Diltiazem adalah obat anti hipertensi, angina pektoris, dan beberapa jenis aritmia. Diltiazem biasanya dipilih untuk pasien yang karena kondisi medis tertentu, tidak bisa diberikan obat-obat anti hipertensi golongan beta blocker. Umumnya digunakan dalam bentuk garamnya yaitu, Diltiazem hidroklorida.[1]
Diltiazem termasuk dalam golongan calcium channel blockers. Diltiazem bekerja dengan cara melemaskan otot vaskular koroner dan vasodilatasi koroner dengan menghambat masuknya ion Ca selama depolarisasi otot polos pembuluh darah dan miokardium. Obat ini juga menghambat konduksi jantung, terutama pada nodus SA dan AV serta meningkatkan pengiriman oksigen miokard.
Diltiazem adalah senyawa turunan benzotiazepin, yang mempunyai rumus molekul C22-H26-N2-O4-S dan berat molekul 414.5234.[2]
Indikasi
Diltiazem diindikasikan untuk mengobati hipertensi, baik tunggal atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya. Diltiazem juga sering digunakan untuk menangani angina stabil kronis dan angina karena kejang arteri koroner.[1]
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk kondisi-kondisi berikut [3]):
- Pasien dengan sick sinus syndrome.
- Pasien dengan blok AV tingkat kedua atau ketiga.
- Pasien dengan hipotensi (kurang dari 90 mmHg sistolik).
- Pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap diltiazem.
- Pasien dengan infark miokard akut dan kongesti paru yang didokumentasikan oleh x-ray saat masuk.
Efek Samping
Sakit kepala, hipotensi, pusing, kelelahan, edema pergelangan kaki, blok AV, bradikardia, gangguan pada saluran pencernaan (misalnya anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, gangguan rasa), ruam, peningkatan nilai enzim hati transien, hepatitis.
Interaksi
Berikut beberapa data interaksi dengan obat-obat lain:
- Peningkatan efek blocking AV dengan clonidine.
- Dapat meningkatkan kadar serum statin (misalnya atorvastatin, lovastatin, simvastatin), karbamazepin, fenitoin.
Toleransi Kehamilan
FDA (badan pengawas obat dan makanan amerika serikat) mengkategorikan diltiazem kedalam kategori C dengan penjelasan sebagai berikut: Penelitian pada reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin dan tidak ada studi yang memadai dan terkendali dengan baik pada manusia, namun jika potensi keuntungan dapat dijamin, penggunaan obat pada ibu hamil dapat dilakukan meskipun potensi risiko sangat besar.[1]
Dosis
Sediaan Intravena
Dewasa: dosis awal, 250 mcg / kg via intravena bolus injeksi selama 2 menit, bisa diberikan tambahan dosis 350 mcg / kg setelah 15 menit jika diperlukan. Dosis berikutnya sesuaikan dengan kondisi pasien.
Sediaan Oral
Dewasa: dosis awal, 60 mg 3 x sehari, tingkatkan menjadi 360 mg/hari atau sampai 480 mg/hari jika dibutuhkan.
Lansia: dosis awal, 120 mg/hari sekali minum satu atau dibagi dalam 2 dosis. Dapat ditingkatkan dengan hati-hati jika detak jantung tetap> 50 denyut / menit.
Dewasa: Awalnya, 90–120 mg bid, meningkat menjadi maksimal 360 mg setiap hari jika diperlukan.
Lansia: Awalnya, 120 mg per hari sebagai satu atau 2 dosis terbagi. Dapat meningkat dengan hati-hati jika detak jantung tetap> 50 denyut / menit.
Referensi