Suku Chaniago adalah suku di Minang memiliki falsafah hidup demokratis, yaitu dengan menjunjung tinggi falsafah "bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan" artinya: "Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". Dengan demikian pada masyarakat suku Chaniago semua keputusan yang akan diambil untuk suatu kepentingan harus melalui suatu proses musyawarah untuk mufakat.
Falsafah tersebut tercermin pula pada bentuk arsitektur rumah adat bodi Chaniago yang ditandai dengan tidak terdapatnya anjuang pada kedua sisi bangunan Rumah Gadang. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat kasta seseorang tidak membuat perbedaan perlakuan antara yang tinggi dengan yang rendah. Hal yang membedakan tinggi rendahnya seseorang pada masyarakat suku Chaniago hanyalah dinilai dari besar tanggung jawab yang dipikul oleh orang tersebut.[butuh rujukan]
Salah satu falsafah lain untuk mencari kata kesepakatan dalam mengambil keputusan pada suku Chaniago berdasarkan sistem Lareh
Bodi Chaniago yang lebih bersifat demokrat yang dikenal dengan istilah adatnya yaitu "aia mambasuik dari bumi" yang artinya segala sesuatu yang akan dilaksanakan datang dari anak buah (anak kemenakan) dan dimusyawarahkan bersama untuk mendapatkan sebuah kata mufakat, kemudian ditentukan keputusannya oleh seorang pangulu atau datuak.[4][5]
Etimologi
Caniago berasal dari bahasa sanskerta, kata "cana" berarti "seseorang" dan "aga" berarti "berharga". Jadi cana + aga artinya adalah "seseorang yang berharga".