Mandat Palestina (mandat)
Mandat Palestina (Ibrani: פלשתינה ארץ-ישראל Palestina (Eretz Yisrael); Arab: فلسطين Filastin) adalah entitas geopolitik yang berdiri dari tahun 1920 dan 1948 di wilayah Palestina berdasarkan ketentuan Liga Bangsa-Bangsa dalam Mandat untuk Palestina. Selama Perang Dunia Pertama (1914–1918), pemberontakan Arab melawan pemerintahan Utsmaniyah dan Pasukan Ekspedisi Mesir (EEF) Britania Raya mengusir Utsmaniyah dari Levant. Britania Raya telah sepakat dalam Korespondensi McMahon–Hussein bahwa mereka akan menghormati kemerdekaan Arab jika bangsa Arab memberontak melawan Utsmanitah, namun pada akhirnya, Britania Raya dan Prancis membagi wilayah tersebut berdasarkan Perjanjian Sykes–Picot—sebuah tindakan pengkhianatan di mata orang Arab. Yang lebih memperumit masalah ini adalah Deklarasi Balfour tahun 1917, yang mana Britania Raya menjanjikan dukungannya terhadap pendirian “tanah air nasional” orang Yahudi di Palestina. Di akhir perang, Britania Raya dan Prancis membentuk "Administrasi Wilayah Musuh yang Diduduki" bersama di wilayah yang dulunya merupakan Suriah Utsmaniyah. Britania Raya mencapai legitimasi dengan memperoleh mandat dari Liga Bangsa-Bangsa pada bulan Juni 1922. Salah satu tujuan sistem mandat Liga Bangsa-Bangsa adalah untuk mengelola wilayah Kesultanan Utsmaniyah yang sudah tidak ada lagi "sampai mereka mampu berdiri sendiri". Selama masa Mandat, wilayah tersebut menyaksikan gelombang imigrasi Yahudi berturut-turut dan kebangkitan gerakan nasionalis baik di komunitas Yahudi maupun Arab. Persaingan kepentingan kedua populasi menyebabkan pemberontakan Arab tahun 1936–1939 di Palestina dan pemberontakan Yahudi tahun 1944–1948 di Mandat Palestina. Rencana Pemisahan PBB untuk Palestina yang membagi wilayah tersebut menjadi dua negara, satu Arab dan satu Yahudi, disahkan pada bulan November 1947. Perang Palestina tahun 1948 berakhir dengan wilayah Mandat Palestina dibagi di antara Negara Israel, Kerajaan Hasyim Yordania, yang mencaplok wilayah di Tepi Barat Sungai Yordan, dan Kerajaan Mesir, yang mendirikan "Protektorat Seluruh Palestina" di Jalur Gaza. Sejarah1920-anSetelah kedatangan Britania Raya, penduduk Arab mendirikan Asosiasi Muslim-Kristen di semua kota besar. Pada tahun 1919 mereka bergabung untuk menyelenggarakan Kongres Arab Palestina pertama di Yerusalem. Hal ini ditujukan terutama pada pemerintahan perwakilan dan oposisi terhadap Deklarasi Balfour. Pada saat yang sama, Komisi Zionis dibentuk pada bulan Maret 1918 dan aktif dalam mempromosikan tujuan Zionis di Palestina. Pada tanggal 19 April 1920, diadakan pemilihan Majelis Perwakilan komunitas Yahudi Palestina. Pada bulan Maret 1920, terjadi serangan oleh orang Arab di desa Yahudi Tel Hai. Pada bulan April, terjadi lagi serangan terhadap orang Yahudi, kali ini di Yerusalem. Pada bulan Juli 1920, pemerintahan sipil Britania Raya yang dipimpin oleh seorang Komisaris Tinggi menggantikan pemerintahan militer. Komisaris Tinggi pertama, Sir Herbert Samuel, seorang Zionis dan baru-baru ini menjadi menteri kabinet Britania Raya, tiba di Palestina pada tanggal 20 Juni 1920 untuk menjalankan pengangkatannya mulai tanggal 1 Juli. Samuel mendirikan markas besar dan kediaman resminya di bagian kompleks Rumah Sakit Augusta Victoria di Gunung Scopus di tepi timur laut Yerusalem, sebuah bangunan yang dibangun untuk Jerman sekitar tahun 1910. Rusak akibat gempa bumi pada tahun 1927, bangunan ini Gedung tersebut berfungsi sebagai markas besar dan kediaman resmi Komisaris Tinggi Inggris hingga tahun 1933. Pada tahun itu, sebuah markas besar dan kediaman resmi Komisaris Tinggi baru yang dibangun khusus selesai dibangun di tempat yang saat itu merupakan tepi tenggara Yerusalem. Disebut sebagai Armon HaNetziv oleh penduduk Yahudi, gedung yang terletak di 'Bukit Penasihat Jahat' di punggung bukit Jabel Mukaber ini, tetap digunakan sebagai markas besar dan kediaman resmi Komisaris Tinggi Britania Raya hingga akhir pemerintahan Britania Raya pada tahun 1948. Awal dari pemberontakan ZionisGerakan Yahudi Lehi (Pejuang Kemerdekaan Israel) dan Irgun (Organisasi Militer Nasional) memulai pemberontakan dengan kekerasan melawan Mandat Britania Raya pada tahun 1940-an. Pada tanggal 6 November 1944, Eliyahu Hakim dan Eliyahu Bet Zuri (anggota Lehi) membunuh Lord Moyne di Kairo. Moyne adalah Menteri Negara Britania Raya untuk Timur Tengah dan pembunuhan tersebut dikatakan oleh beberapa orang telah membuat Perdana Menteri Britania Raya Winston Churchill menentang perjuangan Zionis. Setelah pembunuhan Lord Moyne, Haganah menculik, menginterogasi, dan menyerahkan banyak anggota Irgun ("Musim Berburu") kepada Britania Raya, dan Eksekutif Badan Yahudi memutuskan serangkaian tindakan terhadap "organisasi teroris" di Palestina. Irgun memerintahkan anggotanya untuk tidak melakukan perlawanan atau membalas dengan kekerasan, sehingga dapat mencegah terjadinya perang saudara. Populasi Mandat PalestinaPada 1922 Britania Raya melakukan sensus pertama atas wilayah Mandatnya. Seluruh penduduknya berjumlah 752.048, terdiri dari 589.177 Muslim, 83.790 Yahudi, 71.464 Kristen dan 7.617 yang beragama lain. Setelah sensus kedua pada 1931, populasinya telah bertambah menjadi total 1.036.339, terdiri dari 761.922 Muslim, 175.138 Yahudi, 89.134 Kristen dan 10.145 orang yang beragama lain. Setelah itu tidak ada sensus lagi, tetapi statistik tetap dipertahankan dengan menghitung jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Beberapa komponen seperti imigrasi ilegal hanya dapat diperkirakan. Buku Putih 1939, yang membatasi imigrasi orang-orang Yahudi, menyatakan bahwa jumlah penduduk Yahudi "telah bertambah hingga sekitar 450.000 orang" dan "mendekati sepertiga dari seluruh populasi wilayah ini." Pada 1945 sebuah studi demografi memperlihatkan bahwa jumlah seluruh penduduknya telah meningkat menjadi 1.764.520, terdiri dari 1.061.270 Muslim, 553.600 Yahudi, 135.550 Kristen dan 14.100 orang yang beragama lain.
Populasi menurut distrikTabel berikut ini memberikan demografi dari masing-masing dari ke-16 distrik wilayah Mandat.
Pemilikan tanah di Mandat PalestinaOrang-orang Arab, yang jumlahnya tidak kurang dari 2/3 dari seluruh penduduk Palestina, memiliki sebagian besar properti pribadi. Survei Palestina melaporkan bahwa orang-orang Arab memiliki 24.670.455 dunum (keseluruhan luas tanah wilayah Mandat adaah sekitar 26.184.702 dunum).[2] Namun, menurut MidEastWeb, orang-orang Arab hanya memiliki sekitar setengah dari seluruh luas tanah.[3] Orang Yahudi, yang merupakan 1/3 dari seluruh penduduk Palestina, secara pribadi maupun kolektif memiliki 1.393.531 dunum pada 1945 (Khalaf, 1991, pp. 26–27) dan 1.850.000 dunum pada 1947 (Avneri p. 224). Ini berarti sekitar 20% dari seluruh tanah yang dapat diolah dan 7% dari seluruh tanah di Palestina. Kepemilikan tanah menurut distrikTabel berikut ini memperlihatkan pemilikan tanah di Palestina menurut distriknya:
Kepemilikan tanah menurut jenisnyaTanah yang dimiliki secara pribadi dan kolektif oleh orang-orang Arab dan Yahudi dapat diklasifikasikan sebagai perkotaan, dibangun di pedesaan, dapat diolah (ditanami), dan tidak dapat diolah. Bagan berikut ini memperlihatkan kepemilikan oleh orang-orang Arab dan Yahudi dalam masing-masing kategorinya.
Undang-undang tanah di Palestina
Komisaris Tinggi Britania Raya untuk Palestina
Lihat pula
Bacaan lebih lanjut
Catatan
Referensi
Pranala luarWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Sumber primer |