Ejaan Bahasa SundaEjaan Bahasa Sunda (EBS; bahasa Sunda: ᮆᮏᮠᮔ᮪ ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ, Éjahan basa Sunda, dialek Indramayu: Éja'an basa Sunda, dialek Brebes: Éjrahan basa Sunda) adalah sistem ejaan yang dipakai untuk menuliskan bahasa Sunda. Dalam perjalanannya, sistem ejaan ini mengalami banyak perubahan cara penulisan. Untuk sekarang, Ejaan Bahasa Sunda berpedoman pada buku Palanggeran Éjahan Basa Sunda yang disusun oleh Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.[1] SejarahSecara garis besar, perjalanan Ejaan Bahasa Sunda umumnya mengikuti perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia. Dalam sejarahnya, bahasa Sunda dituliskan dengan huruf Latin pertama kali oleh orang-orang Inggris, Belanda, Prancis, dan orang asing lainnya yang memiliki minat dalam meneliti bahasa Sunda. Penetapan pedoman ejaan bahasa Sunda biasanya disahkan melalui sebuah kongres bahasa Sunda yang diadakan oleh badan bahasa yang menaungi bahasa Sunda. Di bawah ini adalah beberapa sistem ejaan yang pernah digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda.[2] Ejaan D.K. Ardiwinata (1912)Sebagai seorang sastrawan sekaligus guru yang bergulat di bidang bahasa, Daeng Kanduruan Ardiwinata menjadi pelopor penuiisan tata bahasa Sunda yang dituils dalam bahasa Sunda. Bukunya yang berjudul Élmuning Bahasa Sunda 'Ilmu Bahasa Sunda' yang diterbitkan sebanyak dua jilid (1916/1917) adalah buku tata bahasa Sunda pertama yang ditulis oleh orang Sunda. Selain itu. ia juga berjasa besar dalam membakukan ejaan bahasa Sunda. Pada tahun 1912, ia telah menerbitkan buku yang berjudul Palanggeran Nuliskeun Basa Sunda ku Aksara Walanda 'Pedoman Menuliskan Bahasa Sunda dengan Aksara Latin' (1912) yang disusun bersama dengan Moehamad Rais, M. Partadiredja. M. Amongpradja. H.S.H. de Bie, dan C.M. Pleyte. Buku tersebut merupakan pedoman ejaan bahasa Sunda pertama yang resmi dipakai di lembaga pendidikan, sistem pemerintahan, dan masyarakat pada umumnya. Ejaan D.K. Ardiwinata bersandar pada Ejaan Van Ophuijsen, ejaan ini bertahan hingga tahun 1947.[3] Ejaan Surawidjaja (1947)Ejaan Surawidjaja serupa dengan Ejaan Republik pada bahasa Indonesia. Secara kasat mata, perubahan yang terasa dari ejaan ini adalah:
Frasa Édjahan Basa Sunda Koe Aksara Latén akan berubah menjadi Edjahan Basa Sunda Ku Aksara Latén. Namun, nasib Ejaan Surawidjaja sama seperti Ejaan Republik, yakni sama-sama tidak pernah disahkan oleh pemerintah. Ejaan LBBS (1959)Pada tahun 1952, didirikan Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBBS) yang bertujuan untuk menunjang keberlangsungan bahasa dan sastra Sunda. Beberapa tahun kemudian pada tahun 1954, LBBS pertama kali melaksanakan kongres bahasa Sunda yang salah satunya membahas ejaan bahasa Sunda, tetapi keputusan kongres tersebut tidak jelas, begitu pula kongres yang kedua pada tahun 1956 yang dipimpin oleh R.I. Adiwidjaja.[4] Pada tahun 1959, Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBBS) 'Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda' melakukan revisi ejaan dan mengesahkan ejaan baru yang menggantikan frasa Édjahan Basa Sunda Ku Aksara Latén menjadi Éjahan Basa Sunda Ku Aksara Latén yang mengganti huruf dj menjadi j. Ejaan ini terus dipakai hingga keluarnya buku Pedoman Umum Ejahan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada tahun 1972.[5] Ejaan Bahasa Sunda Yang Disempurnakan (1972-1977)Sejak Ejaan D.K. Ardiwinata pada tahun 1912 hingga Ejaan Surawidjaja pada tahun 1947, vokal “eu” yang merupakan salah satu vokal yang banyak terdapat dalam bahasa Sunda, penulisannya selalu diwakili dengan “eu”. Namun, dalam sebuah lokakarya Ejaan Bahasa Sunda yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1972 oleh Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan (sekarang dikenal sebagai Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) bekerja sama dengan LBSS (Lembaga Basa jeung Sastra Sunda) ditetapkan bahwa dalam Ejaan Bahasa Sunda Yang Disempurnakan (EBSYD) vokal “eu” ditulis dengan huruf “ö”. Namun, beberapa waktu kemudian, keputusan itu dibatalkan dalam lokakarya ejaan bahasa-bahasa daerah di Yogyakarta, dan pada lokakarnya oleh LBK yang hendak menetapkan ejaan yang dipergunakan dalam penulisan bahasa-bahasa daerah lain.[6] Buku Pedoman Umum Ejaan Basa Sunda yang Disempurnakan sendiri baru diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tahun 1977.[7] Ejaan Bahasa Sunda (1988)Tak cukup sampai EYD Bahasa Sunda pada tahun 1977, ejaan bahasa Sunda mengalami perubahan lagi setelah buku Pedoman Umum Ejaan Basa Sunda yang Disempurnakan oleh para pakar bahasa dinilai kurang lengkap dan memadai. Oleh karena itu pada tanggal 29 Desember 1987 Jurusan Basa jeung Sastra Sunda FPBS IKIP Bandung melakukan upaya penyempurnaan ejaan bahasa Sunda dengan diadakannya “Seminar Ejahan Basa Sunda” yang banyak diikuti oleh guru-guru pada waktu itu, selain para guru, hadir pula perwakilan DPRD Provinsi, wartawan, pengarang, dan tak ketinggalan para ahli bahasa Sunda, serta dihadiri oleh perwakilan Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBBS), dan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.[1] Pada seminar tersebut, panitia menyusun naskah bernama “Palanggeran Éjahan Basa Sunda” yang secara bersama-sama diperbaiki sesuai masukan dari para peserta seminar, naskah ini rencananya akan dicetak dan disebarluaskan kepada khalayak umum. Pada tanggal 19-23 Januari tahun 1988 yang pada saat itu sedang diadakannya Kongres Bahasa Sunda 1988, ejaan bahasa Sunda kembali dibahas. Jurusan Pendidikan Basa jeung Sastra Sunda FPBS IKIP diminta untuk menyusun makalah mengenai ejaan bahasa Sunda yang kemudian disajikan pada kongres tersebut. Akhir dari kongres ini pun mendukung agar “Palanggeran Éjahan Basa Sunda” segera dicetak dan disebarkan kepada masyarakat.[1] Naskah yang telah dirancang dalam seminar dan kongres tersebut kemudian direvisi kembali oleh tim yang dibentuk dari Jurusan Pendidikan Basa jeung Sastra Sunda FPBS IKIP Bandung, yang terdiri dari Drs. H. Abud Prawirasumantri, Drs. Agus Suriamiharja, M.Pd., Drs. Iskandarwassid, M.Pd., Drs. H. Kosim Kardana, beserta Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi, hingga akhirnya naskah tersebut terbit menjadi sebuah buku pada tahun 1988.[1] Buku ini terus mengalami revisi hingga edisi terbarunya terbit pada tahun 2017.[1] PerbandinganDi bawah ini disajikan tabel perbandingan pemakaian huruf antar ejaan-ejaan bahasa Sunda terdahulu dengn ejaan yang berlaku sekarang.
Lihat pulaRujukanCatatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
|