2]
Tahun 1879, Lasminingrat mendidik anak-anak melalui buku bacaan berbahasa sunda, pendidikan moral, agama, ilmu alam, psikologi dan sosiologi. Dia sisipkan dalam cerita yang disadur dari bahasa asing yang disesuaikan dengan kultur sunda dan bahasa yg mudah dimengerti. [note 3]
Langkah ri'ilnya, pada 1907 Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri di lingkungan Ruang Gamelan, Pendopo Garut sekitar tahun 1907. Awalnya dibuka terbatas untuk lingkungan para priyayi atau bangsawan lokal saja dengan materi pelajaran berupa baca, tulis, dan pemberdayaan perempuan. Selain itu, Lasminingrat rajin membuat tulisan. Di antarakaryanya yang terkenal adalah Warnasari (jilid 1 & 2).
Lasminingrat menikah dengan Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII, yang merupakan Bupati Garut. Lasminingrat menghentikan aktivitas kepengarangannya. Ia lalu berkonsentrasi di bidang pendidikan bagi kaum perempuan Sunda. Selanjutnya tahun 1911 sekolah tersebut pindah ke Jalan Ranggalawe. Tidak disangka, pada 1911 sekolahnya berkembang. Jumlah muridnya mencapai 200 orang, dan lima kelas dibangun di sebelah pendopo. Sekolah ini akhirnya mendapatkan pengesahan dari pemerintah Hindia Belanda pada 1913 melalui akta nomor 12 tertanggal 12 Februari 1913. Pada 1934, cabang-cabang Keutamaan Istri dibangun di kota Wetan Garut, Bayongbong, dan Cikajang.[15] Tahun 1912, Lasminingrat mendirikan kembali Sakola Istri untuk kaum perempuan dimana letak dan bangunannya sekarang dipakai SMA Negeri 1 Garut, sebelah timur alun-alun.
Pihak pemerintah kolonial menganggap jasa dan peranan Lasminingrat besar dalam membangun pendidikan untuk kaum bumiputera-bumiputeri oleh karenanya ia diberi penghargaan dan kompensasi tetap bulanan selama mengajar. seiring dengan pergantian nama Kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut Tahun 1913. Dua tahun setelah pergantian nama, R. A. A. Wiratanudatar VIII pensiun, setelah menjadi bupati sejak tahun 1871. Jabatan Bupati Garut kemudian dipangku oleh R. A. A. Suria Kartalegawa, yang masih terhitung keponakannya.
Akhirnya Raden Ayu Lasmingrat pindah dari pendopo ke sebuah rumah di Regensweg (sekarang Jalan Siliwangi). Rumah yang besar ini sekarang menjadi Yogya Department Store. Hingga usia 80 tahun ia masih aktif, meskipun tidak langsung dalam dunia pendidikan. Pada masa pendudukan Jepang, Sakola Kautamaan Istri itu diganti namanya menjadi Sekolah Rakyat (SR) dan mulai menerima laki-laki. Sejak tahun 1950, SR tersebut berubah menjadi SDN Ranggalawe I dan IV yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Daerah Tingkat II Garut. Tahun 1990-an hingga kini berubah lagi menjadi SDN Regol VII
Akhir hidup
Lasminingrat meninggal pada tanggal 10 April 1948 dalam usia 94 tahun dan kemudian dikebumikan tepat di belakang Mesjid Agung Garut. Cita-cita dan perjuangannya mewujudkan pendidikan untuk kaum perempuan diteruskan oleh kerabatnya.
Karya tulis
Carita Erman (1875), Judul Tjarita Erman merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid. Buku ini dicetak sebanyak 6.015 eksemplar. Pada tahun 1911 dicetak ulang dalam aksara Sunda Cacarakan, dan pada tahun 1922 dalam aksara Latin. Selanjutnya tahun 1919 diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh M.S Cakrabangsa.
Warnasari jilid 1 (1876). Judul Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng Jilid I.Buku ini ditulis dalam aksara Sunda Cacarakan, merupakan hasil terjemahan dari tulisan Marchen von Grimm dan JAA Goeverneur, yaitu Vertelsels uit het wonderland voor kinderen, klein en groot (1872) dan beberapa cerita Eropa lainnya.
Moriyama, Mikihiro (2005). Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia & The Resona Foundation for Asia and Oceania. ISBN979-9100-23-2.
Lubis, Nina H. Kajian tentang perjuangan Raden Ayu Lasminingrat : Dalam rangka pengusulannya sebagai Pahlawan Nasional. Pusat Penelitian Kemasyarakatan & Kebudayaan - Lembaga Penelitian Universitas Pajajaran.
Effendie Tp.M.Hs, Deddy. Raden Ajoe Lasminingrat (1854-1948) - Perempuan Intelektual Pertama di Indonesia. CV Studio Proklamasi.
Terrarum, O. (2006). West Meets East: Images of China and Japan, 1570 to 1920, Special Collections, De Beer Gallery, Central Library of the University of Otago, 10 February to 26 May 2006. New Zealand Journal of Asian Studies, 8, 122-179.
garutkab.go.id (13 Jul 2015). "Sajarah Inohong". sunda.garutkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-17. Diakses tanggal 22 September 2015.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
Pepih Nugraha (Selasa, 5 Juli 2011 09:04 WIB). Nugraha, Pepih, ed. "RA Lasminingrat Pantas Jadi Pahlawan". Kompas.com. Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-13. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
"Lasminingrat". LimbanganGarut.com. Fri, 4 Jun 2010 17:24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-13. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
"Tokoh Sejarah Lasminingrat". Pariwisata.garutkab.go.id. Senin, 13 Juli 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-18. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Raden Tamtu, putra Bupati Sumedang Pangeran Sugih atau Pangeran Suria Kusumah Adinata. Dari perkawinan ini namanya pun berubah menjadi Raden Ayu Lasminingrat. Sayang, pernikahannya tak berlangsung lama karena Raden Tamtu meninggal dunia.[1]
^K. F. Holle memang sangat dekat dengan anak-anak Musa, termasuk dengan Lasminingrat, bahkan tak segan-segan, Lasmingrat “nembang” di depan K. F. Holle, yang kadang dipanggil sebagai “Tuan Kawasa” (Lubis, 1998). Sebaliknya peranan K. F. Holle dalam merevitalisasi bahasa Sunda sangat besar, terbukti dengan menerbitkan buku-buku dalam bahasa Sunda, memberikan dorongan kepada kaum menak untuk menuliskan karya-karya mereka dan menerbitkannya. Dalam buku tersebut diceritakan, Lasmingrat juga terlibat dalam “proyek” menyusun buku-buku pelajaran Sunda dengan diberi biaya f. 1200 dari Pemerintah Belanda.[13]
^Selain itu, dalam karyanya ia mencoba menanamkan rasionalisme dalam dunia pribumi yang masih beralam tradisional yang diwarnai takhayul. Tidak hanya itu, Raden Ayu Lasminingrat juga mengedepankan soal pengetahuan dasar, baik itu tentang ilmu pengetahuan alam yang sangat dasar tentang sumber air (mata air, hujan), tentang cahaya (matahari dan lampu), tumbuh-tumbuhan, termasuk bagaimana mengajarkan tentang ke-Tuhan-an[13]
^garutkab.go.id (13 Jul 2015). "Sajarah Inohong". sunda.garutkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-17. Diakses tanggal 22 September 2015.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
^Pepih Nugraha (Selasa, 5 Juli 2011 09:04 WIB). Nugraha, Pepih, ed. "RA Lasminingrat Pantas Jadi Pahlawan". Kompas.com. Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-13. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
^"Lasminingrat". LimbanganGarut.com. Fri, 4 Jun 2010 17:24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-13. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^"Tokoh Sejarah Lasminingrat". Pariwisata.garutkab.go.id. Senin, 13 Juli 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-18. Diakses tanggal 22 September 2015.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)