Pertempuran Marathon
Pertempuran Marathon (bahasa Yunani: Μάχη τοῦ Μαραθῶνος, Machē tou Marathōnos) adalah pertempuran yang terjadi pada tahun 490 SM dalam invasi pertama Persia ke Yunani. Pertempuran ini meletus antara warga Athena, dibantu oleh Plataia, melawan pasukan Persia yang dipimpin oleh Datis dan Artaphernes. Peristiwa ini adalah puncak upaya pertama Persia, di bawah kekuasaan Raja Darius I, untuk menguasai Yunani. Persia menyerang Yunani sebagai tanggapan atas keterlibatan Yunani dalam Pemberontakan Ionia, ketika Athena dan Eretria mengirim pasukan untuk membantu kota-kota Ionia dalam usaha mereka melepaskan diri dari kekuasaan Persia. Athena dan Eretria berhasil menaklukkan dan membakar Sardis, tetapi kemudian dipaksa mundur dengan kerugian besar. Atas tindakan mereka, Darius bersumpah untuk membakar habis Athena dan Eretria. Ketika Persia menyerang, Sparta dan Athena adalah dua negara kota terkuat di Yunani. Setelah pemberontakan Ionia berhasil dihentikan dengan kemenangan Persia dalam Pertempuran Lade, Darius mulai menyusun rencana untuk menyerang Yunani. Pada tahun 490 SM, dia mengirim armada laut di bawah komando Datis dan Artaphernes melintasi Aigea, untuk menguasai Kyklades, dan kemudian melakukan serangan ke Athena dan Eretria. Mencapai Euboia pada pertengahan musim panas, setelah kampanye yang sukses di Aigea, pasukan Persia berhasil mengepung dan menaklukkan Eretria. Pasukan Persia lalu berlayar ke Attika, berlabuh di teluk dekat Kota Marathon. Pasukan Athena, ditambah dengan sepasukan kecil tentara Plataia, berarak menuju Marathon, dan berhasil menutup dua jalur keluar dari dataran Marathon. Situasi kebuntuan terjadi selama lima hari, sebelum akhirnya Athena memutuskan untuk menyerang Persia, karena dalam lindungan kegelapan malam, beberapa armada Persia telah berlayar ke Athena. Meskipun kalah jumlah dari pasukan Persia, pasukan hoplites Athena terbukti lebih efektif melawan infanteri Persia yang kurang terlindungi. Athena menghancurkan sayap barisan Persia sebelum kemudian mengobrak-abrik bagian tengahnya. Kekalahan Persia di Marathon menandai akhir invasi pertama Persia di Yunani, dan pasukan Persia terpaksa mundur kembali ke Asia. Darius lalu mulai membangun kembali pasukan untuk nantinya menyerang Yunani lagi. Namun pada tahun 486 SM, Mesir memberontak sehingga ekspedisi ke Yunani harus tertunda. Setelah Darius meninggal, putranya Xerxes I melanjutkan rencana ayahnya dan melakukan Invasi kedua Persia ke Yunani pada tahun 480 SM. Pertempuran Marathon adalah titik balik dalam invasi pertama Persia ke Yunani, dan merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam perang Yunani-Persia. Pertempuran ini menunjukkan bahwa Persia dapat dikalahkan; kemenangan-kemenangan Yunani selanjutnya juga dapat dilihat berawal dari pertempuran ini. Karena selama dua abad selanjutnya peradaban Yunani klasik, yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat barat, mengalami kebangkitan, maka Pertempuran Marathon sering dianggap sebagai peristiwa yang amat penting dalam sejarah Eropa. Pertempuran Marathon pada masa kini barangkali lebih terkenal sebagai inspirasi untuk balapan Maraton. Meskipun secara historis tidak akurat, legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani bernama Pheidippides yang berlari ke Athena dengan membawa berita kemenangan, menjadi inspirasi bagi perlombaan atletik ini, yang diperkenalkan di Olimpiade Athena 1896, dan pertama kali diadakan dengan jalur lari antara Marathon dan Athena. SumberSumber utama untuk Perang Yunani-Persia adalah sejarawan Yunani Herodotos. Herodotos, yang disebut sebagai 'Bapak Sejarah',[1] lahir pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu dikuasai oleh Persia). Dia menulis karyanya yang berjudul Historia sekitar tahun 440–430 SM, berusaha untuk melacak asal usul Perang Yunani-Persia, yang ketika itu merupakan peristiwa yang belum terlalu lama berlalu (perang itu berakhir pada tahun 450 SM).[2][3] Pendekatan Herodotos sepenuhnya baru, dan setidaknya di masyarakat Barat, dia tampaknya menciptakan 'sejarah' seperti yang kini diketahui.[3] Seperti dinyatakan oleh Holland:[3]
Banyak sejarawan kuno di kemudian hari yang, meskipun mengikuti jejak penulisan Herodotos, mengkritiknya, bermula dari Thukydides.[4][5] Meskipun demikian, Thukydides memilih untuk memulai catatan sejarahnya pada peristiwa ketika Herodotos menyelesaikan catatannya sendiri, yaitu pada Pengepungan Sestos, dan dengan demikian Thukydides mungkin merasa bahwa tulisan Herodotos sudah cukup akurat sehingga tak perlu dikoreksi atau ditulis lagi.[2][5] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Mengenai Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar), karena menurutnya Herodotos kurang memihak Yunani. Ini menunjukkan bahwa Herodotos kemungkinan telah melakukan penulisan sejarah yang cukup netral dan tidak terlalu berat sebelah.[6] Pandangan negatif tentang Herodotos berlanjut hingga Eropa Renaisans, meskipun karyanya tetap banyak dibaca.[7] Akan tetapi, sejak abad ke-19 reputasinya secara dramatis mengalami perbaikan akibat temuan-temuan arkeologis yang berulang kali menunjukkan bahwa catatan sejarahnya memang akurat.[8] Pandangan modern yang kini berlaku adalah bahwa Herodotos secara umum melakukan pekerjaan yang baik dalam karyanya Historia, tetapi beberapa rincian spesifiknya (terutama mengenai jumlah pasukan dan tanggal kejadian) harus dicermati dengan skeptisisme.[8] Meskipun demikian, masih ada beberapa sejarawan yang menganggap bahwa banyak bagian dari catatan Herodotos dikarang oleh dirinya sendiri.[9] Sejarawan Sisilia, Diodoros Sikolos, yang menulis pada abad pertama SM dalam karyanya, Bibliotheka Historika, juga membuat catatan sejarah mengenai Perang Yunani-Persia, sebagian diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, Ephoros. Catatan ini cukup konsisten dengan tulisan Herodotos.[10] Perang Yunani-Persia juga diceritakan secara kurang rinci oleh sejumlah sejarawan kuno lainnya termasuk oleh Plutarkhos, Ktesias dari Knidos, dan disinggung oleh beberapa penulis lainnya, misalnya penulis drama Aiskhylos. Bukti Arkeologis, misalnya Tiang Ular, mendukung beberapa klaim spesifik Herodotos.[11] Latar belakangInvasi pertama Persia ke Yunani berakar langsung pada Pemberontakan Ionia, yang merupakan fase pertama pada Perang Yunani-Persia. Akan tetapi, invasi itu juga merupakan akibat dari hubungan jangka panjang antara orang Yunani dan Persia. Pada tahun 500 SM Kekaisaran Persia masih relatif mudah dan amat ekspansionistik, tetapi rawan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa taklukannya.[12][13][14] Lagipula, raja Persia, Darius, adalah seorang perebut takhta,[15] dan telah menghabiskan banyak waktu untuk memadamkan pemberontakan terhadap kekuasaannya.[12][16] Bahkan sebelum Pemberontakan Ionia, Darius telah mulai memperluas Kekaisaran Persia ke Eropa, menaklukkan Thrakia, dan memaksa Makedonia menjadi sekutu Persia.[17][18] Upaya ekspansi lebih jauh ke dunia Yunani kuno yang terpecah-pecah kemungkinan tidak dapat terhindarkan.[13] Akan tetapi, Pemberontakan Ionia telah secara langsung megancam kebersatuan Kekaisaran Persia, dan negara-negara kota di Yunani daratan tetap menjadi ancaman yang potensial terhadap kestabilan Persia pada masa depan.[19] Ini membuat Darius bertekad untuk menguasai dan menenangkan Yunani dan Aigea, serta menghukum negara kota yang terlibat dalam Pemberontakan Ionia.[19][20] Pemberontakan Ionia bermula dari ekspedisi ke Naxos yang berakhir dengan kegagalan. Upaya tersebut merupakan kerja sama antara satrap Persia Artaphernes dan tiran Miletos, Aristagoras.[21] Kegagalan ekspedisi itu membuat Artaphernes memutuskan untuk melengserkan Aristagoras dari jabatannya, tetapi sebelum itu sempat dilakukan, Aristagoras telah lebih dulu mundur dan memproklamasikan Miletos sebagai negara demokrasi.[21] Kota-kota Ionia lainnya mengikuti langkah ini, menumbangkan para tiran mereka yang ditunjuk oleh Persia, dan menyatakan bahwa mereka adalah negara demokrasi.[21][22][23] Artistagoras kemudian memohon dukungan dari negara-negara kota di Yunani daratan, tetapi hanya Athena dan Eretria yang bersedia mengirim pasukan.[24][25] Keterlibatan Athena dalam Pemberontakan Ionia muncul dari sederet keadaan yang rumit, bermula dari pendirian Demokrasi Athena pada akhir abad ke-6 SM.[24] Pada tahun 510 SM, dengan bantuan dari Kleomenes I, Raja Sparta, rakyat Athena mengusir Hippias, penguasa tiran dari Athena.[26][27] Keluarga Hippias telah berkuasa selama 50 tahun, dengan ayah Hippias, Peisistratos, memerintah selama 36 tahun. Hippias sendiri sudah berkuasa selama beberapa tahun dan sebenarnya ingin meneruskan kekuasaannya.[27] Setelah diusir dari Athena, Hippias mengungsi ke Sardis, tepatnya di istana satrap Persia, Artaphernes, dan menjanjikan kendali atas Athena kepada Persia jika mereka bersedia membantunya untuk kembali berkuasa.[2][28] Sementara itu, Kleomenes membantu membangun tirani pro-Sparta dengan menempatkan Isagoras sebagai pemimpin di Athena,[29] bertentangan dengan Kleisthenes, pemimpin keluarga Alkmaionid yang secara teradisional cukup berpengaruh, yang menganggap bahwa mereka sebenarnya merupakan pewaris alamiah atas kekuasaan di Athena.[30] Akan tetapi, Kleisthenes mendapati bahwa secara politik dirinya dikalahkan oleh koalisi yang dipimpin oleh Isagoras dan akhirnya memutuskan untuk mengubah aturan main dengan mengajukan permohonan kepada demos ("rakyat"), sehingga menjadikan mereka sebagai faksi baru dalam arena politik. Siasat ini berhasil, tetapi raja Sparta, Kleomenes I, mendatangi Athena atas permintaan Isagoras dan akibatnya Kleisthenes, keluarga Alkmaionid dan keluarga-keluarga Athena yang penting lainnya diusir dari Athena.[29] Ketika Isagoras berupaya membentuk pemerintahan oligarki yang sempit, rakyat Athena, secara spontan dan untuk pertama kalinya, mengusir Kleomenes dan Isagoras.[31][32] Setelah itu Kleisthenes memperoleh kembali kekuasaannya di Athena pada tahun 507 SM, dan dengan cepat mulai mereformasi negara dengan tujuan mengamankan posisinya. Sebenarnya hasilnya bukanlah demokrasi negara sipil yang sesugguhnya, tetapi usahanya memungkinkan terjadinya pekembangan pemerintahan yang berdemokrasi secara penuh, yang akan bangkit pada generasi selanjutnya seiring demos menyadari kekuatannya.[33] Kebebasan dan pemerintahan mandiri yang baru saja diciptakan di Athena bermakna bahwa dengan demikian mereka secara khusus menentang kembalinya tirani Hippias, atau segala bentuk pendudukan oleh pihak asing, baik oleh Sparta, Persia, maupun oleh bangsa lainnya.[31] Kleomenes tidak senang dengan semua kejadian itu, dan akhirnya dia berarak ke Athena dengan pasukan Sparta.[34] Usaha Kleomenes untuk memulihkan kekuasaan Isagoras di Athena berakhir dengan kegagalan. Akan tetapi rakyat Athena sudah keburu merasa takut dan memutuskan untuk mengirim utusan kepada Artaphernes di Sardis, untuk memohon bantuan dari Kekaisaran Persia.[29][35] Artaphernes meminta Athena memberinya 'tanah dan air', tanda tradisional untuk ketundukan, yang disetujui oleh utusan dari Athena itu.[35] Akan tetapi, para utusan itu dicela oleh rakyat ketika kembali ke Athena.[32][35] Kleomenes lalu berusaha menghasut suatu plot untuk memulihkan Hippias sebagai penguasa Athena. Rencananya gagal dan lagi-lagi Hippias harus melarikan diri ke Sardis. Hippias lalu membujuk Persia untuk menaklukkan Athena.[36] Athena mengirim utusan kepada Artaphernes untuk mencegahnya mengambil tindakan, tetapi Artaphernes hanya menyuruh orang Athena untuk menerima kembali Hippias sebagai tiran.[24] Orang Athena menolak keras hal ini, dan dengan demikian mereka secara terbuka menyatakan perang kepada Persia.[36] Dengan menjadi musuh Persia, Athena menjadi berada dalam posisi untuk mendukung kota-kota Ionia ketika mereka mulai melakukan pemberontakan.[24] Selain itu, kenyataan bahwa demokrasi Ionia diilhami oleh Athena semakin mendorong Athena untuk mendukung Pemberontakan Ionia, apalagi kota-kota Ionia dipercaya bermmula sebagai koloni-koloni Athena.[24] Athena dan Eretria mengirim satuan militer yang terdiri atas 25 trireme ke Asia Kecil untuk membantu pemberontakan.[2][37] Ketika berada di sana, pasukan Yunani mengejutkan dan mengalahkan pasukan Artaphernes, sebelum kemudian bergerak menuju Sardis dan membumihanguskan kota itu.[38][39] Akan tetapi, setelah itu pasukan Yunani dikejar-kejar hingga ke pantai oleh pasukan berkuda Persia dan kehilangan banyak tentara dalam prosesnya. Meskipun serbuan mereka bisa dibilang berakhir sia-sia, Eretria dan Athena telah memicu kebencian kekal Darius, sehingga raja Persia itu bersumpah untuk menghukum kedua kota itu.[40] Kemenangan angkatan laut Persia dalam Pertempuran Lade pada tahun 494 SM mengakhiri Pemberontakan Ionia, dan pada tahun 493 SM, tempat pertahanan pemberontak terakhir telah ditaklukkan oleh armada Persia.[41] Pemberontakan itu digunakan oleh Dairus sebagai alasan untuk memperluas kekaisarannya ke pulau-pulau di Aigeia timur[42] dan Propontis, yang sebelumnya bukan bagian dari wilayah kekuasaan Persia.[43] Berakhirnya Pemberontakan Ionia memungkinkan Persia untuk mulai merencanakan pergerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap Kekaisaran Persia, dan menghukum Athena serta Eretria.[22][44][45] Pada tahun 492 SM, setelah Pemberontakan Ionia berhasil dihentikan, Darius melancarkan ekspedisi ke Yunani di bawah komando menantunya, Mardonios. Mardonios menaklukkan kembali Thrakia dan memaksa Alexandros I dari Makedonia untuk menjadikan Makedonia sebagai kerajaan klien Persia. Kampanye Mardonios berakhir dengan cepat karena kapal-kapalnya hancur akibat badai.[22][46] Akan tetapi, pada tahun 490 SM, menyusul keberhasilan kampanye sebelumnya, Darius memutuskan untuk mengirim suatu ekspedisi yang dipimpin oleh Artaphernes (putra dari satrap yang dituju Hippias ketika melarikan diri) dan Datis, seorang laksamana Mede. Mardonios sendiri terluka pada kampanye sebelumnya dan kehilangan dukungan sehingga tak disertakan dalam ekspedisi kali ini. Ekspedisi ini bertujuan menjadikan Kyklades sebagai bagian dari Kekaisaran Persia, menghukum Naxos (yang memukul mundur serangan Persia pada tahun 499 SM) dan kemudian meneruskan perjalanan ke Yunani untuk memaksa Eretria dan Athena agar tunduk kepada Darius atau dihancurkan.[47] Setelah melakukan perjalanan antarpulau melintasi Aigeia, termasuk kesuksesan menaklukkan Naxos, kesatuan pasukan Persia tiba di Euboia pada pertengahan musim panas. Persia lalu melanjutkan operasi militer dengan mengepung, menaklukkan, dan membakar Eretria.[48][49] Mereka kemudian bergerak ke selatan ke pesisir Attika, dan berniat melaksanakan tujuan terakhir operasi militer itu, yakni menghukum Athena.[44][50] Kejadian awalPasukan Persia berlayar ke Pantai Attika, dan berlabuh di Teluk Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Athena, atas saran dari tiran Athena yang terusir, Hippias (yang turut serta dalam ekspedisi itu).[48][51] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal Athena yang memiliki banyak pengalaman bertempur melawan Persia, pasukan Athena bergerak dengan cepat dan menghalangi dua jalur keluar dari dataran Marathon. Ini mencegah pasukan Persia bergerak lebih jauh ke Attika.[52][53] Pada saat yang sama, pelari tercepat Athena, Pheidippides (atau Philippides dalam beberapa naskah kuno) dikirim ke Sparta untuk meminta pihak Sparta mengirim pasukan ke Marathon dan membantu Athena.[50][54] Pheidippides tiba ketika di Sparta sedang berlangsung festival Karneia, sebuah periode damai yang amat suci, dan dia diberitahu bahwa pasukan Sparta tidak dapat pergi berperang hingga bulan purnama muncul.[55] Ini artinya Athena tidak dapat mengharapkan bantuan Sparta selama setidaknya sepuluh hari.[52] Pasukan Athena harus bertahan di Marathon untuk sementara waktu, meskipun mereka sebelumnya telah diperkuat oleh tambahan seribu hoplites dari kota kecil Plataia. Bantuan Plataia itu semakin menambah keberanian pasukan Athena, dan membuat orang Athena senantiasa merasa berterima kasih kepada Plataia.[52] Selama kira-kira lima hari kedua pasukan berdiri berseberangan di dataran Marathon dalam keadaan buntu.[52] Bagian sayap perkemahan Athena terlindungi oleh pepohonan, atau abbatis atau tonggak kayu.[56][57] Karena setiap hari semakin membuat kedatangan pasukan Sparta semakin dekat, penundaan itu menguntungkan pasukan Athena.[52] Ada sepuluh strategos (jenderal) Athena di Marathon, yang dipilih oleh sepuluh suku di Athena;[32] Miltiades adalah salah satunya.[58] Selain itu, dalam keseluruhan serangan, ada Arkhon-Perang (polemarkhos), Kallimakhos, yang dipilih oleh seluruh lembaga warga negara.[59] Herodotos berpendapat bahwa komando atas pasukan digilir di antara para strategos, dan masing-masing strategos memperoleh giliran satu hari untuk memimpin pasukan.[60] Lebih jauh lagi dia menyatakan bahwa tiap strategos, pada hari giliran bertugasnya, tunduk kepada Miltiades.[60] Dalam laporan Herodotos, Miltiades ingin sekali menyerang pasukan Persia (meskipun dia mengetahui bahwa pasukan Sparta akan datang untuk membantu pasukan Athena), tetapi anehnya dia memilih untuk menunggu memperoleh komando atas pasukan hingga tiba harinya bertugas sebelum memerintahkan serangan.[60] Bagian kisah ini tak diragukan lagi cukup problematis, karena Athena hanya memperoleh sedikit keuntungan dengan melakukan serangan sebelum kedatangan pasukan Sparta,[61] dan tidak ada bukti mengenai pergiliran kepemimpinan pasukan.[62] Akan tetapi, tampaknya memang ada penundaan antara kedatangan pasukan Athena di Marathon dengan peristiwa pertempuran itu. Herodotos, yang jelas percaya bahwa Miltiades amat ingin menyerang, kemungkinan membuat kesalahan sewaktu berusaha menjelaskan penundaan ini.[62] Alasan untuk penundaan kemungkinan hanyalah bahwa baik Athena maupun Persia pada awalnya tidak bersedia menanggung risiko pertempuran.[61][63] Ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengapa pertempuran tetap terjadi jika kedua pihak menyadari adanya risiko. Herodotos secara jelas menceritakan bahwa pasukan Yunani menyerang pasukan Persia (dan sumber-sumber lain juga manyatakan hal yang sama), tetapi tidak jelas mengapa mereka melakukannya sebelum kedatangan pasukan Sparta.[61] Ada dua teori untuk untuk menjelaskan hal ini.[61] Teori pertama adalah bahwa kavaleri Persia meninggalkan Marathon karena suatu alasan yang tidak jelas, dan pasukan Yunani bergerak untuk memanfaatkan hal ini dengan melakukan serangan. Teori ini didaasarkan pada tiadanya penyebutan tentang kavaleri dalam penuturan Herodotos mengenai pertempuran itu, serta suatu entri dalam kamus Suda.[61] Entri tersebut menunjukkan χωρίς ἰππεῖς ("tanpa kavaleri") dan dapat dijelaskan demikian:[64]
Ada banyak variasi dari teori ini, tetapi mungkin yang paling terkenal adalah bahwa kavaleri Persia masuk kembali ke dalam kapal, dan akan dikirim melalui laut untuk menyerang Athena (yang tanpa pasukan pertahanan) dari arah belakang, sedangkan pasukan Persia lainnya berusaha mendesak pasukan Athena di Marathon.[52] Dengan demikian teori ini menggunakan pernyataan Herodotos bahwa seusai Pertempuran Marathon, pasukan Persia masuk kembali ke kapal-kapal mereka dan berusaha berlayar di sekitar Tanjung Sunion untuk menyerang Athena secara langsung;[65] akan tetapi, menurut teori pertama, usaha ini seharusnya terjadi sebelum pertempuran dan memicu dimulainya pertempuran.[63] Teori kedua adalah bahwa pertempuran terjadi karena pasukan Persia pada akhirnya bergerak menyerang pasukan Athena.[61] Meskipun teori ini menyatakan bahwa pasukan Persia berpindah menjadi ofensif strategis, hal ini dapat dicocokkan dengan penuturan tradisional mengenai pasukan Athena yang menyerang pasukan Persia dengan asumsi bahwa, melihat pasukan Persia maju, pasukan Athena melakukan ofensif taktis, dan menyerang mereka.[61] Jelas bahwa tidak dapat dipastikan secara tepat teori mana yang benar. Akan tetapi, teori ini menyiratkan bahwa ada semacam kegiatan dalam pasukan Persia pada atau sekitar hari kelima yang pada akhirnya memicu pertempuran itu.[61] Mengenai tanggal pertempuran, Herodotos menyebutkan suatu tanggal untuk beberapa peristiwa di dalam kalender lunisolar, yang digunakan secara berbeda-beda oleh setiap negara kota Yunani. Perhitungan astronomis memungkinkan kita untuk menentukan tanggal yang absolut dalam kalender Julius proleptik yang banyak digunakan oleh para sejarawan sebagai kerangka kronologis. Philipp August Böckh pada tahun 1855 menyimpulkan bahwa pertempuran itu berlangsung pada 12 September 490 SM dalam kalender Julius, dan ini adalah tanggal yang diterima secara kontroversial.[66] Akan tetapi, ini tergantung pada kapan persisnya orang Sparta melaksanakan festival mereka dan mungkin bahwa kalender Sparta satu bulan lebih cepat daripada kalender Athena. Jika demikian halnya maka pertempuran terjadi pada 12 Agustus 490 SM.[66] PasukanAthenaHerodotos tidak menyebutkan jumlah tentara dalam pasukan Athena. Akan tetapi, Cornelius Nepos, Pausanias dan Plutarkhos semuanya memberi angka 9.000 tentara Athena dan 1.000 tentara Plataia;[67][68][69] sedangkan Justinus menyatakan bahwa ada 10.000 tentara Athena dan 1000 tentara Plataia.[70] Jumlah ini sangat sebanding dengan jumlah pasukan yang disebutkan oleh Herodotos mengenai pasukan Athena dan Plataia yang dikirim ke Pertempuran Plataia 11 tahun kemudian.[71] Pausanias memerhatikan pada monumen untuk pertempuran itu nama-nama bekas budak yang dibebaskan sebagai imbalan untuk keterlibatan dalam pertempuran.[72] Para sejarawan modern pada umumnya menerima angka tersebut sebagai jumlah yang masuk akal.[52][73] Persia
Menurut Herodotos, armada yang dikerahkan oleh Darius terdiri atas 6.000 trireme.[74] Herodotos tidak menaksir besarnya pasukan Persia, hanya mengatakan bahwa mereka adalah "infanteri yang banyak yang diperlengkapi dengan baik."[75] Di antara sumber-sumber kuno, penyair Simonides, yang hidup agak sezaman dengan pertempuran itu, mengatakan bahwa kekuatan pasukan Persia berjumlah 200.000 tentara; sedangkan penulis Romawi dari masa yang belakangan, Cornelius Nepos, memperkirakan bahwa jumlahnya 200.000 infanteri dan 10.000 kavaleri, dengan hanya 100.000 tentara yang bertempur dalam pertempuran itu, sementara sisanya dimasukkan ke dalam armada yang sedang mengitari Tanjung Sounion;[76] Plutarkhos dan Pausanias secara independen memberi jumlah 300.000 tentara, begitu pula kamus Suda.[69][77][78] Plato dan Lysias memberi angka 500.000;[79][80] sedangkan Justinus 600.000.[81] Sejarawan modern mengajukan rentang jumlah yang luas untuk infanteri, mulai dari 20.000-100.000 tentara dengan konsensus mungkin 25.000 tentara;[82][83][84][85] perkiraan untuk kavalerinya adalah sekitar 1.000 tentara.[86] Pertimbangan strategis dan taktisDari suatu sudut pandang strategis, pasukan Athena memiliki beberapa kerugian di Marathon. Untuk menghadapi pasukan Persia dalam pertempuran, pasukan Athena harus mengumpulkan semua hoplites yang ada,[52] namun demikian mereka mungkin tetap kalah jumlah setidaknya dua banding satu.[57] lebih jauh lagi, mengumpulkan tentara sebesar itu akan membuat Kota Athena tak terlindungi, sehingga setiap serangan sekunder ke Kota Athena akan membuat pasukan terputus dari kota; dan Athena tidak akan mampu bertahan lama jika ada serangan langsung terhadap kota tersebut.[63] Terlebih lagi, jika pasukan Athena di Marathon mengalami kekalahan berarti itu akan menjadi kekalahan total Athena, karena tidak ada lagi pasukan Athena yang tersisa. Oleh karena itu, strategi pasukan Athena adalah terus menekan pasukan Persia di Marathon dan menghalangi dua jalur keluar dari dataran itu, untuk mencegah pasukan Persia mengalahkan mereka.[52] Akan tetapi, kerugian-kerugian ini diseimbangkan oleh beberapa keuntungan. Pasukan Athena pada awalnya tidak memiliki kebutuhan untuk mempercepat terjadinya pertempuran, karena mereka telah berhasil mengurung pasukan Persia di dataran Marathon. Selain itu, waktu menguntungkan pasukan Athena, karena setiap hari kedatangan pasukan Sparta semakin dekat.[52][61] Karena segalanya akan hilang jika menyerang, dan memperoleh keuntungan jika tak menyerang, akhirnya pasukan Athena tetap berada dalam posisi bertahan hingga pertempuran terjadi.[61] Secara taktis, hoplites rentan bila diserang oleh kavaleri, dan karena pasukan Persia memiliki jumlah kavaleri yang cukup banyak, maka ini membuat setiap manuver ofensif pasukan Athena menjadi lebih berbahaya dan berisiko, dan dengan demikian pasukan Athena memutuskan untuk menggunakan strategi bertahan.[63] Di pihak lain, strategi Persia mungkin secara prinsip ditetapkan oleh pertimbangan-pertimbangan taktis. Infanteri Persia jelas berzirah ringan, dan bukan tandingan bagi hoplites Athena dalam konfrontasi langsung jarak dekat (seperti yang kelak ditunjukkan pada pertempuran-pertempuran selanjutnya di Thermopylae dan Plataia[87]). Karena pasukan Athena tampaknya telah mengambil posisi bertahan yang kuat di Marathon, pasukan Persia mungkin enggan untuk menyerang pasukan Athena secara langsung.[63] Apapun kejadian yang pada akhirnya memicu pertempuran, jelas bahwa hal ini cukup mengubah keseimbangan strategis atau taktis yang mendorong pasukan Athena untuk menyerang pasukan Persia. Jika teori yang pertama benar (lihat di atas), maka ketidakhadiran kavaleri menghilangkan kerugian taktis utama pasukan Athena, dan ancaman akan dikepung membuat mereka harus menyerang.[63] Sebaliknya, jika teori kedua yang benar, maka pasukan Athena hanya bereaksi terhadap pasukan Persia yang menyerang mereka.[61] Karena pasukan Persia jelas memiliki proposi pasukan misil yang besar, posisi bertahan yang statis tidak banyak memberi keuntungan bagi pasukan Athena.;[88] keunggulan hoplites terletak pada pertarungan jarak dekat, dan dari sudut pandang pasukan Athena, semakin cepat bentrokan itu terjadi maka semakin baik.[87] Jika teori yang kedua benar, hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai mengapa pasukan Persia, setelah ragu-ragu selama beberapa hari, memutuskan untuk menyerang. Kemungkinan ada beberapa alasan strategis untuk hal ini; mungkin mereka sadar (atau curiga) bahwa pasukan Athena sedang mengharapkan bala bantuan.[61] Kemungkinan lainnya, karena mereka barangkali merasakan perlunya memaksakan semacam kemenangan-mereka hampir tidak dapat bertahan saja di Marathon hingga waktu yang tak tentu.[61] PertempuranJarak di antara kedua pasukan menjelang pertempuran telah menyempit hingga pada "suatu jarak yang tak kurang dari 8 stadia" atau kira-kira 1.500 meter.[89] Miltiades memerintahkan dua suku yang sedang membentuk bagian tengah formasi pasukan Athena, yaitu suku Leontis yang dipimpin oleh Themistokles dan suku Antiokhis yang dipimpin oleh Aristides, untuk disusun dalam kedalaman 4 barisan sementara suku-suku lainnya yang ada di bagian sayap pasukan dengan kedalaman 8 barisan.[48][90][91] Beberapa sejarawan modern menduga bahwa ini adalah cara yang hati-hati untuk mendorong pengepungan ganda pada bagian tengah pasukan Persia. Akan tetapi, hal ini mengasumsikan suatu tingkat pelatihan yang tidak dimiliki oleh pasukan Athena.[92] Ada sedikit bukti untuk pemikiran taktis semacam itu dalam pertempuran-pertempuran Yunani hingga Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM.[93] Dengan demikian ada kemungkinan bahwa keputusan ini diambil, kemungkinan pada saat-saat terakhir, sehingga barisan pasukan Athena sama panjangnya dengan pasukan Persia, dengan tujuan mencegah pasukan Persia mengepung pasukan Athena..[63][94] Ketika barisan Athena sudah siap, menurut satu sumber, tanda sederhana untuk maju diberikan oleh Miltiades: "Kepada mereka."[63] Herodotos menyiratkan pasukan Athena berlari tanpa henti menuju barisan Persia sambil meneriakkan seruan perang yang melolong, Ελελευ! Ελελευ! ("Eleleu! Eleleu!").[89] Akan tetapi, diragukan bahwa pasukan Athena berlari terus-menerus ke arah pasukan Persia; dalam kondisi berzirah lengkap hal ini akan sangat sulit.[95] Yang lebih mungkin adalah bahwa pasukan Athena berjalan hingga mencapai batas jangkauan efektif pasukan pemanah Persia, "zona serang" (kira-kira 200 meter), dan kemudian berlari ke arah musuh.[95] Kemungkinan lainnya adalah bahwa pasukan Atheba berlari dalam barisan yang terpecah-pecah hingga 200 meter, lalu menyusun barisan dan bersatu untuk kembali untuk kemudian berarak menuju pasukan Persia. Herodotos menduga bahwa ini adalah pertama kalinya pasukan Yunani berlari ke arah musuh dalam pertempuran dengan cara seperti ini; ini kemungkinan karena inilah pertama kalinya pasukan Yunani menghadapi musuh yang terdiri terutama atas pasukan misil.[95] Semua ini jelas sangat mengejutkan pasukan Persia, "...dalam pikiran mereka [pasukan Persia], mereka menganggap bahwa pasukan Athena pastilah dihinggapi kegilaan yang fatal, mengingat jumlah pasukan Athena sedikit namun malah mendesak maju dengan berlari, dan bahkan tidak memiliki kavaleri atau pemanah."[55][96] Pemikiran pasukan Persia itu dapat dimaklumi berdasarkan pengalaman mereka selama ini atas orang Yunani; Herodotos menuturkan bahwa pasukan Athena di Marathon adalah "orang [Yunani] pertama yang bertahan cukup lama melihat pakaian orang Mede dan orang yang memakainya, karena pada saat itu mendengar nama orang Mede saja sudah membuat orang Yunani panik.".[89] Setelah menerobos hujan anak panah yang diluncurkan oleh pasukan Persia, dengan sebagian besar tubuh mereka terlindungi oleh baju zirah, barisan Yunani pada akhirnya berbenturan dengan pasukan musuh. Holland memberikan uraian sebagai berikut:[97]
Kedua sayap pasukan Athena dengan cepat menggulung bagian sayap pasukan Persia yang lebih lemah,[98] sebelum kemudian berbalik ke arah dalam untuk mengurung barisan tengah pasukan Persia, yang lebih berhasil melawan barisan tipis bagian tengah pasukan Yunani.[99] Pertempuran berakhir ketika bagian tengah pasukan Persia pecah dan para tentara Persia berhamburan berlari dalam kepanikan menuju kapal-kapal mereka, sambil dikejar oleh pasukan Yunani.[99][100] Beberapa tentara Persia, yang tidak mengenal kondisi alam setempat, berlari ke arah rawa-rawa dan akhirnya tenggelam, jumlah mereka tak diketahui.[101][102] Pasukan Athena mengejar para tentara Persia yang berusaha kembali ke kapal, dan berhasil merebut tujuh kapal, meskipun sebagian besar kapal berhasil berlayar dan melarikan diri.[65][103] Herodotos menuturkan kisah bahwa Kynaigiros, saudara penulis drama Aiskhylos, yang juga ikut bertempur, berlari ke arah lautan, memegang kuat-kuat satu trireme persia, dan mulai menariknya ke arah daratan. Seorang kru kapal melihatnya, memotong tangannya, dan Kynegiros pun tewas.[103] Herodotos melaporkan bahwa 6.400 mayat tentara Persia ditemukan di medan pertempuran, dan tidak diketahui berapa orang yang tewas di rawa-rawa..[104] Pasukan Athena kehilangan 192 orang sedangkan pasukan Plataia kehilangan 11 orang.[104] Di antara korban tewas terdapat arkhon Kallimakhos dan jenderal Stesilaos.[103] AkibatTidak lama seusai pertempuran itu, Herodotos menuturkan bahwa armada Persia berlayar di sekitar Tanjung Sounion untuk menyerang Athena secara langsung.[65] Seperti telah dibahas di atas, beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa usaha itu dilakukan oleh armada Persia sebelum pertempuran. Pasukan Athena jelas sadar bahwa kotanya masih dalam bahaya, dan bergerak secepat mungkin untuk kembali ke Athena.[105] Dua suku yang ada di bagian barisan tengah pasukan Athena tinggal di Marathon untuk menjaga medan tempur di bawah komando Aristides.[106] Pasukan Athena tiba tepat waktu untuk mencegah armada Persia berlabuh di Athena. Menyadari bahwa kesempatan telah hilang, armada Persia berbalik arah dan kembali ke Asia.[105] Terkait dengan kisah ini, Herodotos menuturkan suatu rumor bahwa manuver armada Persia ini telah direncanakan bersama keluarga Alkmaionid, keluarga bangsawan terkemuka di Athena, dan bahwa suatu "tanda perisai" diberikan seusai pertempuran.[65] Meskipun telah dikemukakan banyak penafsiran tentang hal ini, tidak mungkin untuk memastikan kebenarannya, dan jika benar demikian, juga sulit diketahui apa arti persisnya tanda tersebut.[107] Keesokan harinya, pasukan Sparta tiba di Marathon setelah menempuh jarak sejauh 220 kilometer (140 mi) hanya dalam waktu tiga hari. Pasukan Sparta menjelajahi medan tempur, dan meyakini bahwa pasukan Athena telah memperoleh kemenangan besar.[108] Para pria yang bertempur di Marathon kemudian dikenal sebagai Marathonomakhoi dan amat dihormati di Athena. Bauer menuliskan bahwa "mereka dihormati seperti para veteran Perang Dunia II di Amerika Serikat untuk perannya dalam kemerdekaan."[100] Orang-orang yang tewas di Marathon juga diberi penghargaan istimewa oleh rakyat Athena dengan dimakamkan di tempat mereka tewas, bukan di tempat pemakaman utama Athena di Keramikos.[109] Pada makam orang-orang Athena itu terdapat epigram yang ditulis oleh Simonides yang bertuliskan:[110]
Sementara itu, Dairus mulai membangun pasukan baru yang sangat besar untuk sepenuhnya menaklukkan Yunani; akan tetapi, pada tahun 486 SM, rakyat jajahannya di Mesir memberontak, sehingga ekspedisinya ke Yunani harus ditunda hingga jangka waktu yang tak tentu.[14][98] Darius meninggal selagi dalam persiapan menuju Mesir, dan takhta Persia diwariskan kepada putranya, Xerxes I.[111] Xerxes menghentikan pemberontakan Mesir, dan dengan sangat cepat memulai kembali persiapan untuk menginvasi Yunani.[100][112] Invasi kedua Persia ke Yunani pada akhirnya dimulai pada tahun 480 SM, dan pasukan Persia meraih keberhasilan awal pada Pertempuran Thermopylae dan Pertempuran Artemision.[113][114][115] Akan tetapi, kekalahan Persia pada Pertempuran Salamis menjadi titik balik dalam kampanye militer itu,[116][117][118] dan setahun kemudian ekspedisi itu berakhir dengan kemenangan telak Yunani pada Pertempuran Plataia.[49][119][120] SignifikansiKekalahan di Marathon hampir tidak memengaruhi sumber daya Kekaisaran Persia yang sangat besar, tetapi bagi bangsa Yunani pertempuran itu adalah kemenangan yang besar.[121] Itulah untuk pertama kalinya pasukan Yunani mengalahkan pasukan Persia, menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan, dan bahwa perlawanan, bukannya ketundukan, adalah mungkin untuk dilakukan.[122] Pertempuran itu adalah momen yang menentukan bagi demokrasi Athena yag masih muda, menunjukkan apa yang dapat dicapai melalui persatuan dan kepercayaan diri; dan memang, pertempuran itu secara efektif benar-benar menandai dimulainya "zaman kejayaan" bagi Athena.[123] Ini juga berlaku bagi Yunani secara keseluruhan; "kemenangan mereka memberikan keyakinan kepada bangsa Yunani pada takdirnya yang akan berlangsung selama tiga abad, yang pada masa itulah kebudayaan barat lahir".[3][124] Pendapat terkenal John Stuart Mill adalah bahwa "Pertempuran Marathon, bahkan sebagai suatu peristiwa dalam sejarah Britania, lebih penting daripada Pertempuran Hastings".[125] Tampaknya penulis drama Athena, Aiskhylos, menganggap bahwa keterlibatannya dalam Pertempuran Marathon merupakan prestasi terbesar dalam hidupnya, bahkan lebih daripada drama-drama karyanya sendiri, seperti yang tertulis pada epigram yang terdapat pada makamnya.[126]
Secara militer, pelajaran utama bagi orang Yunani dari Pertempuran Marathon adalah potensi pasukan hoplites bergaya phalanx. Gaya ini telah berkembang selama perang-perang yang menghancurkan di kalangan bangsa Yunani sendiri; karena tiap negara kota bertempur dengan cara yang sama, keuntungan dan kerugian hoplites bergaya phalanx belum terlihat dengan jelas.[97] Pertempuran Marathon adalah kesempatan pertama bagi pasukan bergaya phalanx untuk menghadapi pasukan yang bersenjata ringan, dan menunjukkan betapa efektifnya hoplites dalam pertempuran.[97] Formasi phalanx masih rentan dalam menghadapi kavaleri (yang membuat pasukan Yunani berhati-hati pada Pertempuran Plataia), tetapi jika digunakan dalam kondisi yang tepat maka amat berpotensi menjadi senjata yang sangat berbahaya dan menghancurkan.[127] PengaruhLegendaLegenda paling terkenal yang terkait dengan Marathon adalah pelari Pheidippides/Philippides yang membawa kabar pertempuran kepada rakyat Athena. Legenda tersebut dijelaskan pada bagian ini. Lari Pheidippides ke Sparta untuk meminta bantuan juga memiliki legenda lain yang terkait dengannya. Herodotos menyebutkan bahwa Pheidippides dikunjungi oleh dewa Pan dalam perjalanannya ke Sparta (atau mungkin dalam perjalanan pulang).[52] Pan bertanya mengapa orang Athena tak menghormatinya dan Pheidippides yang terpesona berjanji bahwa mereka akan mulai menghormatinya. Sang dewa tampaknya merasa bahwa janji itu akan dilaksanakan, sehingga dia muncul pada saat pertempuran dan pada momen yang sangat penting dia menimpakan semacam ketakutan kepada pasukan Persia, yaitu jenis ketakutan yang kacau dan tanpa berpikir, yang mengandung namanya: "panik". Seusai pertempuran, sebuah pelataran keramat dibangun untuk Pan di dalam sebuah gua di lereng utara Akropolis, dan setiap tahun kurban dipersembahkan bagi sang dewa.[128] Demikian pula, setelah kemenangan itu festival Agroteras Thysia ("kurban untuk Agrotéra") diselenggarakan di Agrai di dekat Athena, untuk menghormati Artemis Agrotera ("Artemis sang Pemburu"). Ini adalah pemenuhan sumpah penduduk kota itu yang diucapkan sebelum pertempuran, bahwa mereka kan memberikan kurban kambing yang sama banyaknya dengan jumlah orang Persia yang dibantai dalam pertempuran. Jumlahnya begitu besar, sehingga diputuskan mengurbankan 500 ekor kambing setiap tahun hingga jumlah itu terpenuhi. Xenophon mencermati bahwa pada masa hidupnya, 90 tahun setelah pertempuran, kambing masih dikurbankan setiap tahun.[129][130][131][132] Plutarkhos menyebutkan bahwa pasukan Athena melihat hantu raja Theseus, pahlawan mitos dari Athena, memimpin pasukan Athena dengan kecepatan penuh dalam menyerang pasukan Persia,[133] dan dia memang digambarkan dalam lukisan dinding di Stoa Poikile sedang bertempur untuk pasukan Athena, bersama dengan 12 Dewa Olimpus dan para pahlawan lainnya.[134] Pausanias juga menuturkan bahwa:[101]
Legenda lainnya dari konflik itu adalah tentang anjing Marathon. Aelianus menuturkan bahwa seorang hoplites membawa anjingnya ke perkemahan pasukan Athena. Anjing itu mengikuti tuannya ke pertempuran dan menyerang para tentara Persia untuk membela tuannya. Dia juga mengisahkan bahwa anjing itu diabadikan dalam lukisan dinding di Stoa Poikile.[135] Lari MaratonMenurut Herodotos, seorang pelari Athena bernama Pheidippides dikirim untuk berlari dari Athena menuju Sparta untuk meminta bantuan sebelum pertempuran. Dia berlari sejauh lebih dari 225 kilometer (140 mil) dan tiba di Sparta sehari setelah dia berangkat.[136] Kemudian, seusai pertempuran, pasukan Athena berjalan sejauh kira-kira 40 kilometer (25 mil) untuk kembali ke Athena dengan kecepatan yang sangat tinggi (mengingat jumlah senjata yang mereka bawa dan kelelahan setelah pertempuran), agar dapat menghalau armada Persia yang berlayar di sekitar Tanjung Sounion. Mereka tiba di Athena setelah siang hari, tepat waktu untuk membuat kapal-kapal Persia berbalik dan menjauh dari Athena. Ini melengkapi kemenangan Athena.[137] Di kemudian hari, dalam imajinasi populer, kedua peristiwa ini bercampur aduk satu sama lain dan menghasilkan suatu versi dari kedua kejadian tersebut yang legendaris namun tidak akurat. Isi ceritanya adalah bahwa Pheidippides berlari dari Marathon ke Athena seusai pertempuran untuk mengumumkan kemenangan pasukan Yunani dengan kata-kata Nenikēkamen! (bahasa Yunani Attika: Νενικήκαμεν (Kita menang!)), setelah itu dia tewas karena kelelahan,[55] kemungkinan akibat serangan jantung. Sebagian besar catatan sejarah yang mengisahkan cerita ini, secara tak tepat menyebutkan bahwa cerita ini bersumber dari Herodotos; pada kenyataannya, kisah ini pertama kali muncul dalam naskah Mengenai Kejayaan Athena karya Plutarkhos pada abad ke-1 SM, yang mengutipnya dari karya yang hilang buatan Herakleides dari Pontos, yang menyebut nama pelari itu Thersipos dari Erkhios atau Eukles.[138] Lukianos dari Samosata (abad ke-2 M) memberi kisah yang sama namun nama pelarinya Philippides (bukan Pheidippides).[139] Dalam beberapa salinan naskah Herodotos dari Abad Pertengahan, nama orang yang berlari antara Athena dan Sparta sebelum pertempuran adalah Philippides dan dalam beberapa edisi modernnya nama ini lebih disukai.[140] Ketika gagasan mengenai Olimpiade modern menjadi kenyataan pada akhir abad ke-19, para pemrakarsa dan pengelolanya, yang sedang mencari peristiwa besar yang populer, mengingat kembali kejayaan kuno Yunani.[141] Ide pelaksanaan 'lomba lari maraton' dikemukakan oeh Michel Bréal, yang menginginkan agar pertandingan itu disertakan dalam Olimpiade modern pertama pada tahun 1896 di Athena. Ide ini sangat didukung oleh Pierre de Coubertin, penggagas Olimpiade modern, serta oleh masyarakat Yunani.[141] Lomba lari ini menggemakan versi legendaris dari peristiwa yang bersangkutan, dengan para pesertanya berlari dari Marathon ke Athena. Lomba lari ini pun menjadi amat terkenal dan dengan cepat merebut perhatian sehingga menjadi bagian tetap dalam Olimpiade, dengan kota-kota besar menyelenggarakan lomba lari maraton tahunannya sendiri.[141] Pada akhirnya jarak tempuh resminya ditetapkan sejauh 26 mil 385 yard, atau 42,195 km, meskipun pada tahun-tahun awal jaraknya berbeda-beda namun dalam kisaran 25 mil (40 km), yang merupakan jarak rata-rata antara Marathon dan Athena.[141] Catatan kaki
ReferensiSumber kuno
Sumber modern
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Battle of Marathon.
|