Peresean atau perisean adalah pertarungan antara dua lelaki yang bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (perisai disebut ende).[1][2][3] Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.[1] Peresean termasuk dalam seni tari daerah Lombok.[4] Petarung dalam Peresean biasanya disebut pepadu dan wasit disebut pakembar.[5]
Sejarah
Permainan ini sudah dimainkan sejak abad ke-13, berawal dari ritual masyarakat agraris Lombok untuk mendatangkan hujan pada musim kemarau.[3] Sementara sebagai kesenian bela diri, perisean sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran.[6]
Proses permainan
Perisean dimulai dengan dua pekembar (wasit) mencari calon petarung atau pepadu dari orang-orang yang datang atau sang pepadu sendiri yang mengajukan diri.[3][2] Pekembar akan mencari pepadu-pepadu yang seimbang sebelum memulai pertarungan.[3] Pepadu akan menggunakan ikat kepala (saput) dan kain pengikat pinggang (bebadong), serta diberi sirih untuk dikunyah.[3] Dalam pertarungan pepadu menggunakan sebilah rotan kira-kira sepanjang satu meter (penjalin) sebagai senjata serta dilengkapi sebuah perisai kayu yang dilapisi kulit sapi atau kerbau, berbentuk bujur sangkar berukuran 50 x 50 cm.[2][3][6]
Jalannya pertarungan diiringi gamelan sasak yang terdiri dari tabuhan gendang, suling, gong, dan rincik dalam tempo cepat. Tembang yang dibawakan merupakan tembang khusus perisean yang beraura mistis. Tembang itu biasanya akan mendongkrak semangat bertarung dan mengurangi rasa sakit akibat sabetan rotan.[2][3][6]
Perisean akan dihentikan, apabila salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan pekembar.[6] Jika hingga 3-4 ronde kedua pepadu masih sama kuat, pekembar akan menyatakan hasil seri.[3] Selesai pertarungan pepadu tak pernah membawa dendam ke luar arena. Menang atau kalah, seusai bertarung, kedua pepadu pasti bersalaman dan berpelukan. Segalanya dimulai dan selesai di dalam arena.[6][3]
Pertarungan perisean disakralkan, sehingga perisean tak digelar sembarang waktu. Pada masa sekarang, perisean diadakan menjelang perayaan-perayaan khusus, seperti ulang tahun kemerdekaan (17 Agustus), hari jadi kabupaten/kota, atau menjelang Ramadhan.[3]
Tembang perisean
Gending Rangsang disebut Gending Ngadokang yaitu gending yang dimainkan pada saat pekembar dengan dibantu Pengadok (tukang adu) mencari pepadu dan lawan tandingnya yang akan bertanding (bertujuan mengadu Pepadu yang satu dengan yang lain).[2]
Gending Mayuang yaitu gending yang bertujuan untuk memberi tanda bahwa telah ada dua pepadu yang siap dan sama-sama berani untuk melakukan Perisean.[2]
Gending Beradu yaitu gending yang bertujuan untuk membangkitkan semangan pepadu maupun para penonton dan dimainkan selama pertandingan berlangsung ronde demi ronde.[2]
^"Festival Budaya Lombok". lombokwisata.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-25. Diakses tanggal 25 Mei 2014.23.00.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)