Dalam Buddhisme, persepsi (Pali: saññā; Sanskerta: saṃjñā), juga dikenal sebagai pencerapan, didefinisikan sebagai pemahaman terhadap fitur atau karakteristik yang membedakan.[1][2]Saññā memiliki banyak arti, tergantung pada agama dan aliran pemikirannya. Walaupun saññā merujuk pada suatu gugusan dari lima gugusan dalam Buddhisme; dalam agama Hindu, istilah saṁjñā merujuk pada tradisi seni; dan dalam Jainisme, saṁjñā merujuk pada pengenalan yang berbeda dari kognisi.[3]
Persepsi diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai berikut:
Dalam Kanon Pali, saññā juga sering didefinisikan sebagai:
"Ia memersepsikan warna biru, ia memersepsikan warna kuning, ia memersepsikan warna merah, ia memersepsikan warna putih."[4]
Dalam kitab-kitab Buddhisme Theravāda awal bagian empat Nikāya pertama, saññā adalah gugusan ketiga dari lima gugusan (Pali: khandha) yang dapat digunakan untuk menggambarkan pengalaman-pengalaman fenomenologis selama meditasi.[5]Saññā sebagai salah satu dari lima gugusan ditunjukkan pada diagram di samping.
Menurut tradisi Abhidhamma Theravāda, saññā merupakan salah satu dari tujuh faktor mental universal. mengalami objek yang sama dengan citta yang menyertainya, namun ia melakukan tugasnya sendiri: ia 'melihat' atau 'mengenali' objek tersebut dan ia 'menandai' objek tersebut sehingga ia dapat dikenali lagi.[6]
Ciri persepsi adalah memersepsikan kualitas suatu objek. Fungsinya adalah menjadikan tanda sebagai syarat memersepsi kembali bahwa “ini sama saja”, atau fungsinya adalah mengenali apa yang pernah dipersepsi sebelumnya. Hal itu menjadi nyata saat penafsiran objek... melalui fitur-fitur yang telah dipahami. Penyebab terdekatnya adalah objek sebagaimana yang terlihat. Prosedur ini dibandingkan dengan pengenalan seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu melalui tanda yang dibuatnya pada setiap jenis kayu.[7]
Kitab pascakanonis
Kitab Aṭṭhasālinī (I, Bagian IV, Bab 1, 110), sebuah kitab komentar untuk kitab Dhammasaṅgaṇī memberikan dua definisi berikut untuk saññā:
... Memiliki sifat mencatat dan berfungsi mengenali apa yang telah dicatat sebelumnya. Tidak ada yang namanya persepsi di keempat alam keberadaan tanpa ciri pencatatan (tanpa-persepsi). Semua persepsi memiliki karakteristik pencatatan. Di antara semuanya itu, persepsi yang mengetahui melalui pengetahuan khusus mempunyai fungsi mengenali apa yang telah dicatat sebelumnya. Kita dapat melihat prosedur ini ketika tukang kayu mengenali sepotong kayu yang telah ditandainya dengan pengetahuan khusus...
Persepsi mempunyai ciri memersepsi melalui tindakan penyertaan umum, dan fungsi membuat tanda sebagai syarat bagi persepsi berulang (untuk mengenali atau mengingat), seperti ketika penebang kayu 'melihat' batang kayu dan seterusnya. Manifestasinya adalah tindakan menafsirkan melalui tanda sebagaimana yang dipahami, seperti halnya orang buta yang 'melihat' seekor gajah. Atau, ia memiliki manifestasi yang singkat, bagaikan kilat, karena ketidakmampuannya menembus objek. Penyebab terdekatnya adalah objek apa pun yang muncul, seperti persepsi yang muncul saat rusa muda mengira orang-orangan sawah sebagai manusia.[8]
Dalam kitab ringkasan Pali pasca-kanonis, kitab Visuddhimagga menyamakan saññā dengan "seorang anak tanpa kebijaksanaan."[9]
Apakah karakteristik khusus yang mutlak dari konseptualisasi (saṃjñā)? Yaitu mengetahui melalui asosiasi. Yaitu melihat, mendengar, menentukan, dan mengetahui melalui cara mengambil karakteristik penentu dan membedakannya.[2]
Mipham Rinpoche menyatakan:
Persepsi terdiri dari pemahaman terhadap ciri-ciri pembeda.
Dilihat dari segi dukungannya, dapat dibagi menjadi enam jenis: persepsi yang timbul karena kontak, pertemuan mata dan seterusnya, hingga batin.
Selain itu, mereka merupakan karakteristik pembeda dalam kaitannya dengan objek indera... dan... dalam kaitannya dengan nama-nama...[1]
Alexander Berzin memberikan penjelasan informal berikut:
Lalu, ada pembedaan ('du-shes, Skt. saṁjñā). Jadi, dibutuhkan fitur khusus dari objek tersebut, dari objek yang tampak—jadi, hologram—dan memberikan beberapa makna padanya, beberapa makna konvensional padanya. Dengan kata lain, dalam suatu medan indra, ia membedakan antara, misalnya, terang dan gelap. Maksudku, kita melihat sejumlah besar informasi, dan untuk menanganinya kita perlu membedakan satu bagian kecil dari yang lainnya. Itulah yang membedakannya.[10]
Terjemahan alternatif
Terjemahan alternatif untuk istilah saññā adalah:
Konseptualisasi (Herbert Guenther)
Membedakan (Alexander Berzin)
Persepsi (Erik Kunsang, Nina van Gorkom)
Rekognisi (Geoffrey Shatz)
Apersepsi (Susan Hamilton, Luis O. Gómez, David Seyfort Ruegg)
Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing.
Buddhaghosa, Bhadantācariya (terj. dari Pāli oleh Bhikkhu Ñāṇamoli) (1999). The Path of Purification: Visuddhimagga. Seattle, WA: BPS Pariyatti Editions. ISBN1-928706-00-2.
Guenther, Herbert V. (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding", Dharma Publishing, Kindle Edition.
Kunsang, Erik Pema (2004), Gateway to Knowledge, Vol. 1, North Atlantic Books.