Beberapa atau seluruh referensi dari artikel ini mungkin tidak dapat dipercaya kebenarannya. Bantulah dengan memberikan referensi yang lebih baik atau dengan memeriksa apakah referensi telah memenuhi syarat sebagai referensi tepercaya. Referensi yang tidak benar dapat dihapus sewaktu-waktu.
MetroMini
Bus Metro Mini S640(Pasar Minggu-Tanah Abang) melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta
MetroMini adalah salah satu tipe bus di Jakarta yang dikenal dengan warna khas merah-oranye dan biru dengan garis putih ditengah garis. Panggilan bus ini juga menjadi nama perusahaan, PT Metromini, sebagai badan penyedia jasa angkutan kendaraan umum yang mengoperasikannya, dengan kekhususan Jakarta, Indonesia.
Memiliki kapasitas sekitar 20-30 tempat duduk. MetroMini melayani 60 trayek-trayek dalam kota Jakarta [1] yang setiap rutenya ditandai dengan suatu nomor khusus, misalnya MetroMini B92, S69, dll. Awalan S, T, B, U, P di depan nomor menandakan wilayah layanan operasi: Jakarta Selatan, Timur, Barat, Utara, atau Pusat.
Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan meluncurkan Scania Citywide Low Entry untuk menggantikan bus yang tidak layak jalan. Dan pada tahun 2022, Bayu Holong Persada sebagai pecahan Metromini meluncurkan armada Transjakarta mereka, diawali dari koridor 7D (Kampung Rambutan - Tebet/TMII)
Metromini sekarang serta rival nya Kopaja sudah dilarang beroperasi di Jakarta bahkan didaerah lainnya,sebab metromini tidak lagi beroperasi mungkin tak mungkin karena metromini tidak ingin melakukan perubahan yang signifikan sebab utamanya adalah metromini sering ugal ugalan di jalan dan masih memakai mesin lama yang sering menyebabkan kecelakaan di jalanan,hal inilah yang menjadi sebab metromini dilarang beroperasi dijalan oleh dishub Jakarta dan sekitarnya
Sejarah Trans Swadaya
Metromini diperkenalkan pada tahun 1962 oleh Gubernur Soemarno di Jakarta atas instruksi Presiden Sukarno.[2] Tujuan awal dioperasikannya bus adalah untuk kebutuhan transportasi peserta Pesta Olahraga Negara Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).[2] Saat itu di Jakarta, moda transportasi massal baru beralih dari kereta listrik (trem) yang dioperasikan oleh Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) yang dihentikan tahun 1960, dan bus pertama yang dioperasikan PPD adalah bus Leyland bantuan Australia pada 1956.[1] Selain bus PPD, Jakarta tidak memiliki transportasi umum resmi, di mana opelet adalah kendaraan angkutan massal selain bus PPD.[3]
Pada awal operasionalnya belum ada manajemen yang dibentuk untuk mengelola bus-bus tersebut, dan MetroMini dikenal dengan sebutan "bus merah".[2] Setelah pesta olahraga usai bus-bus merah ini tetap beroperasi dan oleh Gubernur Henk Ngantung pada tahun 1964, dititipkan pada perusahaan swasta seperti Arion Indonesia Transport namun tak mampu dikelola dengan baik.[2][3] Pada tahun 1976 PT Metromini didirikan bersamaan dengan Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) untuk menaungi 152 orang yang mengoperasikan 313 bus sedang atas instruksi Gubernur Ali Sadikin.[3][1]
Menurut Mal Siantar Nainggolan, salah satu komisaris perusahaan PT Metromini pada tahun 1976, bentuk bus awal pada tahun 1962 adalah seperti roti tawar dengan gembung dibagian moncong depannya.[3] Jenis bus ini (1962) adalah Bus Robur buatan Jerman Timur dan mengisi trayek trayek kosong yang tidak ada bus dikarenakan dihentikannya trem.[1] Setelah PT Metromini dan Kopaja diresmikan pada tahun 1978 oleh Gubernur Tjokropranolo sebagai pengelola bus mini, armadanya diminta diremajakan.[1] Mulailah bus robur diganti dengan bus-bus Mitsubishi buatan Jepang, pada tahun 1990 MetroMini menguasai 60 trayek di Jakarta dengan 3.000 armada bus.[1]
Pada tahun 2016, dikarenakan berbagai permasalahan internal perusahaan yang dimulai pada tahun 1993 yang berimbas langsung pada buruknya pelayanan operasional MetroMini, dari 60 trayek hanya separuh yang masih aktif dan jumlah armada menyusut menjadi 1.000 bus dari sebelumnya tiga ribu armada.[1] Menurunnya armada karena sebanyak 1.600 bus telah disita oleh Pemprov DKI.[4]
Tarif, budaya populer, dan perilaku pengemudi
Tarif
Tarif MetroMini untuk penumpang diatur oleh organda DKI yang juga mengatur tarif untuk Taksi dan Mikrolet.[5] Organda melakukan perbedaan antara tarif penumpang umum dan pelajar . Tarif ini turun/ naik (lebih sering naik) dengan memperhitungkan biaya BBM, biaya operasional kendaraan, operasional kantor, dan upah minimum provinsi.[5] Pada tahun 1982 tercatat tarif Metromini sebesar Rp100,00 (seratus rupiah) per trayek[6] sementara pelajar dikenakan Rp25,00 ( dua puluh lima rupiah atau "jigo" atau "selawe" dikarenakan dibayar menggunakan koin 25 rupiah).[7] Pada April 1996 tercatat tarif naik dari Rp300,00 menjadi Rp400,00 untuk umum, sementara pelajar Rp100,00 harga pelajar ini bertahan sejak tahun 1990 tidak dinaikkan.[8][9]
Pada tahun 2014 tarif menjadi Rp. 4.000 untuk umum dan Rp. 2.000 untuk pelajar.[10] Pada tahun 2016 tarif turun menjadi Rp3.800,00 kemudian Rp3,500,00 untuk umum,[5] walaupun pada realitasnya di jalanan banyak pengemudi enggan menurunkan tarif.[11]
Budaya populer
Metromini muncul dalam berbagai film, sinetron dan FTV, salah satunya adalah Kukejar Cintaku Dalam Metromini yang merupakan FTV yang ditayangkan SCTV.[12] Presenter berita Kania Sutisnawinata dalam siaran langsung yang dibawakannya dalam program berita Headline NewsMetroTV, secara tidak sengaja menyebut studio MetroTV menjadi studio MetroMini. Warga Jakarta juga mengenal MetroMini dari stiker-stiker julukan yang ditempel di dalam dan luar badan bus yang lucu dengan subjek seksual, doa, kode trayek, hingga mengolok-olok trend terbaru. Seperti:
Anda butuh waktu, kami butuh uang
Harap bayar dengan uang pas
Doa Ibu
Buronan Mertua
Bukan salah ibu mengandung, salah bapak ngga pakai sarung
Sekarang bayar besok gratis
An 3 dis (Anti Gadis)
Ber 2 1 7 an (Berdua Satu Tujuan)
New Fear The Me Is Three ~ Nyupir Demi Istri
Thonk he love ~ Tong Khilaf (Jangan Khilaf)
Be are the kill us all come fuck ~ Biar Dekil Asal Kompak
Putus cinta sudah biasa, putus rokok merana, putus rem matilah kita
Sabar mas, ora sabar maburo ~ sabar mas, kalau ngga sabar terbang aja
Janda Baru Nenen ~ (Trayek) Juanda - Ps. Baru - Senen
Lagu "Bis Kota" oleh Achmad Albar [15] melukiskan perasaan naik bus kota yang tidak nyaman dan mengolok olok hanya orang tak punya yang naik bus.
Serba salah,
nafasku terasa sesak
Berimpitan berdesakkan, bergantungan
Memang susah, jadi orang yang tak punya
Kemanapun naik bis kota.
— Achmad Albar, Bis Kota (1990)
Perilaku pengemudi
MetroMini juga terkenal akan kebrutalan supirnya, armadanya yang tidak layak lagi untuk mengangkut penumpang karena tidak berfungsinya beberapa instrumen bus, seperti speedometer, dan juga salah satu polutan di Jakarta dengan sistem pembuangan karbon di knalpot yang sudah tidak sempurna.[4]
Jalan Daan Mogot, Jalan Sumur Bor, Jalan Lkr. Luar Barat, Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo, Jalan Pluit Selatan Raya, Jalan Jembatan Tiga, Jalan Bandengan Selatan, Jalan Gedong Panjang, Jalan Kopi, Jalan Roa Malaka Utara (arah timur), Jalan Tiang Bendera (arah timur), Jalan Nelayan Timur (arah timur), Jalan Kunir (arah timur), Jalan Kali Besar Barat (arah barat)
Kebon Kosong Jalan Kemayoran Gempol dan Jalan Bendungan Jago
Jalan Bungur Besar Raya, Jalan Garuda, Jalan Kemayoran Gempol, Jalan Benyamin Sueb, Jalan Bendungan Jago (arah timur)
Jalan Utan Panjang Timur, Jalan Utan Panjang Barat, Jalan Kemayoran Gempol, Jalan Garuda, Jalan Bungur Besar Raya, Jalan Gunung Sahari III, Jalan Gunung Sahari Raya, Jalan Budi Utomo, Jalan Lapangan Banteng Utara, Jalan Lapangan Banteng Barat, Jalan Lapangan Banteng Selatan, Jalan Dr. Wahidin (arah barat)
Jalan Iskandarsyah, Jalan Trunojoyo, Jalan Gandaria I, Jalan K.H. Moh. Syafi'i Hadzami, Jalan Sultan Iskandar Muda, Jalan Cendrawasih, Jalan Ciputat Raya (arah selatan)
Jalan Bendi Besar, Jalan Bendi Raya, Jalan Baru, Jalan Kebayoran Lama Raya, Jalan Kramat, Jalan Pakubuwono 6, Jalan Bumi, Jalan Panglima Polim (arah utara)
Jalan Jatinegara Barat (arah timur), Jalan Jatinegara Timur (arah barat), Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jalan Dr. Sumarno
24 jam
Sekarang menjadi rute Transjakarta Koridor 11
Rute yang sudah tidak beroperasi/Harus dengan TransJakarta
B91 (Tanah Abang–Batusari)–sekarang menjadi rute Transjakarta 8K. Saat ini rute tersebut dipecah menjadi 2, 8K hanya melayani Batusari–Grogol Reformasi untuk terminusnya, sedangkan sisanya menjadi rute 8M Tanah Abang - Tanjung Duren via Cideng
B92 (Ciledug–Grogol)
S64 (Terminal Pasar Minggu–Cililitan)
S607 (Terminal Blok M–Pondok Ranji)
S610 (Terminal Blok M–Pondok Labu) - sekarang menjadi rute Transjakarta rute 1E
S69 (Terminal Blok M–Ciledug)-sempat menjadi rute Transjakarta 13A, namun saat ini juga sudah tidak beroperasi seiring dengan pembukaan halte CSW
T50 (Terminal Kampung Melayu–Klender)
T52 (Terminal Kampung Melayu - Pulogebang via Banjir Kanal Timur) - Sekarang menjadi rute Transjakarta 11Q
T54 (Pondok Kelapa - Kampung Melayu) - sekarang menjadi rute Transjakarta 7P (Pondok Kelapa - Cawang Sentral), pengalihan terminus dari yang sebelumnya di Kampung Melayu menjadi Halte Transjakarta BRT Cawang Sentral
T58 (Cililitan–Klender)
U24 (Senen - Tanjung Priok) - Sekarang menjadi rute Transjakarta 14B
U29 (Muara Baru–Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya via Stasiun Jayakarta)
S77 (Terminal Blok M–Ragunan) - sekarang menjadi rute Transjakarta rute 6W Blok M - Imigrasi Jakarta Selatan via Jl. Bangka Raya
S619 (Terminal Blok M–Cinere) - sekarang menjadi rute Transjakarta Royaltrans D32 Bundaran Senayan - Cinere via tol Depok - Antasari
S611 (Terminal Blok M–Terminal Lebak Bulus via Pondok Pinang)-sekarang menjadi rute Mikrotrans JAK-102
S811(Terminal Blok M–Bintaro Jaya)
S73 (Terminal Blok M–Kemandoran)
S618 (Terminal Blok M–Puri Kembangan)
S601 (Terminal Pasar Minggu–Ciputat)
S71 (Terminal Blok M–Petukangan)-sekarang menjadi rute Transjakarta 8E
S60 (Manggarai–Kampung Melayu via Tebet)
S61 (Manggarai–Kampung Melayu via Matraman)
S62 (Terminal Pasar Minggu–Manggarai)–sekarang menjadi rute Transjakarta 4B yang diperpanjang sampai Universitas Indonesia
S604 (Terminal Pasar Minggu–Tanah Abang)-digantikan oleh rute S640
S640 (Terminal Pasar Minggu–Tanah Abang)–sekarang menjadi rute Transjakarta 9D
S65 (Terminal Pasar Minggu–Kebayoran Lama)
S70 (Terminal Blok M–Joglo)–sekarang menjadi rute Transjakarta 8D
S72 (Terminal Blok M–Terminal Lebak Bulus via Radio Dalam)–sekarang menjadi rute Transjakarta S21 yang diperpanjang sampai Ciputat
S78 (Terminal Blok M–Cidodol)–sekarang menjadi rute Mikrotrans JAK-49A Cidodol - Cipulir dengan perpendekan rute
S79 (Terminal Blok M–Terminal Lebak Bulus via Terogong)-sekarang menjadi rute Mikrotrans JAK-95 Lebak Bulus - Pasar Minggu dengan pengalihan terminus sebelumnya di Blok M menjadi Pasar Minggu
S75 (Terminal Blok M-Pasar Minggu)–sekarang menjadi rute Transjakarta 6U
S74 (Terminal Blok M-Rempoa)-sekarang menjadi rute Transjakarta 1Q