Muslim Toraja
Muslim Toraja adalah sebutan untuk orang Toraja yang menganut agama Islam. Islam sendiri merupakan agama minoritas yang dianut oleh orang Toraja, yakni 31,99% dari keseluruhan penduduk Tana Toraja pada tahun 2020. Pada umumnya, orang Toraja menganut Kekristenan; mayoritas Protestan.[2][3] Selain itu, komunitas kecil Muslim Toraja mualaf juga terdapat di Kota Bontang, Kalimantan Timur; tempat di mana banyak pendatang Toraja ditemukan.[4] SejarahTana Toraja merupakan sebutan untuk wilayah asli yang dihuni oleh orang Toraja. Tana Toraja saat ini meliputi wilayah administratif Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara; wilayahnya terletak di utara Sulawesi Selatan, bertetangga dengan banyak peradaban tua di pulau Sulawesi seperti Kerajaan Luwu, Enrekang, Mandar, dan Bone. Berbeda dengan daerah-daerah disekitarnya, sampai awal abad ke-20, penduduk Tana Toraja masih menganut kepercayaan lokal yang dinamakan Aluk Todolo. Mayoritas orang Toraja masih menganut kepercayaan ini hingga akhirnya terjadi konversi besar-besaran penduduk Tana Toraja ke Kekristenan atau kegiatan zending yang disokong oleh pemerintah Hindia Belanda.[5] Lembang Madandan adalah salah satu kampung yang diketahui penduduknya pertama memeluk Islam di Tana Toraja. Dalam beberapa catatan sejarah, Islam masuk di Tana Toraja pada tahun 1858 Masehi. Perkembangan agama Islam di Tana Toraja tidak berkembang pesat seperti daerah lainnya di Indonesia, hal ini disebabkan masih melekatnya aliran Aluk Todolo dalam masyarakat Toraja.[6] Menurut tokoh Muslim Toraja di Lembang Madandan; Rahim Tambing, perkembangan Islam di Tana Toraja khususnya di Lembang Madandan diawali dengan berdirinya sebuah masjid, yakni Masjid Jami Madandan dan kemudian karena adanya pernikahan antara orang Muslim dengan anak gadis Toraja tahun 1876. Rahim Tambing bercerita, "Tahun 1858, Islam mulai masuk di Tana Toraja yang dibawa oleh Siduppa dari Teteaji Sidrap, setelah lama menyiarkan agama Islam dan terjadi pembauran, Siduppa dinikahkan dengan anak gadis Toraja bernama Rangga tahun 1876, sebelum menikah terlebih dahulu Rangga di Islamkan, dengan demikian Rangga adalah pemeluk Islam pertama di Madandan, Tana Toraja".[7] Salah satu penyebab lambatnya penyebaran Islam di Tana Toraja, penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.[8] KebudayaanBeberapa kebudayaan suku Toraja bertentangan dengan ajaran Islam, salah satunya adalah rambu solo'. Rambu solo' adalah tradisi yang dilakukan sebagai ritual duka cita atau kematian. Rambu solo' dinilai bertentangan dengan ajaran Islam, yakni dilatarbelakangi oleh orang Toraja yang kerap menyimpan mayat di dalam rumahnya hingga dilaksanakannya rambu solo'. Oleh karena itu masyarakat Toraja yang menganut agama Islam tidak menggelar rambu solo'.[9] Untuk mengakali hal yang bertentangan tersebut, beberapa aturan dalam ritual rambu solo' diubah oleh orang Muslim di kelurahan Tarongko, kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja. Mereka menggelar ritual rambu solo' untuk keluarganya yang telah meninggal dan ritual adat yang dilakukan diklaim telah menyesuaikan syariat Islam dan berbeda dengan rambu solo' yang didasarkan pada ajaran Aluk Todolo. Meskipun telah mengklaim telah menyesuaikan dengan ajaran Islam, pelaksanaan rambu solo' bagi warga Muslim Toraja mendapat pertentangan. Termasuk diantaranya oleh MUI Toraja dan PCNU Toraja yang tidak setuju warga Muslim menggelar ritual rambu solo'.[9][10] Lihat jugaReferensi
Bacaan lanjutan
|