Dalam Buddhisme, perasaan (Pāli dan Sanskerta: vedanā वेदना) mengacu pada perasaan[1] atau sensasi[2] menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral yang terjadi ketika organ indra internal seseorang berkontak dengan objek indra eksternal dan kesadaran terkait.
Perasaan diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai berikut:
Secara umum, Tripitaka Pali menguraikan vedanā dalam tiga "jenis" dan enam "jenis." Beberapa diskursus (sutta) membahas penjumlahan jenis-jenis vedanā alternatif yang mencakup hingga 108 jenis.
Tiga jenis
Dalam seluruh diskursus kanonis (Sutta Piṭaka), Sang Buddha mengajarkan bahwa ada tiga jenis vedanā:
bukan tidak-menyenangkan maupun bukan menyenangkan (adukkhamasukha, "ambivalen", terkadang disebut "netral" dalam terjemahan)[3]
Enam jenis
Di tempat lain dalam Triptaka Pali disebutkan bahwa ada enam jenis vedanā, yang berhubungan dengan sensasi yang timbul dari kontak (Pali: phassa) antara organ indra internal (āyatana; yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin), objek indra eksternal, dan kesadaran yang terkait (Pali: viññāṇa). (Lihat Figur 1.)
perasaan yang timbul dari kontak mata, bentuk yang terlihat, dan kesadaran-mata
perasaan yang timbul karena kontak telinga, suara, dan kesadaran-telinga
perasaan yang timbul dari kontak hidung, ganda/bau-bauan, dan kesadaran-hidung
perasaan yang timbul akibat kontak lidah, rasa, dan kesadaran-lidah
perasaan yang timbul dari kontak tubuh, sentuhan, dan kesadaran-tubuh
perasaan yang timbul dari kontak batin (mano), objek-batin (dhamma), dan kesadaran-batin[4]
Dua, tiga, lima, enam, 18, 36, dan 108 jenis
Dalam beberapa diskursus (sutta), banyak jenis vedanā disinggung berkisar antara dua sampai 108, sebagai berikut:
dua jenis perasaan: jasmaniah (fisik) dan batiniah (mental)
tiga jenis: menyenangkan (sukha), menyakitkan (dukkha), netral (adukkhamasukha)
lima jenis: menyenangkan secara fisik (sukha), menyakitkan secara fisik (dukkha), menyenangkan secara batiniah (somanassa), menyakitkan secara batiniah (domanassa), dan ketenangan (upekkhā)
enam jenis: satu untuk setiap indra (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin)
18 jenis: perluasan dari tiga jenis perasaan mental yang disebutkan di atas (perasaan mental yang menyenangkan, perasaan mental yang menyakitkan, perasaan tenang) masing-masing dalam konteks dari keenam indra yang disebutkan di atas
36 jenis: 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang perumah tangga dan 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk seorang yang meninggalkan keduniawian (sebagai biksu/biksuni)
108 jenis: 36 jenis yang disebutkan tadi untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan[5]
Dalam kepustakaan Pali yang lebih luas, dari pencacahan di atas, kitab Visuddhimagga pasca-kanonis menyoroti lima jenis vedanā: menyenangkan secara fisik (sukha); menyakitkan secara fisik (dukkha); menyenangkan secara batiniah (somanassa); menyakitkan secara batiniah (domanassa); dan, ketenangan (upekkhā).[6]
Vedanā adalah salah satu dari lima gugusan pembentuk kehidupan (Pali: khandha) yang melekat (Pali: upādāna; lihat Figur 2 di sebelah kanan). Dalam Tripitaka Pali, seperti yang ditunjukkan di atas, perasaan muncul dari kontak antara organ indra, objek indra, dan kesadaran.
Kondisi sentral
Dalam Kemunculan Bersebab (Pali: paṭiccasamuppāda), Sang Buddha menjelaskan bahwa:
vedanā muncul dengan kontak (phassa) sebagai kondisinya
vedanā bertindak sebagai kondisi untuk nafsu-keinginan (Pali: taṇhā).[7]
Dalam kitab Visuddhimagga pasca-kanonis yang disusun abad ke-5, perasaan (vedanā) diidentifikasikan sebagai sesuatu yang muncul secara simultan dan tak terpisahkan dari kesadaran (viññāṇa) dan batin-dan-jasmani (nāmarūpa).[8] Di sisi lain, meski teks ini mengidentifikasi perasaan sebagai faktor penentu keinginan dan akibat batiniahnya yang mengarah pada penderitaan, hubungan kondisional antara perasaan dan nafsu-keinginan tidak diidentifikasi sebagai sesuatu yang terjadi bersamaan maupun sebagai sesuatu yang diperlukan secara karma.[9]
Dasar perhatian-penuh
Di seluruh Tripitaka Pali, terdapat referensi pada empat "landasan perhatian-penuh" (satipaṭṭhāna): tubuh (kāya), perasaan (vedanā), kondisi batin/kesadaran (citta), dan fenomena batiniah (dhammā). Keempat landasan ini diakui di antara tujuh kelompok kualitas yang menunjang pencerahan (bodhipakkhiyādhammā). Penggunaan istilah vedanā dan satipaṭṭhāna lainnya dalam praktik meditasi Buddhis dapat ditemukan dalam Satipaṭṭhāna Sutta dan Ānāpānasati Sutta.
Praktik kebijaksanaan
Setiap jenis vedanā disertai oleh kecenderungan atau obsesi yang mendasarinya (anusaya). Kecenderungan yang mendasari vedanā yang menyenangkan adalah kecenderungan ke arah nafsu, untuk vedanā yang tidak menyenangkan, kecenderungan ke arah kebencian, dan untuk vedanā yang tidak menyenangkan maupun tidak menyenangkan, kecenderunganya ke arah ketidaktahuan.[10]
Dalam Tripitaka Pali, disebutkan bahwa bermeditasi dengan konsentrasi (samādhi) pada vedanā dapat menuntun pada perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) (lihat Tabel di sebelah kanan).[11] Dengan pengembangan ini, seseorang dapat mengalami langsung di dalam dirinya sendiri realitas ketidakkekalan (anicca) dan sifat kemelekatan/keterikatan (upādāna). Hal ini pada akhirnya dapat mengarah pada pembebasan batin (nibbāna).
Hubungan dengan "emosi"
Bhikkhu Bodhi mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Bhikkhu Bodhi menulis:
“Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral.”[12]
Perasaan adalah faktor mental yang merasakan objek. Ini adalah mode afektif ketika objek dialami. Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral....[12]
Ketika kita mempelajari Abhidhamma, kita belajar bahwa 'vedanā' tidak sama dengan apa yang kita maksud dengan "perasaan" dalam bahasa konvensional. Perasaan adalah nāma, ia mengalami sesuatu. Perasaan tidak pernah muncul sendirian; ia menyertai citta dan cetasika lainnya dan dikondisikan oleh mereka. Jadi, perasaan adalah nāma yang terkondisi. Citta tidak merasakan, ia mengenali objek dan vedanā merasakan...
Semua perasaan memiliki fungsi mengalami rasa, aroma suatu objek (Aṭṭhasālinī, I, Bagian IV, Bab I, 109). Kitab Aṭṭhasālinī menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan bahwa perasaan mengalami rasa suatu objek dan bahwa citta serta cetasika lain yang muncul bersama dengan perasaan mengalami rasa tersebut hanya sebagian saja. Seorang juru masak yang telah menyiapkan makanan untuk raja hanya mencicipi makanan tersebut dan kemudian menawarkannya kepada raja yang menyukai rasanya:
... dan sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan apa pun yang disukainya, begitu pula sekadar mencicipi makanan oleh si juru masak bagaikan kenikmatan sebagian dari objek tersebut oleh dhamma-dhamma yang tersisa (citta dan berbagai cetasika lainnya), dan seperti halnya si juru masak mencicipi sebagian makanan, maka dhamma-dhamma yang tersisa menikmati sebagian dari objek tersebut, dan seperti halnya sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan makanan sesuai keinginannya, demikian pula perasaan, sebagai tuan, ahli, dan majikan, menikmati rasa dari objek tersebut, dan oleh karena itu dikatakan bahwa kenikmatan atau pengalaman adalah fungsinya.
Jadi, semua perasaan memiliki kesamaan, yakni mengalami 'rasa' suatu objek. Citta dan cetasika pendamping lainnya juga mengalami objek tersebut, namun perasaan mengalaminya dengan caranya sendiri yang merupakan ciri khasnya.[13]
Agregat perasaan/sensasi dapat dibagi menjadi tiga: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Atau, ada lima: kesenangan jasmani, kesenangan mental, kesakitan jasmani, kesakitan mental, dan perasaan/sensasi netral.
Dalam hal dukungan, ada enam perasaan/sensasi yang dihasilkan dari kontak...
Alexander Berzin menguraikan faktor mental ini sebagai perasaan (tshor-ba, Skt. vedanā) suatu tingkat kebahagiaan. Dia menyatakan:[15]
Ketika kita mendengar kata "perasaan" dalam konteks Buddhisme, yang dimaksud di sini hanyalah: merasakan tingkat kebahagiaan atau kebahagiaan tertentu, di suatu tempat dalam spektrum tersebut. Jadi, atas dasar kesadaran kontak yang menyenangkan—yang mudah terlintas dalam pikiran—kita merasa bahagia. Kebahagiaan adalah: kami ingin itu terus berlanjut. Dan, atas dasar kesadaran kontak yang tidak menyenangkan—yang tidak mudah datang ke pikiran, pada dasarnya kita ingin menyingkirkannya—kita merasa tidak bahagia. “Ketidakbahagiaan” adalah kata yang sama dengan “penderitaan” (mi-bde-ba, Skt. duḥkha). Ketidakbahagiaan adalah: Saya tidak ingin meneruskan ini; Saya ingin berpisah dari ini.
Dan kesadaran kontak netral. Kami merasa netral tentang hal itu—tidak ingin meneruskannya atau menghentikannya...
Apakah ciri khusus vedanā yang mutlak? Yaitu untuk mengalami. Dengan kata lain, dalam pengalaman apapun, apa yang kita alami adalah kematangan individu dalam setiap tindakan positif atau negatif sebagai hasil akhirnya.[16]
Hubungan dengan "emosi"
Chögyam Trungpa Rinpoche mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Chögyam Trungpa Rinpoche menulis:
"Dalam kasus [yakni dalam ajaran Buddha] 'perasaan' bukanlah pengertian perasaan yang biasa kita pahami. Perasaan ini bukanlah perasaan yang kita anggap serius, seperti, misalnya, ketika kita berkata, 'Dia menyakiti perasaanku.' Perasaan seperti ini yang kita anggap serius termasuk dalam skandha keempat dan kelima dari saṅkhāra dan kesadaran."[17]
Terjemahan alternatif
Terjemahan alternatif untuk istilah vedanā adalah:
Perasaan (Nina van Gorkom, Bhikkhu Bodhi, Alexander Berzin)
Merasakan tingkat kebahagiaan tertentu (Alexander Berzin)
^Secara umum, vedanā dianggap tidak mencakup "emosi" secara penuh. Lihat pada bagian "Hubungan dengan "emosi"".
^Lihat, misalnya, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 648, entri untuk "Vedanā" (diakses 2008-01-09 dari "University of Chicago" di http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:2277.pali), yang awalnya mendefinisikan kata Pali ini secara sederhana sebagai "perasaan (feeling), sensasi (sensation)."
^Lihat, misalnya, SN 36.5, Daṭṭhabba Sutta (Nyanaponika, 1983).
Dalam kitab Visuddhimagga 460, terdapat tiga pencacahan yang serupa namun berbeda: baik (kusala), tidak baik (akusala), dan tidak-tentu (avyākata) (Rhys Davids & Stede, 1921–25, ibid).
^Lihat, misalnya, Chachakka Sutta (MN 148) yang mengaitkan kata-kata berikut ini dengan Sang Buddha:
"'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said. In reference to what was it said? Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the ear & sounds there arises consciousness at the ear. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the nose & aromas there arises consciousness at the nose. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the tongue & flavors there arises consciousness at the tongue. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the body & tactile sensations there arises consciousness at the body. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the intellect & ideas there arises consciousness at the intellect. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. 'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said...." (Thanissaro, 1998.)
^Visuddhimagga 461 (Rhys Davids & Stede, 1921-25, hlm. 648, entri untuk "Vedanā."; lihat juga entri ini mengenai perbedaan antara "mode" dan "type" dari vedanā (dalam terjemahan di Wikipedia Indonesia, digunakan istilah "jenis" untuk keduanya, tidak dibedakan).
^Secara eksplisit, dalam konteks bahasa Abhidhamma, kitab Visuddhimagga (XVII, 201-228) mengidentifikasi bahwa kondisi (nidāna) kesadaran, batin-jasmani, enam indra, kontak, dan perasaan saling terkait (paccaya) melalui kemunculan bersamaan, saling mendukung, saling melengkapi, hasil kamma, nutrisi, asosiasi, dan kehadiran. (Perhatikan bahwa perasaan tidak terkait melalui disosiasi dengan pendahulunya.)
^Secara khusus, Visuddhimagga XVI, 238 mengidentifikasi satu-satunya hubungan antara perasaan dan nafsu-keinginan untuk menjadi "dukungan yang menentukan."
^Chachakka Sutta ("Tujuh Kelompok-Tujuh," MN 148). Lihat misalnya pernyataan berikut yang dikaitkan dengan Sang Buddha (terj. Thanissaro, 1998):
'Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition, there arises what is felt either as pleasure, pain, or neither pleasure nor pain. If, when touched by a feeling of pleasure, one relishes it, welcomes it, or remains fastened to it, then one's passion-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of pain, one sorrows, grieves, & laments, beats one's breast, becomes distraught, then one's resistance-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of neither pleasure nor pain, one does not discern, as it actually is present, the origination, passing away, allure, drawback, or escape from that feeling, then one's ignorance-obsession gets obsessed....'
^AN 4.41: untuk Pali, lihat SLTP (tak tertanggal); untuk terjemahan bahasa Inggris, lihat Nyanaponika & Bodhi (1999), hlm. 88-89, Thanissaro (1997a), Upalavanna (tidak tertanggal).
Bodhi, Bhikkhu (ed.) (2000). A Comprehensive Manual of Abhidhamma: The Abhidhammattha Sangaha of Ācariya Anuruddha. Seattle, WA: BPS Pariyatti Editions. ISBN1-928706-02-9.
Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
Dalai Lama (1992). The Meaning of Life, translated and edited by Jeffrey Hopkins, Boston: Wisdom.
Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.
Hamilton, Sue (2001). Identity and Experience: The Constitution of the Human Being according to Early Buddhism. Oxford: Luzac Oriental. ISBN1-898942-23-4.
Rhys Davids, T.W. & William Stede (eds.) (1921-5). The Pali Text Society’s Pali–English Dictionary. Chipstead: Pali Text Society. Mesin pencari daring umum untuk PED tersedia di http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/.