Pasujudan Sunan BonangPasujudan Sunan Bonang berada di desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Letaknya 17 km di sebelah timur kota Rembang jurusan Surabaya.[1] Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim) meninggal tahun 1525 diusia 60 tahun.[1] Tetapi, ada pendapat lain yang mengatakan, jika makam Sunan Bonang ada di wilayah Tuban dan Madura, Jawa Timur.[1] Tepatnya ada di depan pesisir Binangun.[1] Jika hendak bepergian kesana, harus naik anak tangga terlebih dahulu, karena tempatnya sangat tinggi sekali.[1] Pasujudan Sunan Bonang itu berwujud batu yang ada bekas sujudnya Sunan Bonang.[1] Menurut cerita masyarakat disana, pasujudan Sunan Bonang zaman dahulu itu adalah batu yang digunakan sujud oleh Sunan Bonang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.[1] Sujudnya Sunan Bonang itu sangat lama sekali, sehingga batu tersebut membekaspalapannya Sunan Bonang.[1] Sekarang Pasujudan Sunan Bonang tersebut dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.[1] SejarahSunan Bonang atau disebut Raden Makdum Ibrahim (Ampèl Denta, Surabaya 1465-Tuban 1525)yaitu putranya Sunan Ampèl dari istri yang namanya Dwi Candrawati.[1][2].Sunan Bonang (Maulana Ibrahim) adalah sepupu dari Sunan Kalijaga yang dikenal dengan sebutan pencipta gending yang pertama [1].Sebelumnya ada di bidang dakwah, Sunan Bonang sering nuntut ilmu (belajar) ada di Pasai, setelah dari Pasai.[2] Sunan Bonang juga mendirikan pondok pesantren yang berada di wilayah Tuban.[1][2] Santri yang belajar di pesantren Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), berasal dari tempat Nusantara.[3] Dalam pelaksanaan dakwahnya Maulana Makhdum Ibramim (Sunan Bonang) mempunyai ciri, yaitu dengan cara mengubah nama-nama Dèwa dengan nama-nama malaikat yang dikenali di dalam ajaran agama Islam.[3] Di dalam pesantrèn bisa ngupaya bisa pengatutnya jarang di agama Hindu dan Budha yang dikenal sudah dianut sebelumnya [1] FasilitasFasilitas yang tersedia di sini adalah:
UnikDi Pasujudan Sunan Bonang, ada mushola dengan kamar yang isinya batu besar yang biasa digunakan Sunan Bonang untuk alas salat (sajaddah) dan tempat membaca (shalawwat) dari perintah Nabi Haidir [4].Batu tersebut dikenal dengan nama batu pasujudan dan ada bekas anggota badannya Sunan Bonang.[4] Juga ada makam Putri Cempa, yaitu Dewi Indrawati (ibu)nya (Raden Patah) (Sultan) (Demak) yang menjadi mubalighah di Bonang hingga akhir hayatnya.[4] Uniknya makam tersebut ada alas tiang yang berupa umpak dari tulang ikan paus.[4] Setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya idul Adha) pada waktu 09:00 WIB pasti diadakan ritual upacara penjamasan pusaka Sunan Bonang berupa “bende” yang dikenal nama bende becak.[4] KaryaMenggubah GamelanSunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang waktu itu sangat kental sekali dengan estetika Hindu, juga memberi nuansa baru.[5] Dia itu temasuk kreator gamelan Jawa sampai seperti sekarang ini juga menambahakan instrumen bonang.[5] Gubahannya waktu itu diberi nuansa dzikir yang mendorong kecintaan marang kehidupan transedental (alam malakut).[5] Buat TembangTembang "Tombo Ati" itu termasuk salah satu karya Sunan Bonang.[5] Pentas PewayanganDi peméntasan pewayangan, Sunan Bonang itu sebagai dhalang yang piawai membius penontonnya.[5] Kesenangannya itu menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.[5] Kisah perseteruan Pandhawa dan Kurawa ditafsirakan Sunan Bonang sebagai peperangan diantaranya nafi (peniadaan) dan isbah (peneguhan).[5] Buat SulukSuluk-suluk yang mengungkapkan pengalamannya menempuh jalan tasawuf dan berbagaia pokok ajaran tasawufnya yang disampaikan melalui ungkapan-ungkapan simbolik yang ada di kebudayaan Arab, Persia, Melayu dan Jawa[6].Suluk-suluk antara lain:
Buat ProsaKarangan prosa seperti: Pitutur Sunan Bonang yang ditulis dalam bentuk dialog antara seorang guru sufi dan murid yang tekun.[6] Bentuk seperti ini biasa ditemui di sastra Arab dan Persia.[6] Catatan Suku
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Pasujudan Sunan Bonang. |