P&G didirikan oleh William Procter, seorang pembuat lilin, dan James Gamble, seorang pembuat sabun. Keduanya menjadi ipar ketika menikah dengan kakak beradik Olivia dan Elizabeth Norris.[2] Ide pendirian usaha bersama ini dirintis oleh Alexander Norris, mertua mereka, yang mengadakan pertemuan di mana ia membujuk Procter dan Gamble untuk menjadi partner bisnis. Pada tanggal 24 Agustus1837, sebagai hasil dari pertemuan tersebut, Procter & Gamble didirikan. Tanggal inilah yang kemudian diperingati sebagai hari jadi P&G pada tiap tahunnya.
Pada tanggal 24 Agustus1858-1859, penjualan P&G berhasil mencapai $1 juta. Di titik ini, P&G memiliki sekitar 80 karyawan yang bekerja di sana. Pada masa Perang Saudara Amerika Serikat, P&G memenangkan kontrak untuk menyuplai sabun dan lilin kepada Tentara Union. Selain memberikan profit tambahan, kontrak tersebut secara tidak langsung juga memperkenalkan prodk P&G ke tentara-tentara di seluruh wilayah Amerika Serikat.
Pada tahun 1880, Procter & Gamble mulai memasarkan sebuah produk baru berupa sabun yang dapat mengambang di atas air. Perusahaan menyebut sabun itu sebagai Ivory. William Arnett Procter, cucu dari William Procter, mulai mengembangkan program bagi hasil ke tenaga kerja P&G pada tahun 1887. Dengan memberikan saham kepada pekerja, ia secara tepat memperkirakan risiko mogok kerja (Strike) dari pekerja menjadi kecil.
Perusahaan mulai membangun pabrik di lokasi lain di seantaro Amerika Serikat seiring dengan meningkatnya demand. Perusahaan juga mulai melakukan diversifikasi produk. Pada tahun 1911, P&G memproduksi Crisco, sejenis minyak yang terbuat dari lemak nabati alih-alih lemak binatang. Ketika radio menjadi populer pada tahun 1920-an dan 1930-an, perusahaan menyeponsori beberapa acara. Acara-acara yang disponsori oleh P&G ini di kemudian hari disebut sebagai acara "opera sabun".
Perusahaan juga mengembangkan usahanya ke negara lain, baik dalam hal manufaktur maupun penjualan produk, dan menjadi sebuah perusahaan internasional saat mengakuisisi Thomas Hedley Co., sebuah perusahaan yang berbasis di Newcastle upon Tyne, Inggris. Akibat akuisisi ini, P&G memiliki jaringan yang kuat dengan wilayah Barat Daya Inggris. Di saat yang sama, P&G juga banyak meluncurkan produk-produk baru dan mulai mengembangkan produksinya ke area baru. Perusahaan memperkenalkan deterjen "Tide" pada tahun 1946 dan "Prell" pada tahun 1947. Pada 1955, P&G mulai menjual pasta gigi pertama yang mengandung fluoride, yang dikenal sebagai "Crest". Pada tahun 1955, perusahaan melebarkan sayap usahanya dengan membeli Charmin dan mulai memproduksi tissu toilet dan produk kertas lainnya. Pada tahun 1960 perusahaan meluncurkan "Downy" pelembut pakaian dan "Bounce" pada tahun 1972.
Salah satu produk inovatif yang diluncurkan P&G adalah "Pampers" yang pertama kali dijual pada tahun 1961. Produk popok sekali pakai sudah diluncurkan sebelumnya oleh Johnson & Johnson, namun kurang populer. Produk ini menyediakan alternatif popok bayi yang ketika itu banyak menggunakan kain yang lebih mudah bocor dan sulit dibersihkan.
P&G juga membeli beberapa perusahaan dan mendiversifikasi lini produknya serta secara signifikan meningkatkan profit. Akuisisi ini termasuk pembelian Folgers Coffee, Norwich Eaton Pharmaceuticals (produsen Pepto-Bismol), Richardson-Vicks, Noxell (Noxzema), Old Spice, Max Factor, Iams, serta beberapa lainya. Pada tahun 1994 perusahaan mengalami kerugian besar akibat skandal yang dilakukan Bankers Trust. Pada tahun 1996 P&G juga terkena skandal ketika Food and Drug Administration menyetujui produk baru perusahaan, Olestra, untuk diluncurkan ke pasar. Produk ini adalah produk pengganti lemak untuk memasak chip kentang dan makanan lainnya. Ketika itu, produk ini diketahui dapat memicu anal leakage dan masalah gastrointestinal pada manusia.
Pada tahun 2005, P&G mengumumkan akuisisi Gillete, dan membentuk perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat terbesar kedua di dunia, dan menjadi saingan dari Unilever. Akuisisi ini disetujui oleh Uni Eropa dan Federal Trade Commission, dengan syarat P&G menjual merek-merek yang menjual produk sejenis dengan merek yang baru dibeli. P&G setuju dan menjual SpinBrush, Rembrandt, Right Guard, Soft & Dri, dan Dry Idea.[3] Kedua perusahaan secara resmi digabung pada 1 Oktober 2005. Pada tahun 2008, P&G mengembangkan usahanya pada industri rekaman dengan melakukan sponsorship bersama Tag Records, sebagai bentuk endorsement untuk TAG Body Spray.[4]
Pada 24 Agustus 2009, sebuah perusahaan farmatik yang berbasis di Inggris, Warner Chilcott, mengumumkan bahwa mereka telah membeli bisnis obat-resep P&G senilai $3,1 miliar.[5][6]
P&G di Indonesia
Procter & Gamble memiliki sejarah panjang berbisnis di Indonesia, tepatnya sejak era Hindia Belanda. Produk pertamanya adalah margarin bermerek Palmbooter (kemudian Palmboom) yang memasuki pasaran lokal pada periode 1930-an, kala itu masih diimpor dan menargetkan masyarakat Eropa. Pesaing utamanya adalah Blue Band produksi Lever Brothers (kini Unilever). Kedua merek ini kemudian mendominasi pasaran margarin.[7] Kemudian, pada November 1940, pabrik P&G resmi beroperasi di Surabaya (Jl. Gresik No. 1-3-5),[8] dengan produk berupa margarin Palmboom dan minyak goreng Filma dengan bahan berasal dari impor (Filipina) maupun lokal.[9] Sempat mengalami kerusakan akibat periode Perang Dunia II,[10] di tahun 1950, pabrik tersebut mempekerjakan lebih dari 300 orang[11] dengan bahan baku berasal dari kopra.[12]
Memanasnya relasi Indonesia-AS pada era Demokrasi Terpimpin membuat P&G terpaksa melepaskan pabrik margarinnya tersebut di bulan November 1963 dengan menjualnya kepada perusahaan asal Swiss. Nama perusahaan pun berganti dari NV Procter & Gamble's Fabrieken menjadi PT Filma. Sempat kemudian dikuasai serikat buruh kiri SOBSI dan Kaum Marhaen,[13][14] PT Filma kemudian jatuh ke tangan eksekutif minyak dan salah satu petinggi Bank Niaga, Julius Tahija yang mengembangkan bisnisnya dengan memproduksi sabun Palmolive dan pasta gigi Colgate. Adapun merek minyak goreng Filma dan margarin Palmboom kemudian dijual ke Sinar Mas di tahun 1982,[15] sedangkan PT Filma akhirnya dikuasai oleh Tempo Scan Pacific hingga kini (dengan nama PT Filma Utama Soap dan kemudian PT Tempo Utama Sejahtera) yang memfokuskan usahanya ke produksi barang-barang personal care.[16]
Sementara itu, pada era 1940-an sebuah perusahaan lainnya di AS bernama Richardson-Merrell mulai menjajaki pasar Indonesia, dengan menjual Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler yang diimpor mulai tahun 1948. Terbukanya peluang investasi asing membuat mereka memutuskan membuka pabrik di Indonesia (berlokasi di Cakung, Jakarta Timur) pada Desember 1969 yang izinnya keluar pada Februari 1970.[17] Adapun perusahaannya resmi didirikan pada 29 Juni 1970 dengan nama PT Richardson-Merrell Indonesia,[18] yang dimiliki secara patungan oleh Richardson-Merrell Inc. dan eksekutif lokalnya Willy D. Siwu.[19] Pada 28 April 1980 PT Richardson-Merrell Indonesia menjadi perusahaan publik dengan melepas 360.000 sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan harga penawaran Rp 3.000/lembar.[20][21] Seiring perubahan nama dan bisnis induknya di AS (menjadi Richardson-Vicks), pada awal 1980-an nama perusahaan berganti menjadi PT Richardson Vicks Indonesia.[22]
Richardson-Vicks Inc. kemudian jatuh ke tangan P&G di tahun 1985, yang membuka jalan bagi kembalinya perusahaan AS tersebut ke pasar Indonesia. Mulai 1 Oktober 1989 nama PT Richardson Vicks Indonesia resmi diganti menjadi PT Procter & Gamble Indonesia.[23] Pada saat pergantian nama tersebut produk-produknya masih didominasi produk obat bebas (balsam, inhaler, permen tenggorokan, obat batuk) merek Vicks ditambah beberapa produk perawatan kulit. Dengan cepat P&G mengarahkan bisnisnya ke pemasaran dan produksi produk-produk personal care, yang dimulai dengan meluncurkan shampo Rejoice 2 in 1 di tahun yang sama. Lagi-lagi, persaingan dengan Unilever pun muncul, yang melempar shampo sejenis dengan merek Dimension.[24] Produk lainnya yang digenjot adalah sabun Camay, yang diproduksi dengan kerjasama lisensi bersama perusahaan lokal PT Peng Indonesia Perkasa (milik Grup Salim) sejak 1985.[25][26][27] Di tahun 1992, P&G kemudian melempar merek shampo lainnya, Pantene ke pasar Indonesia,[28] yang disusul beberapa merek produk personal care seperti Whisper (pembalut), Zest (sabun mandi), Pampers (popok bayi) dan Head & Shoulders (shampo anti-ketombe) pada tahun-tahun berikutnya.[29][30]
Pada awal 2000-an P&G merestrukturisasi bisnisnya di Indonesia dengan menjual aset pabriknya ke perusahaan farmasi lokal, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk yang disertai pemberian lisensi bagi perusahaan tersebut untuk memproduksi merek Vicks di Indonesia.[31] Lalu, sejak 3 Desember 2003 dan 7 Juni 2004, PT Procter & Gamble Indonesia Tbk (kode emiten PGIN) resmi menghapuskan pencatatan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya, menjadikannya perusahaan tertutup.[32] Bisnis P&G di Indonesia kemudian diambilalih oleh PT Procter & Gamble Home Products Indonesia, yang berdiri sejak 1997[33][34] dan menjadi pengimpor produk-produk personal care yang dipasarkan perusahaan ini di Indonesia. Seiring akuisisi P&G di AS, PT P&G Home Products Indonesia juga mulai memasarkan produk lain seperti dari Gillette. Adapun Gillette hadir di Indonesia di waktu yang hampir bersamaan dengan kemunculan Vicks, yaitu pada awal 1970-an dan sempat memiliki pabrik di Ciputat, Tangerang hingga tahun 2000 yang memproduksi pisau cukur dan sikat gigi Oral-B.[35][36][37]
Memasuki 2011, P&G juga terjun ke pasar produk pembersih lewat meluncurkan produk pelembut pakaian Downy.[38] Di tahun yang sama, P&G mengumumkan rencananya membangun pabrik kembali di Indonesia senilai US$ 100 juta,[39] yang direncanakan memproduksi popok bayi dengan bantuan 300 karyawan di Karawang, Jawa Barat. Pembangunannya dilakukan sejak Agustus 2011 dan diresmikan di bulan Desember 2013.[40][41] Belakangan pabrik ini (yang ada di bawah PT Procter & Gamble Operations Indonesia) juga memproduksi Downy dan sejumlah merek shampo.
Pada akhir 2018, PT P&G Home Products Indonesia mengakuisisi sejumlah merek obat bebas dari PT Merck Tbk. Hal ini seiring akuisisi yang dilakukan P&G pada bisnis consumer healthMerck KGaAJerman.[42] Adapun integrasi unit bisnis baru tersebut resmi dilakukan pada 27 September 2019.[43]
Operasi
Per tanggal 1 Juli 2007, operasi P&G dikategorikan dalam tiga "Global Business Units" (unit-unit bisnis global). Setiap Global Business Unit dibagi lagi menjadi beberapa "Business Segments", sebagaimana yang tertera dalam rilis pendapatan perusahaan bulan Maret 2009.
P&G memiliki 23 merek yang bernilai lebih dari satu miliar dolar bila dilihat dari penjualan tahunannya[47] dan 18 merek lainnya dengan nilai penjualan antara $500 juta hingga $1 miliar.
Merek miliaran dolar
Ariel adalah merek sebuah deterjen pencuci baju yang tersedia dalam berbagai bentuk dan wangi.
Ascend adalah merek sebuah Sampo dan kondisioner yang dipasarkan di wilayah Asia Tenggara dan sebagian India.
Bounty adalah merek sebuah tissue dapur (paper towel) yang dijual di AS dan Kanada.
Braun adalah produsen alat-alat rumah tangga yang berspesialisasi pada produksi pencukur elektronik, epilaptor, peralatan perawatan rambut, dan blender.
Camay merek sabun kecantikan yang dipasarkan secara global, termasuk Indonesia
Vicks Merek Produk farmasi untuk pengobatan batuk, dan saluran pernapasan. Di Indonesia, produksi Vicks dilakukan oleh Darya Varia mulai tahun 2003.[31]
Wella merek produk perawatan rambut (shampoo, kondisioner, styling, dan pewarna rambut).
Always/Whisper merek pantyliner yang dipasarkan di Asia.
Sebagian besar merek di atas, termasuk di antaranya Bounty, Crest, dan Tide, merupakan produk global yang dipasarkan di beberapa negara.
Produksi dan sponsorship
Procter & Gamble memproduksi dan mensponsori opera sabun radio pertama pada tahun 1930-an. P&G juga mulai memproduksi film televisi pada tahun 1950 dan 1960-an, di antaranya The Young and the Restless dan As the World Turns.
They also produced TBS' first original comedy series, Down to Earth, which ran from 1984 to 1987 (110 episodes were produced). They also distributed the syndicated comedy series Throb. Procter & Gamble Productions originally co-produced Dawson's Creek with Sony Pictures Television but withdrew before the series premiere due to early press reviews. It also produced the 1991 TV movieA Triumph of the Heart: The Ricky Bell Story, which was co-produced by The Landsburg Company. It also produces the People's Choice Awards.
Procter & Gamble juga merupakan perusahaan pertama yang memproduksi dan mensponsori acara prime-time. PGP memproduksi Shirley, sebuah serial prime-time NBC yang dibintangi Shirley Jones pada tahun 1979 dan berlangsung selama tiga belas episode.
Procter & Gambele menjadi sponsor olimpiade sejak 1988 bersama saingannya, Unilever.
Kontroversi
Kontroversi logo
Sebelum logo yang digunakan saat ini (terhitung sejak 24 Agustus1985), P&G menggunakan logo yang menggambarkan sebuah bulan yang memiliki wajah laki-laki sedang melihat ke-13 buah bintang, yang melambangkan 13 koloni awal Amerika Serikat.[49] Pada tahun 1980-an, P&G mendapatkan publikasi buruk ketika tersebar kabar burung bahwa logo bulan-dan-bintang adalah simbol satanisme. Tuduhan ini dibuat berdasarkan ayat Injil, secara spesifik Wahyu 12:1, yang menyatakan: "Lalu terlihat di langit sesuatu yang ajaib dan luar biasa. Seorang wanita yang memakai matahari sebagai pakaiannya, sedang berdiri di atas bulan. Di kepalanya terdapat sebuah mahkota yang terdiri dari dua belas bintang."
Logo P&G dianggap yang terdiri dari bulan berwajah laki-laki dan dikelilingi 13 bintang dianggap mengolok-olok simbol yang disebutkan pada ayat tersebut, dan kareanya logo ini dianggap logo setan. Jenggot bulan tersebut juga dianggap merupakan gambar cermin dari angka 666 yang merupakan angka iblis. di bagian atas dan bawah juga terlihat seperti tanduk biri-biri jantan yang merepresentasikan nabi palsu.
Interpretasi ini disanggah oleh petinggi perusahaan, dan tidak ada bukti bahwa perusahaan terkait dengan Gereja Setan atau organisasi pemujaan lainnya. Perusahaan menuntut Amway mulai tahun 1995 hingga 2003 karena rumor tersebut beredar di sistem voicemail sebuah perusahaan lain pada tahun 1995, namun gagal. Pada tahun 2007 perusahaan berhasil menuntut distributor individual Amway karena telah mengangkat kembali dan mempropagandakan rumor menyesatkan tersebut.[50]
Logo P&G yang lama ini juga dianggap mengolok-olok Nabi Muhammad SAW, yang menghina islam dengan cara menyebarkan ajaran nabi palsu (yang mereka akui sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW, bahwa mereka beranggapan ada nabi lainnya menggantikan Nabi Muhammad SAW), yaitu Abu Lahab, Abu Jahal, dan Musailamah Al - Kazzab. Sehingga, pernah terjadi aksi unjuk rasa pada tahun 1985 untuk mendesak agar P&G mengganti logonya dikarenakan logo yang dianggap telah menghina islam. Bahkan, saat itu, Yang di-Pertuan Agong Malaysia saat itu, Sultan Mahmud Iskandar ibni Sultan Ismail, memaksa untuk menutup afiliasi P&G di Malaysia yaitu Procter & Gamble (M) Sdn Bhd, karena belum mengganti logonya dengan yang baru, dan melarang keras memakai produk P&G. Tetapi, kemudian pada 24 Agustus1985, saat P&G secara resmi mengganti logonya, Sultan Mahmud Iskandar ibni Sultan Ismail kembali memperbolehkan memakai produk P&G.
Oleh karena itu, logo yang hampir 150 tahun dipertahankan oleh P&G itu digantikan dengan logo yang baru pada tahun 1985 sampai saat ini.[51]
Kontroversi penetapan harga
Pada bulan April 2011, P&G didenda 211,2 juta euro oleh Komisi Eropa karena telah terlibat dalam kartel penetapan harga (price fixing) bersama dengan Unilever, yang juga didenda sebesar 104 juta euro, dan Henkel. Denda keduanya mendapatkan potongan 10% setelah mereka mengakui telah menjalankan kartel. Sementara itu Henkel tidak dikenai sanksi karena menjadi sumber informasi investigasi.[52]
Slogan
Kualitas Kelas Dunia Yang Menyempurnakah Hidup Anda (1989-1993)