Tuak nira
Tuak nira adalah minuman beralkohol jenis tuak yang dibuat dari nira (getah) dari mayang berbagai jenis pohon palem seperti lontar (siwalan), kurma dan kelapa.[1] Minuman yang umumnya berkadar alkohol sekitar 4% ini sangat digemari di Nusantara (Indonesia), umumnya disebut hanya tuak di Sumatera Utara (suku Batak) dan juga daerah lain Indonesia, seperti ballo di Sulawesi Selatan (Tana Toraja), dan saguer di Sulawesi Utara.[2] Minuman ini biasa ditemukan di berbagai belahan Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, dan disebut berbagai nama. Di Asia Tenggara disebut goribon di Sabah (suku Rungus), Kalimantan, tuba di Filipina, Borneo (dan juga Meksiko); di Afrika disebut emu dan Oguro di Nigeria, nsamba di Republik Demokratik Kongo, nsafufuo di Ghana,[3] matango di Kamerun, mnazi di Mijikenda, Kenya; di Asia Selatan disebut kallu di India Selatan. Di Filipina, tuba mengacu baik untuk nira (getah) manis yang baru dipanen dan juga nira yang berpewarna merah dari kulit pohon lauan. Di Leyte, tuba merah disimpan sampai satu hingga dua tahun sehingga ketika wadah kaca diketuk akan bergema; jenis tuba jenis ini disebut bahalina. Tuak nira juga dikonsumsi di Sri Lanka dan Myanmar. Di satu sisi, produksi tuak nira mungkin telah menyebabkan beberapa spesies palem terancam punah, seperti palem anggur Chili (Jubaea chilensis).[4] Namun di sisi lain, produksi tuak nira oleh produsen kecil dan petani independen dapat mempromosikan konservasinya karena pohon palem menjadi sumber pendapatan rumah tangga sehari-hari yang mungkin bernilai ekonomi lebih dari nilai penjualan kayu.[5] PenyadapanNira (getah palem) diekstraksi dan dikumpulkan oleh sebuah penyadap. Biasanya nira ini dikumpulkan dari mayang (bunga) dari pohon palem yang dipotong. Sebuah wadah diikat ke tunggul bunga untuk mengambil nira. Cairan putih nira yang terkumpulkan awalnya cenderung sangat manis dan tidak mengandung alkohol sebelum difermentasi. Nira yang manis dan tidak mengandung alkohol ini biasanya dijual di Indonesia sebagai minuman jajanan tradisional legen yang disajikan dingin. Sebuah metode alternatif adalah penebangan seluruh pohon palem. Bila hal ini dipraktikkan, api kadang-kadang disulut di bagian yang dipotong untuk memfasilitasi pengambilan nira.[butuh rujukan] Seperti di Indonesia, di India, nira yang belum difermentasi disebut neera (padaneer di Tamil Nadu) yang didinginkan, disimpan dan didistribusikan oleh perusahaan semi pemerintah. Sedikit kapur tohor ditambahkan ke air nira untuk mencegah fermentasi. Neera dikatakan mengandung banyak nutrisi, termasuk kalium. Nira secara alami mulai mengalami proses fermentasi begitu dikumpulkan dari pohon, karena ragi alami dalam pori-pori pot dan udara (sering dikarenakan oleh ragi sisa yang tersisa di wadah pengumpulan). Dalam waktu dua jam, fermentasi menghasilkan tuak aromatik dengan kadar alkohol sampai 4%, sedikit memabukkan dan manis. Tuak ini bisa dibiarkan terfermentasi lebih lama, hingga satu hari, untuk menghasilkan rasa yang lebih kuat, lebih asam dan kecut, yang lebih disukai beberapa orang. Fermentasi yang lebih lama lagi akan menghasilkan cuka alih-alih tuak yang kuat.[6] Di Afrika, nira yang digunakan untuk membuat tuak nira paling sering diambil dari pohon kurma liar seperti pohon kurma perak (Phoenix sylvestris), lontar, dan palem gula india (Caryota urens), atau dari pohon sawit seperti palem sawit Afrika (Elaeis guineense) atau dari palem rafia, palem kithul, atau palem nipah. Di India dan Asia Selatan, palem kelapa dan palem Palmyra seperti Arecaceae dan Borassus disukai. Di Afrika Selatan, tuak nira (ubusulu) diproduksi di Maputaland, daerah di selatan Mozambik di antara pegunungan Lobombo dan Samudra Hindia. Tuak nira ini diproduksi dari kelapa lala (Hyphaene coriacea) dengan memotong batang dan mengumpulkan nira. Di bagian tengah dan barat Republik Demokratik Kongo, tuak nira disebut malafu. Ada empat jenis tuak nira di pusat dan selatan Kongo, dari palem sawit dihasilkan ngasi, dibondo berasal dari palem rafia, cocoti dari palem kelapa, dan mahusu dari palem pendek yang tumbuh di daerah sabana di barat Provinsi Bandundu dan wilayah provinsi Kasai . Di Tuvalu, proses pembuatan tuak nira dapat jelas dilihat dengan pohon-pohon palem sadapan yang membatasi Bandar Udara Internasional Funafuti. Di beberapa daerah di India, tuak nira dievaporasi untuk menghasilkan gula india (yang mirip gula jawa). DisulingTuak nira dapat disuling untuk membuat minuman yang berkadar alkohol lebih kuat, yang disebut dengan nama yang berbeda tergantung pada daerah (misalnya, arak, village gin, charayam, dan country whiskey. Sepanjang Nigeria, tuak yang telah disuling biasa disebut ogogoro. Di bagian selatan Ghana tuak suling disebut akpeteshi atau burukutu. Di Togo dan Benin tuak suling disebut sodabe, di Filipina disebut lambanog, sementara di Tunisia disebut Lagmi. Peran sosialIndonesiaDi Indonesia, nira segar juga disajikan sebagai legen, minuman jajanan yang manis dan tidak mengandung alkohol, biasanya disajikan dingin. Minuman ini diproduksi dari nira palem siwalan, kelapa (dikenal pula sebagai badeg), dan aren (di Jawa Barat disebut lahang). Masyarakat Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat Batak menganggap bahwa tuak nira berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh. Hal yang sama dijumpai pada masyarakat suku Toraja di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, yang memiliki kebiasaan minum tuak nira. Selain untuk menghangatkan badan, tuak dari pohon enau di Toraja telah menjadi minuman pada ritual-ritual adat. Sehingga setiap pelaksanaan ritual adat sudah pasti tersedia tuak.[butuh rujukan] IndiaDi India, nira segar disajikan baik sebagai neera atau padaneer yang manis dan non-alkohol, atau sebagai Kallu, minuman asam yang terbuat dari nira terfermentasi, tetapi tidak sekuat tuak.[7] Kallu biasanya diminum segera setelah fermentasi pada akhir hari, karena menjadi lebih asam dan kecut bila terlalu lama dibiarkan. Minuman yang terasa seperti cuka ini, dianggap memiliki umur simpan yang pendek. Namun minuman ini dapat didinginkan untuk memperpanjang masanya. Rempah-rempah juga ditambahkan untuk menyeduh minuman dan memberikannya rasa yang berbeda. Di Karnataka, India, tuak nira biasanya tersedia di kedai tuak (dikenal sebagai Kallu Kadai di Tamil, Kalitha Gadang dalam Tulu, Kallu Dukanam dalam Telugu, Kallu Angadi dalam bahasa Kannada atau "Liquor Shop" dalam bahasa Inggris). Di Tamil Nadu, minuman ini termasuk dilarang, meskipun legalitasnya berfluktuasi dengan politik. Dengan tidak adanya tuak legal, penyuling oplosan liar arak sering menjual alkohol yang terkontaminasi metanol, yang dapat mematikan bagi peminumnya. Untuk mencegah praktik ini, pemerintah India kemudian mendorong adanya "Indian Made Foreign Liquor" ("minuman keras asing produksi India") (IMFL), yang membuat cemas banyak produsen tuak nira. Di negara bagian Andhra Pradesh (India), tuak nira adalah minuman populer di wilayah pedesaan. Kallu dikumpulkan, didistribusikan dan dijual oleh orang-orang dari kasta tertentu yang disebut "Settibalija", "Goud" atau "Gamalla" (Goundla). Tuak juga adalah bisnis besar di kota-kota dalam negara bagian tersebut. Di desa-desa negara bagian tersebut, orang biasanya juga meminum tuak nira setiap hari setelah bekerja. Ada dua jenis utama kallu di Andhra Pradesh, yaitu "Thadi Kallu" (dari nira pohon Palmyra) dan "Eetha Kallu" (dari pohon kurma perak). "Eetha Kallu" sangat manis dan kurang memabukkan, sedangkan "Thati Kallu" lebih kuat (manis di pagi hari, menjadi asam ke pahit-asam di malam hari) dan sangat memabukkan. Orang biasa menikmati Kallu tepat di sekitar pohon-pohon di mana ia disadap. Mereka minum dari daun ke mulut sementara orang Goud menuangkan Kallu dari Binki (wadah Kallu). Ada berbagai jenis tuak nira (kallu) menurut musim: Poddathadu, Parpudthadu, Pandudthadu, dan Mogadthadu. AfrikaTuak nira memainkan peran penting dalam banyak upacara adat di bagian Nigeria seperti dalam masyarat Igbo (atau Ibo), dan di tempat lain di Afrika tengah dan barat. Para tamu di pesta perkawinan, perayaan kelahiran, maupun pemakaman akan dilayani dengan jumlah yang murah hati. Tuak nira sering ditambahi dengan tanaman obat untuk mengobati berbagai keluhan sakit badan. Sebagai tanda penghormatan kepada leluhur, banyak acara minum dimulai dengan sedikit tuak nira ditumpahkan di tanah (Kulosa malafu dalam Kikongo ya Leta). Tuak nira dinikmati oleh pria dan wanita, meskipun wanita biasanya meminumnya di acara-acara yang lebih sepi. Di beberapa bagian dari Nigeria Timur, Igbo Land, tuak nira disebut "Nkwu Elu" atau "Mmanya Ocha" (minuman putih). Misalnya, dalam "Urualla" dan kota lainnya, minuman ini digunakan untuk perkawinan tradisional. Seorang pria muda yang pergi untuk perkenalan pertama dengan calon mertuanya diwajibkan untuk datang dengan tuak nira. Ada jumlah spesifik tuak nira dalam hitungan galon yang diperlukan. Hal ini tergantung pada kebiasaan dari berbagai kota di beberapa bagian Igbo Land. Penggunaan dalam kulinerDi negara bagian Kerala di India, tuak nira digunakan dalam adonan (sebagai pengganti ragi) kue camilan kue yang disebut Appam Vellai. Tuak nira dicampur dengan adonan beras dan ditinggalkan satu malam untuk membantu dalam fermentasi dan melebarkan adonan, menyebabkan adonan mengembang satu malam tersebut, dan membuat roti lembut saat disiapkan. Di Kerala, tuak nira dijual di bawah lisensi yang dikeluarkan oleh departemen cukai dan ini adalah industri yang memiliki lebih dari 50.000 karyawan dengan pengawas kesejahteraan di bawah departemen tenaga kerja. Tuak nira juga digunakan dalam pembuatan berbagai hidangan Sanna yang lembut, yang terkenal di bagian Karnataka dan Goa di India. Konsumsi oleh faunaBeberapa mamalia kecil yang membantu penyerbukan mengkonsumsi nira yang terfermentasi sebagai bagian dari diet mereka, terutama tupai ekor-sikat Asia Tenggara. Perbungaan dari palem bertam mengandung ragi yang memfermentasi nira di dalam mayang hingga 3,8% alkohol (rata-rata: 0,6%). Tupai ekor-sikat memetabolisme alkohol dengan sangat efisien dan tidak menjadi mabuk oleh nira yang terfermentasi tersebut.[8] Dalam literatur fiksiPenyadapan tuak nira disebutkan dalam novel Things Fall Apart oleh penulis Nigeria Chinua Achebe dan merupakan bagian penting dalam plot novel terobosan The Palm Wine Drinkard karya penulis Nigeria Amos Tutuola. Nama-nama lainAda berbagai nama daerah untuk tuak nira, seperti:
Lihat pula
Pranala luarReferensi
|