Made Tri Ari Penia Kresnowati
Kehidupan Pribadi dan PendidikanKresnowati lahir di Bandung pada tanggal 5 Mei 1997 sebagai anak kedua dari dari pasangan Nyoman Susila yang merupakan Suku Bali dan Sukardinah yang merupakan Suku Jawa. Ayahnya merupakan seorang Dosen Departemen Matematika di ITB dan ibunya merupakan seorang dosen di Universitas Padjajaran.[2] Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandung pada tahun 1995, dia kuliah di Jurusan Teknik Kimia dengan spesialisasi Teknik Bioproses di ITB. Selama kuliah, dia sempat magang di Perusahaan Indomiwon dan menjadi bendahara di Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa di ITB . Ia lulus pada tahun 1999 dengan gelar cum laude.[3][4] Dia menikah pada tahun 2000 dengan Wawan Dhewanto yang merupakan Dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Pada tahun yang sama, Kresnowati mendapatkan beasiswa StuNed di Belanda dengan mengambil studi magister Teknik Biokimia di Universitas Teknologi Delft dan lulus pada tahun 2002.[2] Dia langsung melanjutkan studi doktoral di universitas yang sama dan lulus pada tahun 2007 [5] dengan disertasi berjudul "Stimulus response methodology for quantitative model development of central carbon metabolism in Sacchromyces cerevisiae".[6] Dia menjadi dosen termuda yang meraih gelar Doktor di Departemen Teknik Kimia ITB pada saat itu dengan usia 30 tahun.[2] PenghargaanPada tanggal 5 Maret 2008, Kresnowati mendapatkan UNESCO-L’Oreal International Fellowships senilai 40.000 dolar di Paris dengan proposalnya yang berjudul "Teknologi Bioproses: Konsepsi Prototip Bioreaktor untuk Pengembangan Sel Punca (Stem Cells)".[7] Kresnowati merupakan pemenang ketiga dari Indonesia setelah Dr. Fenny Dwivany dari ITB pada tahun 2004 dan Dr. Ines Atmosukarto dari Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2004 .[7] Akantetapi, pada awalnya dia merasa takut karena bekemungkinan akan dicopot dari penghargaan karena tidak bisa mendatangi kegiatan perayaan di Paris karena kelahiran pitranya berselang dua minggu setelah kegiatan perayaan tersebut. Dengan alasan yang kuat, akhirnya Dwivany tetap menerima hadiahnya karena dia beralasan bahwa ingin menyusui anaknya langsung setelah melahirkan. Nantinya, dia akan menyusul suaminya yang sedang mengambil studi doktoral di Departemen Manajemen di Universitas Monash yang berlokasi di Australia.[8] Nantinya, di Monash, Kresnowati akan bekerja sama untuk mengembangkan penelitiannya bersama dengan Australian Stem Cell Centre.[9] Pada tahun 2008, dia mendapatkan Endeavour Research Fellowships di Universitas Monash.[10] Atas kontribusnya yang dia lakukan saat masih muda, dia pernah menjadi salah satu dari 20 Akademisi TOP Indonesia yang diterbitkan di majalah CAMPUS pada tahun 2011.[11] Dia beberapa kali mendapatkan penghargaan nasional seperti Anugerah IPTEK pada tahun 2012 yang diberikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi untuk kategori penghargaan peneliti wanita bersama dengan Dwivany, Atmosukarto dan Sidrotun Naim.[12] Pada tahun yang sama, dia menerima penghargaan Tokoh Dewi Sartika Masa Kini untuk kategori Tokoh Cendekia dari Aliansi Dewi Sartika Jawa Barat.[13] Daftar Pustaka
|