Share to:

 

Perasaan (Buddhisme)

Terjemahan dari
vedanā
Indonesiaperasaan
Inggrisfeeling, sensation, feeling-tone
Palivedanā
Sanskertaवेदना (vedanā)
Tionghoa受 (shòu)
Jepang受 (ju)
Korea수 (su)
Tibetanཚོར་བ།
(Wylie: tshor ba;
THL: tsorwa
)
Myanmarဝေဒနာ
(MLCTS: wèdənà)
Thaiเวทนา
(RTGS: wetthana)
Vietnam受 (thụ, thọ)
Khmerវេទនា
(UNGEGN: vétônéa)
Monဝေဒနာ
([wètənɛ̀a])
Shanဝူၺ်ႇတၼႃႇ
([woj2 ta1 naa2])
Daftar Istilah Buddhis

Dalam Buddhisme, perasaan (Pāli dan Sanskerta: vedanā वेदना) mengacu pada perasaan[1] atau sensasi[2] menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral yang terjadi ketika organ indra internal seseorang berkontak dengan objek indra eksternal dan kesadaran terkait.

Perasaan diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai berikut:

Dalam konteks dua belas tautan (nidāna), nafsu keinginan (taṇhā) dan kemelekatan/keterikatan (upādāna) terhadap vedanā menyebabkan penderitaan; sebaliknya, perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) terhadap vedanā dapat mengarah pada kecerahan dan padamnya sebab-sebab penderitaan.

Theravāda

Jenis-jenis perasaan

Secara umum, Tripitaka Pali menguraikan vedanā dalam tiga "jenis" dan enam "jenis." Beberapa diskursus (sutta) membahas penjumlahan jenis-jenis vedanā alternatif yang mencakup hingga 108 jenis.

Tiga jenis

Dalam seluruh diskursus kanonis (Sutta Piṭaka), Sang Buddha mengajarkan bahwa ada tiga jenis vedanā:

  • menyenangkan (sukha)
  • tidak menyenangkan (dukkha)
  • bukan tidak-menyenangkan maupun bukan menyenangkan (adukkhamasukha, "ambivalen", terkadang disebut "netral" dalam terjemahan)[3]

Enam jenis

Di tempat lain dalam Triptaka Pali disebutkan bahwa ada enam jenis vedanā, yang berhubungan dengan sensasi yang timbul dari kontak (Pali: phassa) antara organ indra internal (āyatana; yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin), objek indra eksternal, dan kesadaran yang terkait (Pali: viññāṇa). (Lihat Figur 1.)

Figur 1: Enam Kelompok-Enam
sesuai Tripitaka Pali:
 
  landasan indra (āyatana)  
 
 
perasaan vedanā
   
 
 
nafsutaṇhā
   
  organ
indra
"internal"
<–> objek
indra
"eksternal"
 
 
kontak (phassa)
   
kesadaran (viññāṇa)
 
 
 
  1. Enam landasan indra internal adalah mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin/mental.
  2. Enam landasan indra eksternal adalah materi, suara, ganda, rasa, sentuhan, dan objek mental.
  3. Kesadaran yang sesuai muncul dengan bergantung pada sebuah landasan indra internal dan landasan indra eksternal.
  4. Kontak adalah pertemuan dari suatu landasan indra internal, landasan indra eksternal, dan kesadaran.
  5. Perasaan bergantung pada kontak.
  6. Nafsu bergantung pada perasaan.
 Sumber: MN 148 (Thanissaro, 1998)    

Dengan kata lain:

  • perasaan yang timbul dari kontak mata, bentuk yang terlihat, dan kesadaran-mata
  • perasaan yang timbul karena kontak telinga, suara, dan kesadaran-telinga
  • perasaan yang timbul dari kontak hidung, ganda/bau-bauan, dan kesadaran-hidung
  • perasaan yang timbul akibat kontak lidah, rasa, dan kesadaran-lidah
  • perasaan yang timbul dari kontak tubuh, sentuhan, dan kesadaran-tubuh
  • perasaan yang timbul dari kontak batin (mano), objek-batin (dhamma), dan kesadaran-batin[4]

Dua, tiga, lima, enam, 18, 36, dan 108 jenis

Dalam beberapa diskursus (sutta), banyak jenis vedanā disinggung berkisar antara dua sampai 108, sebagai berikut:

  • dua jenis perasaan: jasmaniah (fisik) dan batiniah (mental)
  • tiga jenis: menyenangkan (sukha), menyakitkan (dukkha), netral (adukkhamasukha)
  • lima jenis: menyenangkan secara fisik (sukha), menyakitkan secara fisik (dukkha), menyenangkan secara batiniah (somanassa), menyakitkan secara batiniah (domanassa), dan ketenangan (upekkhā)
  • enam jenis: satu untuk setiap indra (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin)
  • 18 jenis: perluasan dari tiga jenis perasaan mental yang disebutkan di atas (perasaan mental yang menyenangkan, perasaan mental yang menyakitkan, perasaan tenang) masing-masing dalam konteks dari keenam indra yang disebutkan di atas
  • 36 jenis: 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang perumah tangga dan 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang yang meninggalkan keduniawian (sebagai biksu/biksuni)
  • 108 jenis: 36 jenis yang disebutkan tadi untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan[5]

Dalam kepustakaan Pali yang lebih luas, dari pencacahan di atas, kitab Visuddhimagga pasca-kanonis menyoroti lima jenis vedanā: menyenangkan secara fisik (sukha); menyakitkan secara fisik (dukkha); menyenangkan secara batiniah (somanassa); menyakitkan secara batiniah (domanassa); dan, ketenangan (upekkhā).[6]

Kerangka kerja kanonis

 Figur 2:
Lima Gugusan (pañcakkhandha)

sesuai dengan Tripitaka Pali.
 
 
materi (rūpa)
  4 unsur
(mahābhūta)
   
   
   
      
 kontak 
(phassa)


    
 
kesadaran
(viññāṇa)

 
 
 
 
 



 
 
 
  faktor mental (cetasika)  
 
perasaan
(vedanā)

 
 
 
persepsi
(saññā)

 
 
 
formasi
(saṅkhāra)

 
 
 
 
 Sumber: MN 109 (Thanissaro, 2001)  |  
Pengembangan samādhi (sesuai AN 4.41)
objek konsentrasi pengembangan
empat jhāna tempat berdiam menyenangkan (sukha-vihārāya) di kehidupan ini (diṭṭhadhamma)
persepsi (saññā) cahaya (āloka) perolehan pengetahuan (ñāṇa) dan penglihatan (dassana)
munculnya, berlangsungnya, lenyapnya perasaan-perasaan (vedanā), persepsi-persepsi (saññā), dan pemikiran-pemikiran (vitakkā) perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajaññā)
muncul dan lenyapnya lima gugusan kemelekatan (pañc'upādāna-khandha) hancurnya (khaya) noda-noda batin (āsava) [Arahat]
  12 Nidāna:  
Ketidaktahuan
Formasi
Kesadaran
Batin-&-Jasmani
Enam Indra
Kontak
Perasaan
Nafsu
Kemelekatan
Kemenjadian
Kelahiran
Tua & Mati


Vedanā merupakan fenomena penting dalam kerangka-kerangka yang sering diidentifikasi dalam Tripitaka Pali berikut ini:

Gugusan batin

Vedanā adalah salah satu dari lima gugusan pembentuk kehidupan (Pali: khandha) yang melekat (Pali: upādāna; lihat Figur 2 di sebelah kanan). Dalam Tripitaka Pali, seperti yang ditunjukkan di atas, perasaan muncul dari kontak antara organ indra, objek indra, dan kesadaran.

Kondisi sentral

Dalam Kemunculan Bersebab (Pali: paṭiccasamuppāda), Sang Buddha menjelaskan bahwa:

  • vedanā muncul dengan kontak (phassa) sebagai kondisinya
  • vedanā bertindak sebagai kondisi untuk nafsu-keinginan (Pali: taṇhā).[7]

Dalam kitab Visuddhimagga pasca-kanonis yang disusun abad ke-5, perasaan (vedanā) diidentifikasikan sebagai sesuatu yang muncul secara simultan dan tak terpisahkan dari kesadaran (viññāṇa) dan batin-dan-jasmani (nāmarūpa).[8] Di sisi lain, meski teks ini mengidentifikasi perasaan sebagai faktor penentu keinginan dan akibat batiniahnya yang mengarah pada penderitaan, hubungan kondisional antara perasaan dan nafsu-keinginan tidak diidentifikasi sebagai sesuatu yang terjadi bersamaan maupun sebagai sesuatu yang diperlukan secara karma.[9]

Dasar perhatian-penuh

Di seluruh Tripitaka Pali, terdapat referensi pada empat "landasan perhatian-penuh" (satipaṭṭhāna): tubuh (kāya), perasaan (vedanā), kondisi batin/kesadaran (citta), dan fenomena batiniah (dhammā). Keempat landasan ini diakui di antara tujuh kelompok kualitas yang menunjang pencerahan (bodhipakkhiyādhammā). Penggunaan istilah vedanā dan satipaṭṭhāna lainnya dalam praktik meditasi Buddhis dapat ditemukan dalam Satipaṭṭhāna Sutta dan Ānāpānasati Sutta.

Praktik kebijaksanaan

Setiap jenis vedanā disertai oleh kecenderungan atau obsesi yang mendasarinya (anusaya). Kecenderungan yang mendasari vedanā yang menyenangkan adalah kecenderungan ke arah nafsu, untuk vedanā yang tidak menyenangkan, kecenderungan ke arah kebencian, dan untuk vedanā yang tidak menyenangkan maupun tidak menyenangkan, kecenderunganya ke arah ketidaktahuan.[10]

Dalam Tripitaka Pali, disebutkan bahwa bermeditasi dengan konsentrasi (samādhi) pada vedanā dapat menuntun pada perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) (lihat Tabel di sebelah kanan).[11] Dengan pengembangan ini, seseorang dapat mengalami langsung di dalam dirinya sendiri realitas ketidakkekalan (anicca) dan sifat kemelekatan/keterikatan (upādāna). Hal ini pada akhirnya dapat mengarah pada pembebasan batin (nibbāna).

Hubungan dengan "emosi"

Bhikkhu Bodhi mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Bhikkhu Bodhi menulis:

“Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral.”[12]

Tradisi Abhidhamma

Dalam terjemahannya untuk kitab Abhidhammatthasaṅgaha, Bhikkhu Bodhi menyatakan:

Perasaan adalah faktor mental yang merasakan objek. Ini adalah mode afektif ketika objek dialami. Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral....[12]

Nina van Gorkom menyatakan:

Ketika kita mempelajari Abhidhamma, kita belajar bahwa 'vedanā' tidak sama dengan apa yang kita maksud dengan "perasaan" dalam bahasa konvensional. Perasaan adalah nāma, ia mengalami sesuatu. Perasaan tidak pernah muncul sendirian; ia menyertai citta dan cetasika lainnya dan dikondisikan oleh mereka. Jadi, perasaan adalah nāma yang terkondisi. Citta tidak merasakan, ia mengenali objek dan vedanā merasakan...
Semua perasaan memiliki fungsi mengalami rasa, aroma suatu objek (Aṭṭhasālinī, I, Bagian IV, Bab I, 109). Kitab Aṭṭhasālinī menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan bahwa perasaan mengalami rasa suatu objek dan bahwa citta serta cetasika lain yang muncul bersama dengan perasaan mengalami rasa tersebut hanya sebagian saja. Seorang juru masak yang telah menyiapkan makanan untuk raja hanya mencicipi makanan tersebut dan kemudian menawarkannya kepada raja yang menyukai rasanya:
... dan sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan apa pun yang disukainya, begitu pula sekadar mencicipi makanan oleh si juru masak bagaikan kenikmatan sebagian dari objek tersebut oleh dhamma-dhamma yang tersisa (citta dan berbagai cetasika lainnya), dan seperti halnya si juru masak mencicipi sebagian makanan, maka dhamma-dhamma yang tersisa menikmati sebagian dari objek tersebut, dan seperti halnya sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan makanan sesuai keinginannya, demikian pula perasaan, sebagai tuan, ahli, dan majikan, menikmati rasa dari objek tersebut, dan oleh karena itu dikatakan bahwa kenikmatan atau pengalaman adalah fungsinya.
Jadi, semua perasaan memiliki kesamaan, yakni mengalami 'rasa' suatu objek. Citta dan cetasika pendamping lainnya juga mengalami objek tersebut, namun perasaan mengalaminya dengan caranya sendiri yang merupakan ciri khasnya.[13]

Mahāyāna

Definisi

Mipham Rinpoche menyatakan:[14]

Perasaan/sensasi diartikan sebagai kesan.
Agregat perasaan/sensasi dapat dibagi menjadi tiga: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Atau, ada lima: kesenangan jasmani, kesenangan mental, kesakitan jasmani, kesakitan mental, dan perasaan/sensasi netral.
Dalam hal dukungan, ada enam perasaan/sensasi yang dihasilkan dari kontak...

Alexander Berzin menguraikan faktor mental ini sebagai perasaan (tshor-ba, Skt. vedanā) suatu tingkat kebahagiaan. Dia menyatakan:[15]

Ketika kita mendengar kata "perasaan" dalam konteks Buddhisme, yang dimaksud di sini hanyalah: merasakan tingkat kebahagiaan atau kebahagiaan tertentu, di suatu tempat dalam spektrum tersebut. Jadi, atas dasar kesadaran kontak yang menyenangkan—yang mudah terlintas dalam pikiran—kita merasa bahagia. Kebahagiaan adalah: kami ingin itu terus berlanjut. Dan, atas dasar kesadaran kontak yang tidak menyenangkan—yang tidak mudah datang ke pikiran, pada dasarnya kita ingin menyingkirkannya—kita merasa tidak bahagia. “Ketidakbahagiaan” adalah kata yang sama dengan “penderitaan” (mi-bde-ba, Skt. duḥkha). Ketidakbahagiaan adalah: Saya tidak ingin meneruskan ini; Saya ingin berpisah dari ini.
Dan kesadaran kontak netral. Kami merasa netral tentang hal itu—tidak ingin meneruskannya atau menghentikannya...

Tradisi Abhidharma

Kitab Abhidharma-samuccaya menyatakan:

Apakah ciri khusus vedanā yang mutlak? Yaitu untuk mengalami. Dengan kata lain, dalam pengalaman apapun, apa yang kita alami adalah kematangan individu dalam setiap tindakan positif atau negatif sebagai hasil akhirnya.[16]

Hubungan dengan "emosi"

Chögyam Trungpa Rinpoche mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Chögyam Trungpa Rinpoche menulis:

"Dalam kasus [yakni dalam ajaran Buddha] 'perasaan' bukanlah pengertian perasaan yang biasa kita pahami. Perasaan ini bukanlah perasaan yang kita anggap serius, seperti, misalnya, ketika kita berkata, 'Dia menyakiti perasaanku.' Perasaan seperti ini yang kita anggap serius termasuk dalam skandha keempat dan kelima dari saṅkhāra dan kesadaran."[17]

Terjemahan alternatif

Terjemahan alternatif untuk istilah vedanā adalah:

  • Perasaan (Nina van Gorkom, Bhikkhu Bodhi, Alexander Berzin)
  • Merasakan tingkat kebahagiaan tertentu (Alexander Berzin)
  • Nada-perasaan (Herbert Guenther)
  • Sensasi (Erik Kunsang)

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Secara umum, vedanā dianggap tidak mencakup "emosi" secara penuh. Lihat pada bagian "Hubungan dengan "emosi"".
  2. ^ Lihat, misalnya, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 648, entri untuk "Vedanā" (diakses 2008-01-09 dari "University of Chicago" di http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:2277.pali), yang awalnya mendefinisikan kata Pali ini secara sederhana sebagai "perasaan (feeling), sensasi (sensation)."
  3. ^ Lihat, misalnya, SN 36.5, Daṭṭhabba Sutta (Nyanaponika, 1983). Dalam kitab Visuddhimagga 460, terdapat tiga pencacahan yang serupa namun berbeda: baik (kusala), tidak baik (akusala), dan tidak-tentu (avyākata) (Rhys Davids & Stede, 1921–25, ibid).
  4. ^ Lihat, misalnya, Chachakka Sutta (MN 148) yang mengaitkan kata-kata berikut ini dengan Sang Buddha:
    "'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said. In reference to what was it said? Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the ear & sounds there arises consciousness at the ear. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the nose & aromas there arises consciousness at the nose. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the tongue & flavors there arises consciousness at the tongue. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the body & tactile sensations there arises consciousness at the body. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the intellect & ideas there arises consciousness at the intellect. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. 'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said...." (Thanissaro, 1998.)
    Untuk referensi lain mengenai "enam jenis perasaan/sensasi," lihat Sattaṭṭhāna Sutta (SN 22.57) (Thanissaro, 1997b), dan Vedanā Sutta (SN 25.5) (Thanissaro, 2004).
  5. ^ Dua sutta yang hampir identik yang hanya menyinggung berbagai jumlah vedanā adalah MN 59 (Thanissaro, 2005b) dan SN 36.19 (Thanissaro, 2005c). Berbagai jenis vedanā ini dijabarkan dalam SN 36.22 (Thanissaro, 2005a). Lihat juga Hamilton (2001), hlm. 43-6.
  6. ^ Visuddhimagga 461 (Rhys Davids & Stede, 1921-25, hlm. 648, entri untuk "Vedanā."; lihat juga entri ini mengenai perbedaan antara "mode" dan "type" dari vedanā (dalam terjemahan di Wikipedia Indonesia, digunakan istilah "jenis" untuk keduanya, tidak dibedakan).
  7. ^ Lihat, misalnya, SN 12.1 ff.
  8. ^ Secara eksplisit, dalam konteks bahasa Abhidhamma, kitab Visuddhimagga (XVII, 201-228) mengidentifikasi bahwa kondisi (nidāna) kesadaran, batin-jasmani, enam indra, kontak, dan perasaan saling terkait (paccaya) melalui kemunculan bersamaan, saling mendukung, saling melengkapi, hasil kamma, nutrisi, asosiasi, dan kehadiran. (Perhatikan bahwa perasaan tidak terkait melalui disosiasi dengan pendahulunya.)
  9. ^ Secara khusus, Visuddhimagga XVI, 238 mengidentifikasi satu-satunya hubungan antara perasaan dan nafsu-keinginan untuk menjadi "dukungan yang menentukan."
  10. ^ Chachakka Sutta ("Tujuh Kelompok-Tujuh," MN 148). Lihat misalnya pernyataan berikut yang dikaitkan dengan Sang Buddha (terj. Thanissaro, 1998):
    'Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition, there arises what is felt either as pleasure, pain, or neither pleasure nor pain. If, when touched by a feeling of pleasure, one relishes it, welcomes it, or remains fastened to it, then one's passion-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of pain, one sorrows, grieves, & laments, beats one's breast, becomes distraught, then one's resistance-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of neither pleasure nor pain, one does not discern, as it actually is present, the origination, passing away, allure, drawback, or escape from that feeling, then one's ignorance-obsession gets obsessed....'
  11. ^ AN 4.41: untuk Pali, lihat SLTP (tak tertanggal); untuk terjemahan bahasa Inggris, lihat Nyanaponika & Bodhi (1999), hlm. 88-89, Thanissaro (1997a), Upalavanna (tidak tertanggal).
  12. ^ a b Bodhi, Bhikkhu (6 November 2012). Bhikkhu Bodhi (2003), hlm. 80 (PDF). ISBN 9781938754241. 
  13. ^ Gorkom (2010), Definition of Feeling
  14. ^ Kunsang (2004), hlm. 21.
  15. ^ "Overview of Buddha-Nature". studybuddhism.com. 
  16. ^ Guenther (1975), Kindle Loc. 329-331.
  17. ^ Trungpa (2001), hlm. 32.

Daftar pustaka

Pranala luar

Didahului oleh:
Phassa
Duabelas Nidāna
Vedanā
Diteruskan oleh:
Taṇhā
Kembali kehalaman sebelumnya