SurgaSurga atau kahyangan[2][3] (ejaan alternatif: kayangan), menurut kosmologi keagamaan, adalah suatu alam supernatural yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai tempat kediaman makhluk suci (dewa atau malaikat) atau roh yang dimuliakan (rasul, nabi, santo dan santa, resi, serta orang-orang yang melakukan lebih banyak kebaikan semasa hidup). Istilah "surga" berasal dari bahasa Sanskerta Swarga, kediaman para dewa-dewi Hindu. Banyak agama dan kepercayaan yang meyakini surga sebagai alam yang suci, di atas permukaan Bumi, penuh dengan unsur-unsur kebaikan, kebahagiaan, kemulian, dan terang benderang, bertolak belakang dengan neraka, yang diyakini sebagai dunia bawah, tempat yang lebih rendah dari permukaan Bumi, suram, serta dipenuhi penderitaan, kesengsaraan, dan penyiksaan. Beberapa kepercayaan meyakini surga sebagai bagian teratas dari axis mundi[4] atau puncak dari pohon dunia.[5] Agama-agama dari India pada umumnya meyakini surga sebagai tempat persinggahan atau kelahiran sementara (sebelum bereinkarnasi) bagi roh atau makhluk baik, dan penghuninya diyakini sebagai makhluk sakti dan cemerlang yang disebut dewa.[6] Agama samawi (Yahudi, Kekristenan, dan Islam) serta Zoroastrianisme[7] meyakini surga sebagai tempat imbalan bagi roh orang yang melakukan lebih banyak kebaikan semasa hidupnya. EtimologiKata "Surga" merupakan salah satu kata serapan dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata Sanskerta: स्वर्ग, translit: svarga , yang berarti "tempat kediaman cahaya dan dewa-dewa".[8][9] Dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia kata svarga diserap menjadi sawarga (Sunda), suruga (Makassar), sorge (Sasak) sarugo (Minangkabau) dan swarga (Jawa).[10] Dalam rumpun bahasa asli Nusantara terdapat istilah "Kahyangan" yang dipadankan dengan Surga, berasal dari beberapa bahasa kuno di Indonesia seperti bahasa Sunda Kuno dan bahasa Jawa Kuno, yang jika dipilah menjadi ka-hyang-an (dengan konfiks khas Jawa–Sunda ‘ka- -an’) sehingga memiliki arti "keilahian", "kedewaan", atau bermakna "tempat tinggal para Hyang atau leluhur". Istilah hyang sendiri merupakan turunan langsung dari kata *qiaŋ dalam bahasa Proto-Melayu-Polinesia (bahasa awal yang berkembang menjadi bahasa-bahasa di Nusantara).[11] Menurut agamaBuddhismeDalam Buddhisme, surga merupakan salah satu alam kehidupan (termasuk Bumi dan neraka), dihuni oleh dewa atau makhluk yang di kehidupan sebelumnya menimbun banyak karma baik, dan akan terlahir kembali ke alam lain setelah pahala dari karma baiknya habis. Sang Buddha menjelaskan bahwa Bumi bukanlah satu-satunya sistem dunia yang dapat dihuni, dan manusia bukanlah satu-satunya makhluk.[12] Loka adalah istilah untuk suatu sistem dunia atau alam kehidupan, masing-masing dihuni oleh makhluk tertentu, meliputi manusia, dewa, asura (jin dan siluman), hewan, dan hantu. Secara keseluruhan, berdasarkan penafsiran terhadap Tripitaka Pali dan kitab-kitab komentar (aṭṭhakathā), aliran Theravāda mengidentifikasi 31 (tiga puluh satu) jenis alam kehidupan atau loka yang diuraikan berdasarkan wujud dan karakteristik. Dijabarkan bahwa 31 loka tidak hanya ada di tata Surya (sistem dunia) kita, tetapi juga di antara jutaan sistem dunia lainnya. Setiap satu sistem dunia memiliki 31 lokanya sendiri.[13][14] Dewa adalah sebutan untuk makhluk-makhluk yang menempati loka surga (devaloka), di dalamnya termasuk loka brahma (brahmaloka). Dewa yang menempati loka brahma berkedudukan lebih tinggi dan secara spesifik disebut sebagai brahma. Loka brahma terdiri atas loka brahma-materi-halus (rūpāvacarabhūmi) dan loka brahma-nonmateri (arūpavacarabhūmi). Loka ini merupakan surga tertinggi di sistem kosmologi Buddhis, berkedudukan di atas loka kebahagiaan indrawi (kāmasugatibhūmi).[15] HinduismeSwarga adalah alam hunian dewa-dewi menurut ajaran agama Hindu.[16] Di dalam kosmologi Hindu, Swarga merupakan salah satu dari ketujuh loka (alam hunian) lapisan atas.[17] Swarga kerap diterjemahkan menjadi surga, kendati Swarga dianggap tidak sama dengan surga yang dipahami agama abrahamik.[18][19][20][21] Swarga adalah segugus alam angkasawi yang bertumpu dan mengawang di puncak Mahameru, didiami arwah orang-orang baik yang tekun mengamalkan ajaran kitab-kitab suci, tempat mereka bersenang-senang sebelum terlahir kembali ke dunia. Indra, raja dewata, adalah penguasa Swarga. Ia memerintah Swarga bersama-sama dengan permaisurinya, Indrani.[22] Keratonnya dinamakan Waijayanta,[23] di dalamnya terdapat bangsal kencana Sudarma, balairung megah tiada tara. Amarawati adalah ibu kota Swarga, gapuranya dijaga Airawata, raja segala gajah.[24] Swarga disebut-sebut sebagai tempat tinggal Kamadenu, sapi pelimpah rejeki, dan tempat tumbuhnya Parijata, pohon pengabul hajat.[25] Di tengah-tengah taman sari Nandana, tumbuh pohon Kalpawreksa, ditanam Indra sesudah mumbul dari lautan susu pada peristiwa Samudramantana. Berdasarkan letaknya, Swarga disebut Tridiwa, kahyangan tertinggi ketiga.[26] IslamMeurut ajaran Islam, Surga atau dalam bahasa Arab disebut "Janah" (جَنَّةٍ, Janna) adalah tempat yang kekal sebagai balasan bagi orang beriman dan melakukan kebaikan selama hidup di dunia. Al-Qur'an banyak menjelaskan tentang negeri Akhirat (kehidupan setelah mati) untuk orang yang selalu berbuat baik. Janah itu sendiri sering dijelaskan dalam berbagai surah di Al-Qur'an, sebagai tempat keabadian berupa taman (bahasa Arab: janna) yang indah atau kebun yang terdapat sungai-sungai mengalir di bawahnya:[27][28][29][30]
KekristenanDalam Kekristenan, Surga atau Kerajaan Surga adalah kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Istilah "surga" dipakai oleh penulis Alkitab menunjuk pada tempat yang kudus di mana Allah saat ini berada. Kehidupan kekal, ciptaan yang sempurna, tempat di mana Allah menghendaki untuk tinggal secara permanen dengan umat-Nya (Wahyu 21:3).[31] Tidak akan ada lagi pemisahan antara Allah dan manusia. Orang-orang beriman sendiri akan hidup dengan kemuliaan, dibangkitkan dengan tubuh yang baru; tidak akan ada penyakit, tidak ada kematian dan tidak ada air mata. Surga ada di kekekalan, sudah ada sebelum masa yang dimaksud dalam Kejadian 1:1, sebelum penciptaan alam semesta surga sudah ada. Surga itu juga merupakan hadirat Tuhan atas manusia di Bumi, ketika manusia mampu menghadirkan suasana surga dalam lingkungan sosialnya dengan menerapkan kasih dan kedamaian.[32] Kepercayaan NusantaraSebelum masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat Nusantara di pulau Jawa dan Bali, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali sudah menganut agama pribumi berupa pemujaan terhadap arwah leluhur. Mereka menyebut leluhur mereka dengan istilah Hyang dan tempat tinggal mereka di alam gaib disebut kahyangan. Secara hakikatnya, Hyang pada mulanya merujuk kepada entitas (baik itu berupa roh maupun arwah leluhur) penghuni pegunungan di pulau Jawa yang disembah. Dengan masuknya agama Hindu dan Buddha, maka istilah Swarga dari agama-agama tersebut pun dipakai berdampingan dengan istilah Kahyangan, karena Swarga juga bermakna tempat tinggal para roh atau makhluk yang berbuat kebaikan selama hidup di Bumi. Kepercayaan TionghoaPada Taoisme dan Konfusianisme, Tian (天) sering kali diterjemahkan sebagai "Surga" dan disebutkan dalam hubungannya dengan aspek Di (地) atau "Bumi". Kedua aspek tersebut dalam kosmologi Tao merupakan perwujudan dari sifat dualistik alamiah Taoisme. Tian dan Di dipercaya mengatur kedua kutub dari Tiga Alam (Hanzi: 三界), yang mana alam tengahnya ditempati oleh manusia (Hanzi: 人; hanyu pinyin: Ren). Konfusius memiliki iman yang mendalam terhadap Surga dan percaya bahwa Surga berkuasa atas daya upaya manusia. Dia juga percaya bahwa dirinya mengemban keinginan Surga, dan Surga tidak akan membiarkan utusannya, Konfusius, terbunuh hingga pekerjaannnya terselesaikan. Berbagai atribut Surga digambarkan dalam karyanya Analek. Bagi Mozi, Surga adalah penguasa ilahi, sebagaimana "Putra Langit" (kaisar) adalah penguasa duniawi. Mozi percaya bahwa roh-roh dan iblis benar-benar ada atau setidaknya ritual harus dilakukan demi kepentingan sosial, tetapi tugas mereka adalah untuk menjalankan keinginan Surga, mengawasi orang jahat dan menghukum mereka. Mozi mengajarkan bahwa Surga mengasihi semua orang secara adil dan tiap-tiap orang sudah seharusnya juga saling menyayangi tanpa membedakan mana yang merupakan relatifnya dan mana yang bukan.[33] Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Surga.
ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|