Suku JambakJambak adalah salah satu suku Minangkabau. Suku ini bersama suku Kutianyie merupakan pecahan-pecahan dari suku Guci yang merupakan bagian dari Lareh Koto Piliang yang dikenal dengan prinsipnya yaitu “bajanjang naiak, batanggo turun”. Namun berbeda dengan suku induknya, jika merujuk pada kekerabatan persukuan yang ada di Kota Padang, suku Jambak berkerabat dengan suku Sumagek, suku Mandaliko dan suku Panyalai yang termasuk dalam Lareh Bodi Chaniago yang dikenal dengan prinsipnya yaitu “tagak samo tinggi, duduak samo randah”, sedangkan suatu suku-suku pecahannya sendiri yaitu suku Malayu dan suku Sipisang menerapkan Lareh Koto Piliang seperti halnya suku induknya dari suku Jambak yaitu suku Guci yang juga demikian,[1] walaupun pada suku Malayu juga ada yang menerapkan Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Chaniago sekaligus yang ini bisa dikatakan sebagai Lareh Nan Panjang. Adapun jika dilihat pada suatu daerah di Kota Bukittinggi, tepatnya di Kel. Bukit Cangang Kayu Ramang, Kec. Guguk Panjang, mereka menggunakan kedua aliran (Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Chaniago) sekaligus yang berdampak pada bentuk rumah gadang dan adat istiadat. Pada rumah adat suku Jambak, rumah ini tidak memiliki anjuang pada kedua ujung rumah gadang dan berlantai datar seperti rumah gadang Bodi Chaniago. Namun, dalam adatnya dikenal istilah bajanjang naiak, batanggo turun yang merupakan model kepemimpinan kelarasan Koto Piliang. Hal ini mencerminkan integrasi antara konsep kelarasan Bodi Chaniago dan Koto Piliang pada adat suku Jambak di Bukit Cangang Kayu Ramang.[2] Dan penerapan kedua lareh sekaligus bisa juga dikatakan menerapkan Lareh Nan Panjang. Jika dilihat kembali pada persebaran suku Jambak yang ada di Kota Padang, berarti suku Jambak ada yang sistem adatnya menerapkan Lareh Bodi Chaniago dan ada juga yang menerapkan Lareh Nan Panjang berhubung penerapan kedua lareh sekaligus. Jadi, kemungkinan suku Jambak pada awalnya menerapkan Lareh Koto Piliang hingga terjadi perubahan penerapan sistem adat menjadi Lareh Nan Panjang jika dilihat pada demikian, hingga ada juga setelah itu berubah penerapannya menjadi Lareh Bodi Chaniago. Dan itu suatu penerapan yang berbeda dengan suku Guci yang merupakan suku induknya dan juga suku Malayu maupun suku Sipisang yang merupakan suku-suku pecahannya, dimana ketiganya pada dasarnya menerapkan Lareh Koto Piliang. Sehingga bisa dilihat bahwa di antara suku-suku yang pada dasarnya berada di bawah naungan Lareh Koto Piliang (selain suku Koto dan suku Piliang) juga ada yang mengalami perubahan penerapan sistem adat dengan juga menggunakan Lareh Bodi Chaniago sekaligus berarti penerapannya bisa dikatakan sebagai Lareh Nan Panjang, dimana ini terjadi pada suku Jambak dan suku Malayu. Bedanya, suku Jambak dilihat saat ini ada yang menerapkan Lareh Bodi Chaniago dan ada juga yang menerapkan Lareh Nan Panjang, sedangkan suku Malayu pada dasarnya menerapkan Lareh Koto Piliang dan ada juga yang menerapkan Lareh Nan Panjang. Dalam versi lain, suku ini adalah rombongan pengembara yang dipimpin Hera mong Champa/Harimau Champo yang datang dari Tiongkok, Champa, dan Siam. Versi ini cukup berbeda dengan asal usul suku Jambak yang jelas merupakan pecahan dari suku Guci yang itu jelas lahir dari etnis Minangkabau itu sendiri. Namun mengenai ini tidak memiliki referensi pendukung yang kuat dan malah ada di antara orang Minang sendiri yang menolak hal tersebut dikarenakan suku ini memang pecahan dari suku lain yaitu suku Guci, dan penolakan ini juga dikarenakan hal tersebut terkesan 'pemaksaan' dalam merelasikan antara "Champa" dengan "Jambak" yang penyebutan kedua namanya hampir mirip. Dan kedua hal ini pada dasarnya juga berbeda, karena Champa adalah suatu daerah, sedangkan "Jambak" pada dasarnya adalah suatu buah jenis jambu yang berukuran besar. Bisa dilihat bahwa beberapa suku pada etnis Minangkabau ada yang namanya merupakan nama buah, seperti suku Sipisang (Pisang) dan suku Dalimo. Jika misal sebut saja bahwa kedua versi di atas berkaitan, maka bisa jadi suku ini lahir dari suatu ikatan pernikahan antara orang Minang yang kemungkinan masih bersuku Guci dari pihak perempuan dengan kalangan rombongan Hera mong Champa/Harimau Champo dari pihak laki-laki, mengingat bahwa etnis Minangkabau menganut sistem matrilineal. Memang tidak dipungkiri bahwa berdasarkan berbagai sumber dalam kajian ilmu etnologi, antropologi, arkeologi, dan genetika, disebutkan bahwa moyang orang Minangkabau di antaranya berasal dari Champa, Siam, Cina selatan, India belakang, Persia, dan Eropa.[3][4][5][6] Namun mengenai Champa ini tidaklah bisa direlasikan langsung begitu saja dengan suku Jambak ini hanya karena melihat namanya yang hampir mirip bunyinya. Karena suku-suku di Minangkabau ini lahir dari peradaban yang telah terbentuk lama, apalagi suku Jambak ini merupakan pecahan dari suku lain yaitu suku Guci. Sedangkan moyang orang Minangkabau menjadi cikal bakal yang membentuk awal peradaban Minangkabau dan keberadaannya pada masa yang jauh sebelum suku-suku ini terbentuk.
Pangulu Suku
Tokoh
Lihat Pula
Pranala Luarhttp://bs-ba.facebook.com/notes.php?id=48648344230
Referensi
|