Share to:

Stanislaus Riyanta

Stanislaus Riyanta
Informasi pribadi
PendidikanUniversitas Sanata Dharma (S.Si.)
Universitas Indonesia (M.Si., Dr.)
Pekerjaanpengamat intelijen, dosen
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Stanislaus Riyanta adalah pengamat intelijen dan terorisme.[1] Dia merupakan doktor di bidang Ilmu Administrasi yang ke 14 dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia dengan disertasi berjudul "Model Tata Kelola Kolaborasi dalam Pencegahan Terorisme di Indonesia"[2]. Stanislaus Riyanta adalah pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi).[3] Stanislaus Riyanta saat ini tercatat sebagai dosen tetap di Program Studi Kajian Ketahanan Nasional, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia.[4]

Pendidikan

  • SD Kanisius Sanjaya, Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah[5]
  • ⁠SMP Kanisius Argakilasa, Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah[6]
  • ⁠SMA 1 Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah[7]
  • ⁠S1 (Sarjana Sains) FMIPA Universitas Sanata Dharma (lulus tahun 2004)[8]
  • ⁠S2 (Magister Sains) Kajian Ketahanan Nasional, Peminatan Kajian Stratejik Intelijen, Program Pascasarjana Universitas Indonesia (lulus tahun 2016 dengan predikat cumlaude)[9]
  • ⁠S3 (Doktor) Fakultas Ilmu Administrasi (Kebijakan Publik) Universitas Indonesia (lulus tahun 2022 dengan predikat cumlaude)[10]

Pandangan mengenai radikalisme dan terorisme

Penyebab radikalisme dan terorisme

Terkait dengan terorisme, Stanislaus Riyanta menyatakan bahwa agama bukan penyebab teror, namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang atau kelompok tertentu yang memanfaatkan simbol agama sebagai daya tarik agar masyarakat bergabung dengan kelompok tersebut.[11] Radikalisme juga tidak bisa dilihat dari penampilan fisik, karena radikalisme adalah suatu pemikiran yang baru bisa diketahui jika orang tersebut diajak dialog, menyampaikan pendapat, atau melakukan suatu tindakan.[12]

Menurut Stanislaus Riyanta, saat ini media sosial menjadi "shortcut to terrorism". Konten tentang radikalisme menyebar melalui media sosial dan mempengaruhi generasi muda.[13] Pernyataan "shortcut to terrorism" ini sekaligus mengkritik teori "staircase to terrorism" yang dicetuskan oleh Fathali M Moghaddam.[14]

Stanislaus Riyanta mengusulkan ada Undang-Undang Perlindungan Ideologi untuk mencegah aksi kelompok radikal terorisme yang mulai beradaptasi dari cara kekerasan menjadi non-kekerasan sehingga tidak bisa dijerat dengan UU No 5 Tahun 2018.[15] Stanislaus Riyanta juga mengusulkan agar menggunakan istilah anti Pancasila dibandingkan istilah radikal bagi kelompok yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan ideologinya dan kelompok yang mengusung ideologi selain Pancasila.[16]

Pandangan mengenai kelompok radikal

Dalam kasus kelompok Khilafatul Muslimin, Stanislaus Riyanta justru mengusulkan pengikutnya direhabilitasi daripada ditindak secara hukum. Stanislaus Riyanta menganggap bahwa masyarakat pengikut Khilafatul Muslimin adalah korban.[17] Namun bagi para ideolog dan pemimpinnya, Stanislaus Riyanta meminta aparat untuk bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.[18]

Referensi

  1. ^ Ds, Edy Junaedi. "Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Terorisme yang Dikenal Visioner dan Sederhana | TIMES Indonesia". www.timesindonesia.co.id. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  2. ^ News, Tagar (2017-12-23). "UI Promosikan Stanislaus Riyanta Jadi Doktor di Bidang Ilmu Administrasi". TAGAR. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  3. ^ Loka, Emanuel Dapa (2020-05-11). "Stanislaus Riyanto, Analis Terorisme: Mengikhtiarkan Ilmu bagi Keselamatan Negara". Tempus Dei (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-11. 
  4. ^ "PDDikti". pddikti.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2024-09-28. 
  5. ^ Nasir, Moh (2023-01-08). "Lebih Dekat Dengan Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Segudang Kiprahnya". Kabarbaru.co. Diakses tanggal 2024-09-30. 
  6. ^ Nasir, Moh (2023-01-08). "Lebih Dekat Dengan Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Segudang Kiprahnya". Kabarbaru.co. Diakses tanggal 2024-09-30. 
  7. ^ Nasir, Moh (2023-01-08). "Lebih Dekat Dengan Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Segudang Kiprahnya". Kabarbaru.co. Diakses tanggal 2024-09-30. 
  8. ^ Nasir, Moh (2023-01-08). "Lebih Dekat Dengan Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Segudang Kiprahnya". Kabarbaru.co. Diakses tanggal 2024-09-30. 
  9. ^ Nasir, Moh (2023-01-08). "Lebih Dekat Dengan Stanislaus Riyanta, Pakar Intelijen dan Segudang Kiprahnya". Kabarbaru.co. Diakses tanggal 2024-09-30. 
  10. ^ ByMaudisha. "Doktor FIA UI Teliti Kolaborasi Pemerintah-Nonpemerintah Guna Cegah Terorisme – Universitas Indonesia". Diakses tanggal 2024-09-30. 
  11. ^ Riyanta, Stanislaus. "Agama Bukan Penyebab Teror". detikcom. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  12. ^ Susilo, Saktia Andri (2019-10-13). "Radikal Bukan Pada Penampilan - Suara Merdeka". Merdeka.com. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  13. ^ Darmawan, Reza Kurnia, ed. (2022-03-12). ""Shortcut to Terrorism", Saat Media Sosial Jadi Lahan Persebaran Konten Radikal..." Kompas.com. Diakses tanggal 2022-07-09. 
  14. ^ "APA PsycNet". psycnet.apa.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-09. 
  15. ^ Darmawan, Reza Kurnia, ed. (2022-06-13). "Menguak Konvoi Khilafatul Muslimin, Ada Apa di Baliknya?". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  16. ^ Galih, Bayu, ed. (2019-11-06). "Soal Radikalisme, Pemerintah Disarankan Pakai Istilah Anti-Pancasila". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  17. ^ Darmawan, Reza Kurnia, ed. (2022-06-13). "Pengamat Sebut Pendukung Khilafatul Muslimin Harus Direhabilitasi: Mereka Korban Propaganda dan Doktrin". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  18. ^ Times, I. D. N.; Saputra, Rendra. "Pantas Ditangkapi, Ini Agenda Besar di Balik Khilafatul Muslimin". IDN Times. Diakses tanggal 2022-07-04. 
Baca informasi lainnya:
Kembali kehalaman sebelumnya