Pada awalnya lokasi tempat berdirinya Gua Maria Mojosongo merupakan tanah lapang belukar yang terdapat salib besi di tengahnya. Tempat tersebut digunakan sebagai tempat doa rosario. Pada tahun 1980, Rm. Matius Puspo Sudarmo, Pr. berkeinginan membangun tempat ziarah di lahan tersebut. Hingga akhirnya pada tanggal 25 Desember 1983, Gua Maria Mojosongo diberkati dan resmi dijadikan sebagai tempat ziarah umat Katolik oleh Uskup Semarang Mgr. Julius Darmaatmadja.[1]
Deskripsi
Ruang yang bersih, rindang, dan nyaman dengan berbagai pepohonan, menjadikan Gua Maria Mojosongo sebagai salah satu tempat menarik bagi peziarah untuk berdoa. Dengan suasana tersebut akan membuat doa semakin khusyuk. Sekaligus dapat menjadi tempat bagi siapa pun yang sedang membutuhkan ketenangan di tengah hiruk pikuk kehidupan duniawi, apapun latar belakang agamanya. Gua Maria memiliki semboyan Per Mariam Ad Jesum, yang berarti menuju Yesus melalui Bunda Maria. Hal tersebut memiliki makna betapa berartinya Gua Maria bagi umat Katolik. Memasuki Gua Maria Mojosongo, para peziarah akan merasakan aura ketenangan yang luar biasa, rasa damai akan seketika terasa. Didukung oleh keadaan sekitar yang sunyi, tiada suara bising manusia.[1]
Pada gerbang masuk utama, peziarah akan disambut patung Santo Yoseph dan Bunda Maria yang kedua tangannya terbuka. Ada sebuah ritual yang dilakukan umat setiap sebelum dan sesudah mengunjungi gua ini, yaitu memegang tangan patung tersebut. Ritual dimaknai sebagai menyambut tangan Tuhan untuk menerima segala berkat yang diberikan. Kemudian pada bangunan utama terdapat 7 pilar. Di mana setiap pilarnya melambangakan 7 sakramen gereja. Yakni, sakramen baptis, sakramen ekaristi, sakramen penguatan, sakramen tobat, sakramen perkawinan, sakramen imamat, dan sakramen pengurapan orang sakit.[1]
Selanjutnya ketika melewati pilar utama akan terlihat gua dengan patung Maria yang berukuran tidak lebih dari 2 meter. Lokasinya berada di sebelah kanan mimbar. Dan di tengah bangunan terdapat tulisan Latin “Jesus Hominum Salvator” yang berarti Yesus Sang Juru Selamat Manusia. Bagi peziarah yang membutuhkan ruang yang lebih hening, baik untuk bersimpuh, bertobat, atau untuk memaknai besarnya rahmat Tuhan, disediakan ruang adorasi. Ruang adorasi berada di belakang mimbar utama yang pintunya bertuliskan KAPEL ADORASI. Kemudian di salah satu sudut terdapat sebuah taman kecil lengkap dengan tempat duduk di sekelilingnya. Dan di tengahnya terdapat kolam dengan patung Yesus sedang berlutut.[1]
1 Masuk ke dalam Daftar Benda Cagar Budaya yang Dilindungi Pemerintah Kota Surakarta, 2 Dicoret dari daftar karena usia pembangunan kurang dari 50 tahun Portal Surakarta ·Wikipedia:Buku/Surakarta