SMS[a]Goeben merupakan kapal penjelajah tempurkelas Moltke kedua sekaligus terakhir yang dimiliki oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jerman. Kapal ini dibuat pada periode 1909-1911 dan kemudian diserahkan kepada Angkatan Laut Kesultanan Utsmaniyah pada masa Perang Dunia I, tiga tahun setelah beroperasi di Angkatan Laut Jerman. SMS Goeben merupakan salah satu kapal tempur tercanggih pada masanya dan terlibat berbagai peristiwa penting selama Perang Dunia I.[4] Jika dibandingkan dengan kapal perang milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris dari kelas yang serupa (kelas indefatigable[b]), SMS Goeben memiliki sistem persenjataan dan perlindungan yang lebih baik. Bahkan, dalam peristiwa pengejaran Goeben dan Breslau yang terjadi pada masa-masa awal Perang Dunia I, Ernest Troubridge, laksamana skuadron kapal Inggris yang melakukan pengejaran, akhirnya memutuskan untuk menghentikan aksinya karena ia menganggap kapal ini sebagai suatu "kekuatan super" yang sebaiknya dihindari.[5]
Beberapa bulan setelah diserahkan secara resmi kepada Angkatan Laut Kekaisaran Jerman, yakni pada Perang Balkan, SMS Goeben bersama dengan sebuah kapal penjelajah ringan SMS Breslau membentuk sebuah skuadron untuk ditugaskan untuk berpatroli di Laut Tengah.[6] Skuadron yang terdiri dari kedua kapal ini kemudian menjadi satu-satunya skuadron kapal Kekaisaran Jerman yang berpatroli di Laut Tengah.[7] Saat meletusnya Perang Dunia I, kedua kapal ini ditugaskan membombardir kota-kota pelabuhan koloni Prancis di Aljazair.[8] Setelah itu, kedua kapal ini berhasil melarikan diri ke Konstantinopel sekaligus membawa misi diplomatik kepada Kesultanan Utsmaniyah. Keberhasilan pelarian kedua kapal untuk membawa misi diplomatik Kekaisaran Jerman membuat Winston Churchill yang pada Perang Dunia I merupakan komandan utama Angkatan Laut Kerajaan Inggris beberapa tahun pascaperang menuliskan: "kompas kapal-kapal ini (Goeben & Breslau) telah mengakibatkan lebih banyak pembunuhan, lebih banyak penderitaan, dan lebih banyak kehancuran, dari kapal manapun."[9][10]
Bersama SMS Breslau, SMS Goeben secara resmi diserahkan kepada Angkatan Laut Kesultanan Utsmaniyah pada 16 Agustus 1914. Pascapenyerahannya, SMS Goeben kemudian berganti nama menjadi Yavuz Sultan Selim atau biasa disingkat Yavuz. Kapal ini kemudian digunakan oleh Angkatan Laut Kesultanan Utsmaniyah untuk membombardir kota-kota pelabuhan milik Rusia di Laut Hitam dan menandai secara resmi masuknya Kesultanan Utsmaniyah untuk berperang di pihak Jerman pada Perang Dunia I.[5][8]
Pada tahun 1936, di bawah pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk kapal ini kembali berganti nama menjadi TCG (kapal Republik Turki) Yavuz. Saat Mustafa Kemal Ataturk meninggal dunia pada November 1938, kapal ini kemudian diberikan tugas untuk membawa jenazahnya dari kota Istanbul ke Izmit. Yavuz tetap beroperasi di bawah bendera Angkatan Laut Turki hingga kemudian dipensiunkan pada tahun 1950. Kapal ini kemudian dibongkar pada tahun 1973 setelah pemerintah Jerman Barat menolak permintaan pembelian kapal tersebut dari Turki. SMS Goeben merupakan kapal buatan Kekaisaran Jerman terakhir yang dapat bertahan sekaligus menjadi kapal tipe dreadnought dengan masa tugas terlama.[11]
Deskripsi
Deskripsi umum
SMS Goeben adalah kapal tempur jenis penjelajah dengan panjang 186,6 meter, lebar 29,4 meter. Bobot kosong dari SMS Goeben adalah 25.400 ton. Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 25,5 knots (47,2 km/jam; 29,3 mpj).[1] Pada kecepatan 14 knots (26 km/jam; 16 mpj), daya jelajah dari kapal ini dapat mencapai 4.120 mil laut (7.630 km; 4.740 mil). Kapal ini dipersenjatai oleh oleh 10 buah meriam utama SK L/50 berkaliber 28 cm yang terpasang pada lima buah kubah meriam di sekeliling kapal. Kapal ini juga dilengkapi oleh 4 torpedo bawah air berkaliber 50 cm.[1]
Meriam utama
Penempatan 10 buah meriam utama pada SMS Goeben dapat dibagi kedalam lima indeks yakni A,B,C,D dan E. Posisi dari meriam utama yang memiliki indeks "A" berada pada garis tengah haluan kapal. Meriam "B" terletak diantara dua cerobong pembuangan di bagian sisi kanan kapal dan berada dekat dengan bagian luar dari pembatas dek kapal. Meriam "C" dan "D" berada di bagian tengah, tepat di belakang tiang buritan kapal.[11][12] Meriam "C" memiliki posisi yang lebih tinggi dari "D" dan keduanya menghadap ke arah belakang dari dek utama kapal.[11] Meriam "E" diletakan di sisi kiri kapal dan berada di antara cerobong pembuangan.[11][12] Tiga dari meriam utama ini terletak segaris pada garis tengah panjang kapal yang bertujuan untuk menjaga keseeimbangan kapal. Penempatan meriam utama ini membuat empat meriam bekerja secara optimum saat kapal menembak target yang berada di salah satu sisi kapal. Meriam A, C, D, dan E dapat digunakan untuk menembak suatu target yang berada di sisi kiri kapal, sementara meriam A, B, C, dan D dapat digunakan untuk menembak suatu target yang berada di sisi kanan kapal. Jika kapal ini dalam posisi melarikan diri dari suatu kejaran kapal lainnya, maka meriam B, C, D, dan E dapat diarahkan ke belakang kapal untuk menembak kapal pengejar.[11] Namun, saat terjadinya peristiwa pengejaran Goeben dan Breslau di Laut Tengah, hanya terdapat satu atau dua meriam yang dapat diarahkan. Sebaliknya, jika SMS Goeben melakukan pengejaran, maka meriam A, B, dan E dapat digunakan untuk menembak target yang melarikan diri.[12]
Meriam sekunder
SMS Goeben memiliki 12 meriam dengan kaliber 15 cm. Meriam ini diletakan pada celah-celah yang terpasang di sekeliling dek kedua kapal.[11] Bagian dalam dari sisi kapal yang digunakan sebagai tempat peletakan meriam ini dilapisi oleh zirah untuk melindungi kru operasional di lambung kapal.[12][11] Enam buah meriam dipasang pada bagian kiri, enam bagian lainnya dipasang pada bagian kanan untuk menembak target yang berupa kapal kecil atau kapal torpedo secara serentak. Salah satu meriam yang terdapat di bagian kiri dan kanan kapal dapat diarahkan ke bagian belakang dan depan kapal untuk menembak suatu target jika diperlukan.[11] Untuk pertahanan dari serangan udara, SMS Goeben dapat dikatakan memiliki cukup sedikit meriam anti pesawat dengan kaliber 88mm yang diletakan di berbagai lokasi. Empat buah meriam anti pesawat diletakan di depan tiang pengawas, dua lainnya dibelakang tiang ini, dan dua lagi berada di dek bagian depan dek utama. Terdapat juga 12 torpedo bawah air dengan kaliber 500mm yang terpasang pada kapal ini.[12][11]
Lapisan pelindung
Kapal ini memiliki desain dengan lapisan pelindung yang lebih tebal jika dibandingkan dengan tipe kapal penjelajah lainnya pada saat itu. Namun, lapisan pelindung ini lebih tipis jika dibandingkan dengan kapal tempur besar pada umumnya.[11] Lapisan pelindung yang menyelimuti dek SMS Goeben memiliki ketebalan bervariasi mulai dari paling tebal dengan ketebalan 76,2mm pada ruang mesin dan amunisi dan 25,4 mm pada bagian yang membutuhkan lebih sedikit perlindungan.[12][11] Untuk melindungi kapal dari serangan torpedo, bagian sabuk kapal dilindungi oleh lapisan pelindung dengan rentang ketebalan 280-100mm. Bagian sabuk atas hingga bawah air (posisi meriam "A" hingga "D"), dilindungi oleh lapisan pelindung setebal 280mm.[11] Ketebalan lapisan pelindung pada sabuk kapal kemudian mulai dikurangi menjadi 100mm mendekati bagian haluan dan buritan.[12] Dinding-dinding sekat kapal memiliki rentang ketebalan 200-100mm. Disekeliling meriam dengan kaliber 15 cm diberi lapisan pelindung dengan ketebalan 230mm, kemudian menipis menjadi 30mm disekitarnya.[11] Bagian atas-depan meriam utama memiliki lapisan pelindung setebal 230mm sementara bagian belakan memiliki lapisan pelindung setebal 61mm. Menara pengamat memiliki lapisan pelindung paling tebal yakni setebal 355mm dan dibagian tertipisnya dilindungi oleh lapisan setebal 5mm.[12][11]
Sistem penggerak
Sistem penggerak kapal terdiri dari 4 buah pendidih Schulz Thornycroft berbahan bakar batubara yang kemudian menghasilkan uap untuk menjalankan 4 buah turbin uap Parsons.[12][11] Turbin-turbin ini membutuhkan uap yang dihasilkan oleh pendidih Schulz Thornycroft untuk menggerakan 4 batang engkol penggerak, yang mana tiap engkolnya menghasilkan daya setara 85.782 tenaga kuda (63.968 kW). Baling-baling kapal ini sendiri memiliki diameter 3.74m. Sistem penggerak ini kemudian memungkinkan SMS Goeben bergerak maju dengan kecepatan 25,5 knot (47.2 km/j; 29.3 mpj) dengan kecepatan maksimum sebesar 28.4 knot (52.6 km/h; 32.7 mpj) untuk jarak yang pendek.[11] Jarak tempuh kapal ini bergantung ketersediaan batu bara sebagai bahan bakar dan juga kebutuhan makanan dari kru kapal. Gudang penyimpanan bahan bakar mampu menampung hingga 3.300 ton batu bara. Kemudian ditambahkan pula nantinya tangki untuk menampung 200 ton minyak. Jarak lokasi serangan mendadak yang dapat dilakukan oleh SMS Goeben juga bergantung pada bahan bakar dan cuaca lautan.[11] Daya jelajah kapal ini dapat mencapai 4.120 mil laut (7,630 km; 4,740 mi) pada kecepatan 14 knots (26 km/j; 16 mpj), dan daya maksimum operasional kapal ini sejauh 6.500 mil laut (12,038 km; 7,480 mi) jika melaju dengan kecepatan 10 knot.[12][11]
Tambahan lainnya
Goeben juga memiliki dua buah derek yang masing-masing diletakkan di samping cerobong pembakaran di bagian tengah kapal. Derek ini umumnya berfungsi untuk menaikkan kebutuhan kapal mulai dari batu bara hingga makanan.[12][11] Selain itu, derek ini juga dapat digunakan untuk menaikan dan menurunkan sekoci atau kapal-kapal kecil lainnya yang diangkut pada kapal ini. Sekoci dan kapal-kapal kecil yang terdapat pada kapal ini dapat digunakan sebagai transportasi oleh kru kapal untuk menuju ke pantai dari kapal atau sebaliknya. Kapal-kapal dan sekoci ini sebenarnya tidak ditujukan sebagai kapal penyelamat jika nantinya SMS Goeben tenggelam. Alih-alih, kru kapal yang jumlahnya dapat mencapai 1350 orang diberikan jaket pelampung dan raket karet untuk mengantisipasi peristiwa ini.[11]
Angkatan laut kekaisaran Jerman
Proses pembuatan
Angkatan Laut Kekaisaran Jerman memesan Goeben pada perusahan galangan kapal Jerman Blohm & Voss sebagai kapal tempur ketiga mereka pada 8 April 1909 dengan menggunakan nama pemesanan "H dan nomor konstruksi 201. Kerangka baja dari kapal ini berhasil diselesaikan pada 19 Agustus pada tahun yang sama, dan pada 28 Maret 1911 kapal ini resmi diluncurkan. Setelah melakukan berbagai penyesuaian, kapal ini kemudian diserahkan untuk beroperasi kepada angkatan laut Jerman pada 2 Juli 1912.[11]
Penugasan awal
Pascameletusnya Perang Balkan Pertama, pada 4 November 1912, SMS Goeben didampingi oleh SMS Breslau membentuk sebuah skuadron (Divisi-Mittelmeer) yang kemudian menjadi satu-satunya skuadron kapal Kekaisaran Jerman yang ditugaskan berpatroli di sekitar Laut Tengah .[13][14] Pada periode ini, SMS Goeben dan Breslau tidak pernah terlibat kontak senjata di Laut Tengah, SMS Goeben yang merupakan salah satu kapal penjelajah tempur paling canggih pada masa itu, berfokus membawa misi propaganda Kekaisaran Jerman untuk menanamkan pengaruhnya pada daerah-daerah di sekitar Laut Tengah. Beberapa kota pelabuhan yang sering dikunjungi diantaranya: Venesia, Napoli, Pula, dan Levant.[15][16] Pada periode April hingga September 1913, kedua kapal ini kemudian bergabung dengan dua kapal penjelajah ringan lainnya milik Kekaisaran Jerman, SMS Dresden dan Strasbourg, untuk berpatroli di Laut Adriatik.[15] Namun, setelah meletusnya Perang Balkan Kedua, SMS Goeben dan Breslau kembali ditugaskan untuk berpatroli di Laut Tengah.[16] Pada saat meletusnya Perang dunia I, SMS Goeben ditugaskan untuk memantau dan mengganggu pergerakan pasukan Prancis dari koloninya di Aljazair.[17][16]
Pada 23 Oktober 1913, Wilhelm Souchon ditunjuk sebagai laksamana dari skuadron kapal ini.[15][14] Menjelang dua tahun pascabertugas, pada awal musim panas pada tahun 1914, SMS Goeben diketahui mengalami beberapa kerusakan yang dapat dianggap serius.[17][16] Keausan mesin dan kebocoran pipa uap mengakibatkan efisiensi mesin berkurang, begitu pula dengan kecepatan kapal. Pada 10 Juli 1914, SMS Goeben menepi ke pangkalan Angkatan Laut Austria-Hungaria di Pula untuk melakukan perbaikan. [17][18] Pada saat-saat ini, Jerman mulai dicemaskan oleh ketiadaan sekutunya yang dapat menutup Laut Hitam sehingga kemudian memotong jalur logistik Rusia. Dalam hal ini, tawaran persekutuan yang sebelumnya pernah ditawarkan oleh Kesultanan Utsmaniyah menjadi sangat menguntungkan untuk diterima atau ditinjau kembali oleh Jerman. [19] Angkatan laut Jerman sebenarnya berencana menggantikan posisi SMS Goeben dengan kapal sejenis milik Jerman, SMS Moltke untuk berpatroli di Laut Tengah. Namun, pembunuhan terhadap Pangeran Franz Ferdinand di Sarajevo, Bosnia pada tanggal 28 Juni 1914 membuat meningkatnya ketegangan diantara negara-negara eropa sehingga rencana ini kemudian diurungkan. [17][20]
Pada 28 Juli 1914, saat Austria-Hungaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, Wilhelm Souchon tengah berada di pelabuhan kota Pula, di pantai Adriatik, untuk memperbaiki sistem pendidihan dari SMS Goeben—terdapat sekitar 4.460 pipa uap SMS Goeben yang seharusnya diganti.[17][21] Souchon menyadari saat itu bahwa, posisinya di Laut Tengah sedang tidak aman karena dikepung oleh 27 kapal angkatan laut Inggris yang merupakan musuh potensial Jerman.[21][22] Akibatnya, ia mulai bergegas untuk mempercepat proses perbaikan kapal. Pada 1 Agustus 1914, tanpa terlebih dahulu menyelesaikan perbaikan secara tuntas, Souchon memerintahkan SMS Goeben untuk berlayar ke arah barat Laut Tengah menyusul SMS Breslau yang sebelumnya telah terlebih dahulu berangkat.[21]
Pengejaran kapal Goeben dan Breslau
Angkatan laut Inggris dan Prancis sebenarnya telah mewaspadai pergerakan SMS Goeben dan Breslau di Laut Tengah yang diyakini akan mengganggu kapal-kapal transportasi Prancis.[23] Perkiraan ini sesuai dengan perintah Kaisar Wilhelm II yang telah mengintruksikan SMS Goeben dan Breslau untuk melakukan serangan di bagian barat Laut Tengah, sebagai antisipasi kembalinya pasukan Prancis dari koloninya di Aljazair ke Eropa, ataupun kemudian meloloskan diri ke Samudra Atlantik untuk kembali ke perairan Jerman.[24] Namun, Jerman telah bersiap lebih awal akan hal ini — sebelum dideklarasikannya perang. Pada tanggal 3 Agustus 1914, Souchon telah mengarahkan kedua kapalnya ke Aljazair, dan dalam perjalanan, Souchon menerima kabar bahwa, Kekaisaran Jerman telah mendeklarasikan perang terhadap Prancis.[25] Pada 4 Agustus 1914, setibanya di wilayah Aljazair, SMS Goeben kemudian membombardir kota Philippevile. Berselang 10 menit kemudian, SMS Breslau memborbardir kota Bône sesuai perintah Kaisar.[26][21] Meskipun serangan ini mengakibatkan kerusakan yang relatif minor, serangan ini mengakibatkan dampak psikologis terhadap armada Sekutu dan berhasil menunda pengiriman tentara Prancis ke Eropa.[21] Setelah melakukan serangan tersebut, Wilhelm Souchon menerima telegram perintah lain dari atasannya— Alfred von Tirpitz dan Hugo von Pohl — untuk secara diam-diam berlayar ke Konstantinopel. Perintah ini berlawanan dan bahkan dilakukan tanpa sepengetahuan Kaisar Wilhelm II.[27]
Dikarenakan Goeben dan Breslau tidak dapat sampai ke Konstantinopel tanpa mengisi ulang bahan bakar yang berupa batubara, kedua kapal ini kemudian berlayar kearah timur menuju Messina untuk mengisi ulang bahan bakar.[28] Dalam perjalanan, mereka bertemu dua kapal Inggris—HMS Indomitable dan Indefatigable—yang bergerak berlawanan arah. Pada saat itu, Inggris belum mendeklarasikan perang terhadap Jerman sehingga tidak terjadi kontak senjata antar kapal.[29][30] Kapal-kapal Inggris ini kemudian hanya diperintahkan melacak dan mengikuti pergerakan dari SMS Goeben dan Breslau.[29] Mengetahui kapalnya diikuti, Souchon memerintahkan agar skuadronnya berlayar dengan kecepatan penuh untuk sampai ke Messina. Meskipun diketahui bahwa, kecepatan dari SMS Goeben dapat mencapai 25.5 knot (47,2 km/jam),[1] kerusakan komponen menyebabkan Goeben hanya dapat berlayar dengan kecepatan 22 knot.[31] Hal ini pun tercapai setelah melalui usaha yang sangat keras dari kru kapal. Tercatat setidaknya empat orang kru kapal yang bertugas di tungku pembakaran SMS Goeben tewas akibat kepanasan.[31][32] Dibandingkan Goeben dan Breslau, kedua kapal Inggris ini memiliki kecepatan yang lebih rendah, sehingga tak lama kemudian Goeben dan Breslau lolos dari pantauan kedua kapal ini. Keesokan paginya, pada 5 Agustus 1914, ketika Inggris dan Jerman secara resmi telah dalam keadaan berperang, skuadron kapal Souchon telah sampai tanpa gangguan ke wilayah Messina.[30]
Saat mengisi batu bara di Messina, Souchon menerima telegram yang berisi perintah pembatalan misi ke Konstantinopel, dikarenakan Kesultanan Utsmaniyah saat itu telah membatalkan izin yang sebelumnya diberikan kepada Goeben dan Breslau untuk melewati Dardanelles. Di bawah tekanan dari pemerintah Italia di Messina yang menghendaki kepergian kedua kapal secepatnya, Souchon pada akhirnya memutuskan untuk tetap berlayar ke Konstantinopel. Ia mengetahui bahwa, kapal-kapal Inggris dan Prancis telah menunggunya di Laut Tengah, dan lebih memilih memaksa Utsmaniyah untuk menerima kedua kapalnya.[21]
Sebelum tengah malam, pada 6 Agustus 1914, Ernest Troubridge yang merupakan komandan kapal penjelajah Inggris di Laut Tengah menerima laporan terkait posisi terkini SMS Goeben dan Breslau. [33] Beberapa saat kemudian, Goeben dan Breslau mengangkat jangkarnya dan pergi ke arah timur menuju Konstantinopel.[34] Awalnya kedua kapal ini terlihat menuju Laut Adriatik. Melihat kondisi ini, skuadron kapal penjelajah inggris yang terdiri dari HMSDefence, Warrior, Black Prince dan Duke of Edinburgh melakukan gerakan memotong untuk menghalangi kedua kapal Jerman ini memasuki Laut Adriatik. Namun, rupanya gerakan ini sengaja dibuat oleh Souchon untuk mengelabui angkatan laut Inggris—alih-alih meneruskan pelayarannya ke Laut Adriatik, Souchon kemudian memerintahkan kapal-kapalnya untuk berbelok arah menuju Dardanelles.[33][35] Menyadari kesalahannya, Ernest Troubridge juga ikut memutar haluannya dan memerintahkan HMS Dublin beserta dua buah kapal penghancur yang mengikutinya untuk menyusul dan kemudian menyerang kedua kapal Jerman tersebut..[33] Pada 7 Agustus 1914, Troubridge memutuskan untuk menghentikan pengejaran terhadap Goeben dan Breslau.[36] Sebelumnya Winston Churchill diketahui telah mengirimkan telegram[37] agar angkatan laut Inggris di Laut Tengah menghindari kontak senjata terhadap "kekuatan super"—maksud Churchill terkait "kekuatan super" adalah angkatan laut Austria-Hungaria yang kemungkinan pada saat itu tengah berpatroli di Laut Adriatik.[23][31] Ernest Troubridge menyalahartikan maksud dari Churchill dan menganggap bahwa, "kekuatan super" tersebut adalah SMS Goeben dan Breslau, yang dari segi ukuran dan persenjataan jauh lebih besar sekaligus lebih canggih jika dibandingkan dengan armada Troubridge yang saat itu melakukan pengejaran.[31][38]
SMS Goeben dan Breslau kemudian berlabuh di Pulau Donoussa untuk kembali mengisi bahan bakarnya.[39] Pada sore hari, 10 Agustus 1914, kedua kapal ini memasuki wilayah Dardanelles dan bertemu kapal Utsmaniyah yang kemudian mengawal mereka melewati Laut Marmara.[40] Untuk mempertahankan netralitasnya di publik internasional, pada saat itu, Kesultanan Utsmaniyah menawarkan pengalihan kepemilikan kapal melalui sebuah transaksi penjualan fiktif. Sebelum penawaran ini disetujui oleh Jerman, pada tanggal 11 Agustus 1914, Kesultanan Utsmaniyah mengumumkan bahwa, mereka telah melakukan pembelian senilai 80 juta Mark terhadap kapal ini.[41][42] Pada tanggal 16 Agustus 1914, kedua kapal ini secara resmi diserahkan kepada Kesultanan Utsmaniyah oleh Jerman. Setelah itu, SMS Goeben berganti nama menjadi Yavuz Sultan Selim dan SMS Breslau berganti nama menjadi Midilli.[41]
Angkatan Laut Kesultanan Utsmaniyah
Operasi Laut Hitam
1914
Kesultanan Utsmaniyah menyadari bahwa mereka kekurangan tenaga terampil untuk menjalankan kapal secanggih Yavuz (Goeben). Oleh karena itu mereka kemudian meminta Jerman untuk melatih dan memimpin angkatan lautnya.[43] Wilhem Schoucon kemudian ditunjuk sebagai komandan angkatan laut Utsmaniyah dan kemudian mengerahkan armada laut Utsmaniyah bersama Yavuz didalamnya untuk membombardir Sevastopol dalam operasi pertamanya melawan Kekaisaran Rusia. Hal ini kemudian mengakibatkan Kekaisaran Rusia pada tanggal 2 November 1914, diikuti oleh, menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Hal ini sekaligus menandai terlibatnya Kesultanan Utsmaniyah secara resmi di Perang Dunia I. Saat bertempur di Sevastopol, cerobong pembuangan Yavuz terkena proyektil berkaliber 25.4 cm, tetapi proyektil ini gagal meledak.[44] Pertempuran ini kemudian membuat Rusia meminta bantuan sekutunya dan semakin menguatkan pertahannanya di laut tengah. Inggris dan Prancis kemudian secara resmi menyatakan perang pada pada 5 November 1914. Namun, dua hari sebelumnya Inggris dan Prancis telah melakukan penyerangan terhadap pertahanan Utsmaniyah di Dardanelles.[45]
Yavuz yang dikawal oleh Midili melakukan aksi militernya kembali pada 18 November terhadap armada laut Rusia denga 3 kapal tempur yang saat itu berada 31 km dari garis pantai Krimea. Saat terjadi kontak senjata, angkatan laut Rusia berhasil menembak amunisi yang akan digunakan oleh kru Yavuz. Akibatnya 13 orang kru Yavuz meninggal dunia dan 3 lainnya terluka.[44] Salah satu kapal Rusia yang terlibat kontak senjata juga mengalami kerusakan akibat terkena tembakan dari Yavuz sebanyak 4 kali.[46] Tembakan ini menewaskan 34 angkatan laut Rusia dan melukai 24 lainnya.[46][47]
Di bulang berikutnya, pada tanggal 5-6 Desember, Yavuz dan Midilli ditugaskan untuk mengawal kapal transportasi yang mengangkut pasukan Utsmaniyah. Pada 10 November, Yavuz terlibat penyerangan kota Batum.[44] Pada 23 Desember, Yavuz bersama kapal Utsmaniyah lainnya ditugaskan kembali untuk mengawal tiga buah kapal transportasi menuju Trebizond. Sekembalinya dari misi pengawalan lainnya, pada tanggal 26 Desember, Yavuz mengalami kerusakan cukup parah akibat menabrak ranjau.[48] Proses perbaikan kapal ini mengalami kendala dikarenakan Kesultanan Utsmaniyah tidak memiliki galangan yang cukup besar untuk menampung Yavuz. Perbaikan kemudian berhasil dilakukan dan beberapa lubang pada kapal yang diakibatkan ledakan ranjau ditutupi menggunakan beton.[48]
1915
Dengan keadaan yang masih mengalami kerusakan, Yavuz ditugaskan untuk melakukan serangan mendadak dari Bosphorus pada 28 Januari dan kemudian pada 7 Februari, Yavuz membantu Midilli untuk meloloskan diri dari armada laut Rusia. Yavuz kemudian mengalami perbaikan kembali hinggak akhir Mei.[48] Pada tanggal 1 April, saat perbaikan belum selesai, Yavuz meninggalkan Bosphorus bersama Midilli untuk mengawal dua kapal Utsmaniyah yang ditugaskan untuk menyerang kota Odessa.Arus laut yang kuat kemudian memaksa keseluruhan armada ini menuju Nikolayev. Pada rute ini, salah satu kapal angkatan laut Utsmaniyah, Mecidiye menabrak ranjau dan akhirnya tenggelam, sehingga misi ini di batalkan.[49] Tak lama kemudian Yavuz dan Midili terilibat kembali di Sevastopol dalam penenggelaman dua buah kapal kargo, dan setelahnya keduanya berhasil meloloskan diri dari angkatan kejaran angkatan laut Rusia.[50]
Pada 25 April, pada hari yang sama dimana Sekutu mendarat di Gallipoli, armada laut Russia tiba di Bosphorus dan memborbardir benteng pelabuhan yang melindungi selat ini. Dua hari kemudian, Yavuz berlayar menuju arah selatan untuk pergi ke Dardanelles dan membombardir pasukan Sekutu yang berada di Gallipoli. Pergerakan Yavuz kemudian terdeteksi oleh Inggris tak lama sebelum mereka sampai di lokasi. Setelahnya, terjadi kontak senjata yang mengakibatkan Yavuz harus mundur sejenak.[51] Pada 30 April, Yavuz mencoba kembali mmemasuki Dardanelles namun kembali mengalami serangan oleh armada laut Inggris. Lima buah tembakan dilepaskan oleh sebuah kapal Inggris sebelum akhirnya Yavuz menghilang dari pandangan mereka.[52]
Pada 1 Mei, Yavuz berlayar menuju Teluk Beikos di Bosphorus setelah armada laur Rusia membombardir kembali benteng pertahanan Utsmaniyah di lokasi ini. Masih disekitar awal Mei 1915, Yavuz kemudian ditugaskan untuk melakukan serangan cepat pada kapal-kapal Rusia di sepanjang rute yang ditemuinya menuju Sevastopol, tetapi dalam perjalannanya Yavuz tidak menemukan satupun kapal Rusia. Sekembalinya dari pelayaran tersebut, pada 10 Mei 1915, Yavuz mendeteksi keberadaan dua kapal tempur Rusia dan melakukan kontak senjata terhadap kapal-kapal tersebut. Dalam 10 menit pertama kontak senjata, Yavuz terkena dua tembakan dan kemudian membuat Souchon memutuskan untuk melarikan kapalnya menuju Bosphorus.[53] Tak lama setelah itu, dua buah meriam Yavuz yang berkaliber 15 cm dan 4 lainnya yang berkaliber 8.8 cm dicopot dari badan kapal.[54] Sebagai gantinya, di akhir 1915 ditambahkanlah empat buah meriam berkaliber 8,8 cm di bagian buritan kapal.[55]
Pada 21 September 1915, Yavuz dikirim kembali dari Bosphorus untuk mengusir tiga buah kapal Russia yang tengah menyerang kapal batu bara Utsmaniyah. Misi pengawalan terhadap kapal-kapal logistik ini berlangsung hingga 14 November 1915, ketika dua buah torpedo yang berasal dari kapal selam Rusia hampir mengenai badan kapal Yavuz, tak jauh dari Bosphorus.[56] Souchon setelah memperhitungkan tingginya risiko yang dihadapi kemudian memutuskan untuk memberhentikan sementara sistem konvoi untuk pengawalan kapal. Kemudian dibuatlah peraturan baru yang hanya mengizinkan kapal-kapal cepat untuk melintasi dan beroperasi disekitar perairan Laut Hitam.[57]
1916-1917
Wilhem Souchon kemudian mengirim Yavuz menuju Zonguldak pada 8 Januari 1916 untuk mengawal sebuah kapal pengangkut batu bara kosong dari kapal penghancur Rusia, tetapi armada laut Rusia berhasil menenggelamkan kapal tersebut sebelum bertemu Yavuz. Saat berlayar kembali menuju Bosphorus, Yavuz bertemu dengan sebuah kapal tempur Rusia dan kemudian terlibat dalam kontak senjata singkat. [58] Kerusakan komponen atau yang sebelumnya tidak diperbaiki dan mendapat perawatan dengan baik membuat kecepatan Yavuz menjadi lebih lambat. Hal ini kemudian membuat Yavuz mengalami kesulitan untuk melakukan diri dari kapal tempur Rusia tipe dreadnought tersebut yang diketahui memiliki kecepatan hingga 43,5 km/j. Pada tanggal 4 Juli 1916, Yavuz kembali terlibat penyerangan pelabuhan kota Tuapse, dimana dalam penyerangan ini, kapal ini berhasil menenggelamkan satu kapal uap dan satu kapal layar. Setelah melakukan aksinya, Yavuz kemudian berhasil melarikan diri lagi untuk menuju ke Boshporus, yang mana kapal ini kemudian mengalami perbaikan pada bagian baling-baling kapal.[59][c]
Terbatasnya persediaan batu bara kemudian memaksa Wilhem Souchon untuk menghentikan aktivitas operasional dari Yavuz dan Midilli di sepanjang tahun 1917, sebelum akhirnya pada desember 1917, Kesultanan Utsmaniyah menandatangani gencatan senjata pasca-Revolusi Bolshevik yang terjadi di Rusia dan membuat persediaan batu bara kembali ada.[60] Posisi Souchon sendiri kemudian digantikan oleh Rebeur-Paschwitz pada bulan September 1917.[61]
1918
Di bawah perintah Paschwitz, pada tanggal 20 Januari 1918, Yavuz dan Midili berlayar meninggalkan Dardanelles untuk menuju ke perairan di sekitar Palestina.[7][11] Pelayaran ini bertujuan untuk membantu pasukan Utsmaniyah yang berada di wilayah Palestina dengan mengusir armada laut Sekutu yang berada disana. Bertemunya armada laut Utsmaniyah dan Sekutu saat menuju perairan ini di sekitar Dardanelles kini dikenal sebagai Pertempuran Imbros.[7] Pada pertempuran ini Yavuz melakukan serangan mendadak dan berhasil menenggelamkan dua buah kapal perang jenis monitor, yang mana saat itu tengah berlabuh dan tidak berada dalam kawalan kapal-kapal besar lainnya.[11] Paschwitz kemudian memutuskan untuk melanjutkan pelayarannya ke pelabuhan kota Mudros dimana kapal tempur Inggris HMS Agamemnon telah bersiap untuk menyerang mereka. Dalam pelayarannya, Midilli menabrak beberapa ranjau dan kemudian tenggelam, sementara Yavuz juga menabrak tiga ranjau lainnya. Yavuz kemudian mencoba melarikan diri kembali ke Dardanelles dan tetap dikejar oleh kapal penghancur Inggris.[7][11] Yavuz kemudian berhasil berlabuh di sekitar pantai di wilayah tersebut dan menjadi bulan-bulanan armada Inggris. Yavuz mengalami beberapa serangan dari pesawat tempur Angkatan Udara Kerajaan Inggris serta dai beberapa kapal Inggris lainnya sebelum akhirnya di tarik dan di selamatkan oleh kapal perang Utsmaniyah lainnya menuju Konstantinopel. Akibat peristiwa ini Yavuz mengalami kerusakan yang cukup parah.[11]Yavuz dan kapal-kapal penghancur milik Turki lainnya tiba di Sevastopol pada pertengahan Juli 1918 dan kemudian ditempatkan di galangan kapal Sevastopol. Yavuz kemudian diperbaiki dan terparkir hingga periode akhir Perang Dunia I di bulan November. Angkatan Laut Jerman secara formal menyerahkan kepemilikan kedua kapal ini kepada pemerintah Turki pada 2 November 1918 tanpa adanya pembayaran moneter.[11]
Penugasan pasca-Perang Dunia I
Perang Dunia I kemudian secara resmi berakhir pada 11 November 1918 dan Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hungaria, serta Kesultanan Utsmaniyah berada di pihak yang kalah.[7][11] Merujuk pada Perjanjian Sevres antara Kesultanan Utsmaniyah dan Sekutu, Yavuz seharusnya menjadi bagian dari rampasan perang Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Namun, saat itu kondisi Yavuz sedang mengalami kerusakan dan dinilai tidak terlalu berharga, sehingga Angkatan Laut Kerajaan Inggris tidak jadi mengambilnya dan tetap meninggalkannya di galangan kapal Sevastopol.[11] Pada tahun 1923 setelah Perang Kemerdekaan Turki, Perjanjian Sevres mengalami perubahan dan kemudian digantikan oleh Perjanjuan Lausanne yang mana perjanjian ini menghendaki seluruh kapal perang milik Turki termasuk di dalamnya Yavuz yang sebelumnya disita oleh sekutu, diserahkan kembali untuk menjadi bagian dari Angkatan Laut Turki. Pada periode ini, Yavuz merupakan satu-satunya kapal perang buatan Jerman yang masih secara resmi beroperasi.[7][11] Pada periode 1918-1926, kapal ini berada di bagian galangan kapal pelabuhan kota Izmit. Kapal ini masih tidak mampu berlayar akibat hanya dua dari empat sistem pendidih lamanya yang bekerja, serta kerusakan lainnya akibat ranjau kapal belum diperbaiki sepenuhnya. Pemerintah Turki kemudian mengalokasikan sejumlah dana sehingga perbaikan terhadap haluan kapal Yavuz dapat terselesaikan. Sistem pendidih kapal ini kemudian diubah kedalam sistem yang menggunakan bahan bakar campuran minyak-batu bara. Selain itu, kapal ini juga mendapatkan penambahan beberapa komponen persenjataan anti pesawat.[11]
Bagi Turki yang saat itu sedang berfokus mengembangkan angkatan lautnya untuk menyaingi Yunani yang merupakan musuh lamanya serta Angkatan Laut Uni Soviet di Laut Tengah, Yavuz merupakan komponen yang sangat penting dalam Angkatan Laut Turki. Bahkan, pemerintah Turki kemudian memesan empat kapal penghancur dan dua buah kapal selam dari Italia sebagai pelengkap angkatan lautnya.[11] Pada 1930, haluan kapal Yavuz kemudian dikurangi panjangnya sebesar 40 cm dan lebarnya ditambah sepanjang 10 cm. Berat kosongnya pun bertambah 100 ton dikarenakan penambahan baja untuk perbaikan haluan serta mesin pendidih baru yang ditambahkan. Untuk menambah stabilitas, beberapa meriam yang ada di kapal ini kemudian di lepas. Kapal ini berlayar dan beroperasi kembali pada 1936 dan pelayarannya dilindungi oleh empat buah kapal penghancur yang baru dipesan. Namun, pada 1937, kurangnya persenjataan anti pesawat membuat Angkatan Laut Turki menganggap kapal ini ketinggalan zaman.[11]
Perang Dunia II
Yavuz berserta kapal-kapal pengiringnya pasca-Perang Dunia I masih ditugaskan untuk berpatroli di perairan Turki di kawasan Laut Hitam. Tidak seperti Perang Dunia I, ketika Perang Dunia II pecah pada tahun 1939, Turki memilih untuk tetap netral.[11] Salah satu faktor utamanya adalah korban jiwa yang mencapai 5 juta jiwa ditambah dengan terlepasnya sebagian besar daerah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah pada Perang Dunia I. Walau dalam posisi netral, Turki tetap melengkapi sistem persenjataan Yavuz dengan menambah berbagai jenis meriam anti pesawat. Pada tahun 1941, pemerintah Turki menambahkan meriam anti pesawat berkaliber 88mm sebanyak 4 buah, kaliber 40mm sebanyak 10 buah, dan kaliber 20mm sebanyak 4 buah. Pemerintah Turki kembali meningkatkan persenjataan anti pesawat Yavuz dengan menambahkan 22 meriam anti pesawat berkaliber 40mm dan 24 lainnya berkaliber 20mm.[11]
Pasca-Perang Dunia II
Setelah Perang Dunia II, Yavuz terlibat dalam penyambutan kapal perang Amerika Serikat — USS Missouri, Providence, dan Power — yang tiba di Istanbul pada 5 April 1946 untuk mengembalikan diplomat Turki yang sebelumnya masih berada di Amerika Serikat. Yavuz melakukan penyambutannya di Selat Bosphorus dengan menembakan 19 meriam utamanya.[11]
Pada tahun 1948, Yavuz ditempatkan di Teluk Izmit dan pada akhirnya secara resmi berhenti beroperasi sebagai kapal perang utama Turki pada 20 Desember 1950. Kapal ini tetap dijangkarkan selama 4 tahun kemudian hingga tanggal 14 November 1954, nama Yavuz dicoret dari daftar registrasi kapal Angkatan Laut Turki. Turki sempat menawarkan pembelian kembali kapal ini kepada pemerintah Jerman Barat namun ditolak. Akhirnya, pada tahun 1971 pemerintah Turki menjual kapal Yavuz kepada perusahaan swasta untuk dibongkar, dan pada tahun 1976 kapal ini telah terbongkar habis. Pelayaran terakhir kapal ini adalah pada 7 Juni 1973 dengan ditarik oleh kapal penarik menuju galangan pembongkaran. Jika dihitung, SMS Goeben (Yavuz) telah bertugas selama 64 tahun sekaligus menjadi kapal tipe dreadnought buatan Eropa terakhir yang dapat bertahan.[11]
Catatan
^ "SMS" merupakan kepanjangan dari "Seiner Majestät Schiff ", atau "Kapal Sang Kaisar" dalam bahasa Jerman
^ Kapal Indefatigable atau sejenis memiliki bobot 22.100 t (21.800 ton panjang; 24.400 ton pendek) saat dalam keadaan penuh, sebagai perbandingan,
kapal SMS Goeben atau sejenis memiliki bobot penuh 25.400 t (25.000 ton panjang; 28.000 ton pendek). Indefatigable juga dilindungi oleh lapisan baja setebal 4–6 in (100–150 mm). Sementara, lapisan baja Goeben memiliki ketebalan 11–3 in (279–76 mm). Lihat: Gardiner & Gray, hlm. 26 & 152.
^ abcdeMassie, hlm. 27 :"To bar the passage of the French troopships was one of the purposes for which Goeben had been sent to the Mediterranean in 1912....".
Brice, Martin H. (1969). "S.M.S. Goeben/T.N.S. Yavuz: The Oldest Dreadnought in Existence—Her History and Technical Details". Warship International. Toldedo, OH: Naval Records Club. VI (4): 272–279.
Buxton, Ian (2008). Big Gun Monitors: Design, Construction and Operations 1914–1945 (edisi ke-2nd, revised and expanded). Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN978-1-59114-045-0.
Campbell, N. J. M. (1978). Battle Cruisers. Warship Special. 1. Greenwich, England: Conway Maritime Press. ISBN978-0-85177-130-4.
Corbett, Julian (1997) [1929]. Naval Operations. History of the Great War: Based on Official Documents. II (edisi ke-reprint of the 1929 second). London and Nashville, TN: Imperial War Museum in association with the Battery Press. ISBN978-1-870423-74-8.
Langensiepen, Bernd; Güleryüz, Ahmet (1995). The Ottoman Steam Navy 1828–1923. London: Conway Maritime Press. ISBN978-0-85177-610-1.
Massie, Robert (2004). Castles of Steel: Britain, Germany and the winning of the Great War. Random House. ISBN0-224-04092-8.
McLaughlin, Stephen (2001). "Predreadnoughts vs a Dreadnought: The Action off Cape Sarych, 18 November 1914". Dalam Preston, Antony. Warship 2001–2002. London: Conway Maritime Press. hlm. 117–140. ISBN978-0-85177-901-0.
Milne, A. Berkeley (1921). The Flight of the "Goeben" and the "Breslau" : An Episode in Naval History. London, Inggris: Eveleigh Nash Company.
Nekrasov, George (1992). North of Gallipoli: The Black Sea Fleet at War 1914–1917. East European monographs. CCCXLIII. Boulder, Colorado: East European Monographs. ISBN978-0-88033-240-8.
Rohwer, Jürgen; Monakov, Mikhail S. (2001). Stalin's Ocean-Going Fleet: Soviet Naval Strategy and Shipbuilding Programmes, 1935–1953. London: Routledge. ISBN978-0-7146-4895-8.
Whitley, M. J. (1998). Battleships of World War Two: An International Encyclopedia. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN978-1-55750-184-4. OCLC40834665.
Hownam-Meek, R. S. S.; et al. (2000). "Question 3/99: The Loss of the German Light Cruiser Breslau". Warship International. Toledo, OH: International Naval Research Organization. XXXVII (1): 92–95. ISSN0043-0374.