Pesta Lomban atau dikenal juga dengan nama oleh masyarakat setempat sebagai bakda kupat dan bakda lomban adalah pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara dalam bentuk sedekah laut. Namun kini sudah menjadi milik keseluruhan masyarakat Jepara, bukan nelayan saja. Pusat perayaan ini berada di Pantai Kartini, Jepara,[1] tetapi bisa juga disaksikan di Ujung Gelam, Pantai Koin, Karimunjawa, serta beberapa tempat yang di tentukan sebelumnya.[2]
Pesta ini merupakan puncak acara dari Pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 7 Syawal atau 1 minggu setelah hari Raya Idul Fitri yang dirayakan di banyak daerah di Pantai Jepara.[3]
Etimologi
Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lelumban” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang di laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, yakni kebiasaan lomba menangjap bebek dan angsa yang dilepas ke tengah laut, juga lomba menyelam mengambil barang yang dilempar dari perahu.
Tetapi ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau bersenang-senang tidak hanya di laut tapi juga di sepanjang pantai Jepara. Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu merayakan 7 hari setelah hari raya idul fitri dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh.
Mereka mempersiapkan berbagai “Amunisi” guna dipergunakan dalam “Perang Teluk Jepara” baik amunisi logistic berupa minuman dan berbagai makanan seperti ketupat dan lepet serta kolang kaling. Guna meramaikan pesta lomban. Selain makanan, dibawa pula petasan sehingga suasananya ibarat perang di masa lalu. Di masa sekarang Keberangkatan armada perahu menuju ke tengah laut ini yang dilepas dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujung Batu Jepara ini, diiringi suara gamelan dengan irama Kebogiro.
Kegiatan
Bunyi petasan yang memekakkan telinga dan peluncuran “Peluru” kupat dan lepet dari satu perahu ke perahu yang lain. Saat “Perang Teluk” berlangsung dimeriahkan dengan gamelan Kebogiro. Seusai pertempuran para peserta Pesta Lombang bersama-sama mendarat ke Pulau Kelor untuk makan bekalnya masing-masing. Di samping makan bekalnya situasi di Pulau Kelor tersebut ramai oleh para pedagang yang juga menjual makanan dan minuman serta barang-barang kebutuhan lainnya. Selain pesta-pesta tersebut, para nelayan peserta Pesta Lomban tak lupa lebih dahulu berziarah ke makam Encik Lanang yang dimakamkan di Pulau Kelor (pulau kelor sekarang sudah bergabung dengan daratan pulau Jawa yang kini pulau tersebut menjadi kawasan wisata Pantai Kartini). Sebelum sore hari Pesta Lomban berakhir penonton dan peserta pulang ke rumah masing-masing.
Pesta Lomban masa kini telah dilaksanakan oleh warga masyarakat nelayan Jepara bahkan dalam perkembangannya sudah menjadi milik warga masyarakat Jepara. Hal ini tampak partisipasinya yang besar masyarakat Jepara menyambut Pesta Lomban. Dua atau tiga hari sebelum Pesta Lomban berlangsung pasar-pasar di kota Jepara tampak ramai seperti ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ibu-ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan pesta lomban sebagai hari raya kedua. Pedagang bungkusan kupat dengan janur (bahan pembuat kupat dan lepet) juga menjajakan ayam guna melengkapi lauk pauknya.
Pada saat pesta Lomban berlansung semua pasar di Jepara tutup tidak ada pedagang yang berjualan semuanya berbondong-bondong ke Pantai Kartini. Pesta Lombang berlangsung sejak jam 06.00 pagi dimulai dengan upacara Pelepasan Sesaji dari TPI Ujungbatu. Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama desa Ujungbatu dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat Kabupaten lainnya. Setelah dilepas dengan do’a sesaji berupa kepala kerbau ini di”LARUNG” ke tengah lautan, pelarungan sesaji ini dipimpin oleh Bupati Jepara.
Susunan Acara
Susunan acara dalam pesta lomban, yaitu:
- Pukul 15.00 WIB ziarah ke makam Cik Lanang dan Mbah Ronggo
- Pukul 20.00 WIB selamatan nelayan dan wayangan semalam suntuk di TPI Ujungbatu
- Pukul 06.30 WIB larungan kepala kerbau di TPI Ujungbatu
- Pukul 08.00 WIB pesta lomban di Pantai Kartini Jepara
Nilai Edukasi
Di dalam tradisi pesta lomban juga mengandung nilai-nilai edukatif (pendididkan). Adapun nilai-nilai pendidikan dari tradisi pesta lomban yaitu: nilai ketuhanan, nilai silaturahmi dan kekeluargaan, nilai kegotong-royongan, nilai rekreasi, dan menjaga keseimbangan dengan alam. Masyarakat dapat melestarikan budaya dari daerahnya sendiri atau menjaga tradisi ini daerahnya agar tidak punah, sehingga nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya dapat disosialisakan melalui tradisi tersebut.
Nilai Religius
Di dalam tradisi pesta lomban juga mengandung nilai-nilai religius (keagamaan). Adapun nilai-nilai keagamaan dari tradisi pesta lomban yaitu:
Hal ini terlihat dari adanya membagikan daging kerbau dagingnya di sedekahkan ke warga, sementara kepala kerbaunya disedekahkan kepada mahluk Allah yg hidup dilaut yaitu ikan, dll. Karena dengan bersedekah kita akan terhindar dari bala', sedekah merupakan obat (penawar) dari penyakit ekonomi yaitu rezeki sempit, sehingga nelayan berharap rezekinya dilapangkan. Selain itu, dalam berbagai rangkaian acara, diisi dengan doa memohon kepada Allah SWT agar senantiasa diberi keselamatan dan rejeki yang barokah.
Hadist tentang menjaga kelestarian alam: "Sayangilah yang ada di bumi niscaya semua yang ada di langit akan menyayangi kalian" (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu dengan adanya Pesta Lomban yang memberi sedekah atau memberi makan terhadap ikan-ikan, maka dapat menumbuhkan rasa peduli terhadap lingkungan dan supaya nelayan tidak tamak dengan mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan alam terutama laut.
Nilai Ekonomis
Di dalam tradisi pesta lomban juga mengandung nilai-nilai ekonomis. Adapun nilai-nilai ekonomis dari tradisi pesta lomban dapat dirasakan oleh para pedagang dari pedagang makanan, minuman, hingga pedagang sovenir laku keras dibanding hari-hari biasa.
Dampak
Dampak dari pelaksanaan tradisi pesta lomban yang diselenggarakan di Desa Bulu Kabupaten Jepara antara lain: dampak dalam bidang sosial yaitu timbul kesadaran rasa kesatuan (manunggal), dampak dalam bidang ekonomi yaitu menciptakan lapangan usaha bagi warga sekitar sehingga menambah pendapatan mereka, dampak dalam bidang budaya yaitu menumbuhkan sikap kesadaran untuk melestarikan kebudayaan lokal, dan dampak dalam bidang religi yaitu tradisi lomban yang terlaksana sama sekali tidak berbau syirik (musyrik).
Maksud Intinya
Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahnya untuk masa depan.
Tradisi pelarungan kepala kerbau ini dimulai sejak Haji Sidik yang kala itu menjabat Kepala Desa Ujungbatu sekitar tahun 1920. Upacara pemberangkatan sesaji kepala kerbau yang dipimpin oleh Bapak Bupati Jepara, sebelum diangkut ke perahu sesaji diberi do’a oleh pemuka agama dan kemudian diangkat oleh para nelayan ke perahu pengangkut diiringi Bupati Jepara bersama dengan rombongan. Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke “Teluk Jepara” untuk bersiap melakukan Perang Laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut.
Selanjutnya dengan disaksikan ribuan pengunjung Pesta Lomban acara “Perang Teluk” berlangsung ribuan kupat, lepet, kolang kaling telur-telur busuk berhamburan mengenai sasaran dari perahu ke perahu yang lain.
“Perang Teluk” usai setelah Bupati Jepara beserta rombongan seusai melarung sesaji kepala kerbau merapat ke Pantai Kartini dan mendarat di dermaga guna beistirahat dan makan bekal yang telah dibawa dari rumah. Di sini para peserta pesta lomban dihibur dengan tarian tradisional Gambyong dan Langen Beken dan lain sebagainya.
Puncak keramaian sendiri berlangsung di Pantai Kartini yang sekarang lebih dikenal dengan sebuta Taman Rekreasi Pantai Kartini, yang mampu menyedot pengunjung lebih dari 40.000 orang wisatawan. Di sini pula berlangsung berbagai macam lomba masyarakat nelayan Jepara, seperti: lomba dayung, lomba perahu hias, lorodan di atas air, dan aneka lomba lainnya.
Referensi