Syekh
Syekh[1] (diucapkan /ʃeɪk/;[2] bahasa Arab: شيخ, translit. syaikh [ʃajx], juga diucapkan [ʃeːx], jamak شيوخ syuyūkh [ʃuju:x]), juga ditulis sebagai syaikh atau syech, adalah gelar kehormatan dalam bahasa Arab. Umumnya merujuk pada kepala suku atau anggota kerabat kerajaan di negara-negara Arab, juga sebagai gelar kehormatan ulama dalam agama Islam.[3] Selain itu, gelar ini juga dipakai oleh orang yang mengaku sebagai keturunan ahlulbait Nabi Islam, Nabi Muhammad (baik dari jalur Hasan maupun Husain, cucu Nabi Muhammad).[butuh rujukan] Kata tersebut aslinya bermakna "tetua", juga berarti "yang mulia" dalam konteks monarki. Kata syaikh muncul dalam ayat ke-23 Surah Al-Qasas dalam al-Qur'an. EtimologiAkar kata syaikh dalam bahasa Arab adalah: ش-ي-خ, SY-Y-KH. Gelar tersebut bermakna "tetua", "terhormat", atau "pemimpin", khususnya bagi suku-suku Arab di Jazirah Arab. Di Jazirah Arab, syaikh menjadi gelar tradisional yang diberikan kepada pemimpin masyarakat Arab Badui. Dengan penyebaran Islam dan kebudayaan Arab, kata tersebut menjadi gelar kehormatan di dalam budaya Islam di Afrika dan Asia.[butuh rujukan] SufiDalam Sufi, kata syaikh dianggap merujuk kepada pemimpin spiritual dari suatu tarekat. Contohnya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang memimpin tarekat Qadiriyah, dan Syaikh Ahmad at-Tijani, yang memimpin tarekat Tijaniyyah.[4] PenggunaanJazirah ArabGelar ini digunakan oleh kepala suku di Jazirah Arab. Juga sebagai gelar kehormatan di Arab Timur, tempat keluarga kerajaan secara tradisional adalah kepala suku. Contohnya seperti yang digunakan oleh keluarga Nahyan dan keluarga Maktoum dari UEA yang merupakan kepala suku Bani Yas, serta keluarga Wangsa Sabah dari Kuwait dan Wangsa Khalifa dari Bahrain yang merupakan kepala suku Bani Utbah. Kata ini digunakan oleh seluruh anggota keluarga penguasa baik laki-laki maupun perempuan di UEA, Bahrain, Qatar, dan Kuwait. Kata ini tidak dipakai oleh Wangsa Saud dari Arab Saudi dengan gelar "Pangeran" (bahasa Arab: أمير, translit. ʾAmīr) digunakan.[butuh rujukan] Juga dipakai sebagai gelar pemimpin agama Islam, baik dari Sunni maupun Syiah. Contohnya, Al Asy-Syaikh diberikan berdasarkan Ulama Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab.[butuh rujukan] LebanonDi Gunung Lebanon, gelar tersebut memiliki konotasi gelar kerajaan yang sama seperti di Jazirah Arab hingga invasi Utsmaniyah pada tahun 1516, karena gelar tersebut mewakili penguasa atau kepala suku sui iuris yang otonom..[5] Contoh keluarga yang mendapat gelar syekh sui iuris adalah keluarga Al-Chemor yang memerintah sejak 1211 di Koura dan Zgharta hingga 1747[1][6][7] dan keluarga Boudib (keturunan Bani Hasyim) yang menjadi pemimpin Ehden di Jebbeh sejak 1471 hingga 1759. Keturunannya sampai sekarang tinggal di Miziara, Meksiko, dan Nigeria.[8] Bahkan kepala keluarga Abu Harmoush, yang menguasai wilayah Chouf hingga Pertempuran Ain Darra pada tahun 1711, adalah syekh sui iuris. Setelah pemerintahan Utsmaniyah dan penerapan sistem Iltizam, gelar tersebut mendapatkan konotasi bangsawan alih-alih kerajaan, karena gelar tersebut diberikan oleh otoritas yang lebih tinggi; dalam hal ini Ottoman menunjuk Amir, yang tidak lebih dari seorang mültezim atau pemungut pajak untuk kekaisaran..[9] Beberapa keluarga Maronit yang sangat berpengaruh, yang diberi gelar tersebut, adalah (dalam urutan kronologis): El Hachem dari Akoura (keturunan Bani Hasyim, sejak 1523), El-Khazen (sejak 1545), Hubaysh dari Kisrawan dan Douaihy dari Zgharta. Keluarga lain yang saat ini disebut sebagai "syaikh" bukanlah penguasa tradisional provinsi, melainkan pejabat tinggi yang melayani Emir pada saat itu. MaghribDi wilayah Maghrib, pada masa pemerintahan Almohad, seorang khalifah didampingi oleh majelis syekh sebagai penasihatnya. Mereka mewakili semua suku yang berbeda di bawah kekuasaan mereka, termasuk Arab, Badui, Andalusia, dan Berber, serta bertanggung jawab untuk memobilisasi kerabat mereka jika terjadi perang.[10] Tanduk AfrikaDi wilayah Tanduk Afrika, "syekh" bagi umat Muslim di sana sering digunakan sebagai gelar bangsawan. Di masyarakat Somalia, syaikh merujuk sebagai gelar kehormatan bagi pemimpin Muslim senior dan ulama (wadaad), dan sering disingkat "Sy".[11] Syekh terkenal dari Tanduk Afrika misalnya Ishaaq bin Ahmed, seorang ulama dan pengkhotbah, Abdirahman bin Isma'il al-Jabarti, seorang pemimpin Muslim di Somaliland; Abadir Umar Ar-Rida, ulama di Harar; Abdurrahman al-Jabarti, syaikh dari Kairo yang meriwayatkan serangan Napoleon ke Mesir; Abdur-Rahman bin Ahmad az-Zayla'i, ulama penyebar tarekat Qadiriyah di Somalia dan Afrika Timur; Syekh Sufi, ulama, penyair, pembaharu, dan astrolog abad ke-19, penyair; Abdallah al-Qutbi, filsuf dan pakar akidah yang dikenal karena Al-Majmu'at Al-Mubarakah; dan Muhammad As-Sumali, seorang pengajar di Masjidilharam Makkah yang mempengaruhi banyak ulama saat ini.[12] Asia SelatanDi anak benua Asia Selatan, syekh bukan sebatas gelar, melainkan jabatan pekerjaan[13][14] yang ditujukan kepada pedagang Muslim. Setelah Islam datang di Asia Selatan, banyak klan dari keluarga agama pagan Hindu dari kasta-kasta berbeda masuk Islam dan mengadaptasi gelar tersebut.[15] Asia TenggaraDi Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara lainnya, syekh digunakan oleh para mubalig keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam, baik yang menyebarkan ajaran berdasarkan paham ahlus-sunnah wal-jama'ah maupun yang menyebarkan paham yang bersifat tasawuf. Beberapa nama tokoh-tokoh agama Islam yang terkenal di Indonesia, antara lain adalah Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Datuk Kahfi, Syekh Siti Jenar, Syekh Yusuf Tajul Khalwati, dan lain-lain. Tokoh-tokoh muslim intelek Indonesia biasanya disebut "ustaz" atau "kiai".[butuh rujukan] IranMenurut perspektif Iran, gelar syekh memiliki arti yang beragam, di antara individu yang dituakan dan bijaksana. Gelar ini merupakan gelar kehormatan yang digunakan untuk sesepuh dan ulama terpelajar, seperti: Syekh al-Rayees Abu Ali Sina, Syekh Mufid, Syekh Morteza Ansari. Pada masa lalu, ulama yang merupakan keturunan nabi Islam Muhammad, disebut Sayyid/Seyyed alih-alih syekh.[16] PerempuanUlama wanita Islam umumnya disebut syaikhah (Arabic: شيخة) (alt. syaikhat). Tokoh-tokoh yang bergelar syaikhah misalnya Syaikhah Fakhrunnisa yang hidup pada abad ke-10[17] dan Syaikhah Fatimah al-Fudailiyah dari abad ke-18.[18] Pada 1957, tokoh pendidikan Indonesia Rahmah El Yunusiyah mendapat gelar syaikhah oleh Universitas Al-Azhar, yang gelar tersebut diberikan kepada seorang wanita untuk pertama kalinya oleh universitas tersebut.[19] Anak, istri, atau ibu seorang syekh juga disebut syaikhah. Saat ini kata tersebut digunakan untuk wanita yang merupakan kerabat pemimpin negara-negara Jazirah Arab.[20] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|